Dinilai Sudah Tepat, Gubernur Anies Liburkan Sekolah demi Antisipasi Covid-19
Kelompok guru mengapresiasi keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang meliburkan sekolah selama dua minggu dan menunda ujian nasional. Langkah ini perlu diambil demi mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
Pada Sabtu (14/3/2020) pagi, Gubernur Anies Baswedan memutuskan untuk menutup sekolah-sekolah di DKI Jakarta selama dua pekan. Kegiatan belajar-mengajar akan berlangsung jarak jauh. Selain itu, dia juga memutuskan untuk menunda pelaksanaan ujian nasional bagi sekolah menengah atas/sekolah menengah kejuruan (SMA/SMK) yang semula dijadwalkan pada 16-19 Maret 2020.
Langkah itu diambil untuk mengantisipasi pandemi Covid-19. Anies menyampaikan, dengan mobilitas penduduk sekecil mungkin diharapkan dapat mengurangi penyebaran virus korona baru antarindividu yang belum tentu merasakan gejala.
Apakah langkah tersebut tepat dalam konteks mengantisipasi penyebaran virus korona jenis baru (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2/SARS-CoV-2) yang menyebabkan Covid-19 (coronavirus disease-19/Covid-19)?
”DKI Jakarta adalah daerah khusus sehingga dari PAUD (pendidikan anak usia dini) sampai SLB (sekolah luar biasa) berada di bawah naungan pemerintah provinsi. Kami dukung keputusan pemerintah provinsi. Apalagi, para orangtua murid pun jauh-jauh hari sudah menanyakan bagaimana keputusan pemerintah,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Halim saat dihubungi di Jakarta, Sabtu siang.
Satriwan menjelaskan, pemerintah daerah mempunyai wewenang terhadap sekolah. Sebagai gambaran, secara umum, institusi PAUD, sekolah dasar (SD), dan sekolah menengah pertama (SMP) berada di bawah naungan dan wewenang pemerintah kabupaten/kota. Adapun sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan SLB berada di bawah naungan dan wewenang pemerintah provinsi.
Pandangan ini menggambarkan pendapat sebagian guru yang mengapresiasi keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menutup sekolah-sekolah selama dua pekan dan menunda pelaksanaan ujian nasional bagi siswa sekolah menengah atas. Keputusan ini dianggap sebagai langkah cepat dan tepat untuk menyikapi merebaknya Covid-19.
Menurut Satriwan, keputusan libur sekolah sampai dua minggu membuat kegiatan belajar-mengajar tetap berjalan melalui daring (dalam jaringan). Dengan demikian, kelompok guru harus cekatan mengunggah materi pelajaran beserta tugas di laman sekolah atau sistem pembelajaran secara daring (e-learning). Hal ini utamanya berlaku bagi guru untuk kelas VII dan VIII (kelas satu dan dua SMP), lalu kelas X dan XI (kelas satu dan dua SMA).
Sementara bagi kegiatan belajar-mengajar di lingkup sekolah dasar, materi pelajaran dan tugas dapat dikirim melalui grup komunikasi daring wali murid.
Pada saat bersamaan, FSGI menyarankan agar keputusan Pemprov DKI Jakarta tersebut tidak mempengaruhi tunjangan kinerja guru berstatus aparatur sipil negara dan honor bagi guru honorer. Urusan kesejahteraan bagi guru sekolah swasta juga semestinya jadi pengawasan pemerintah.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ade Erlangga Masdiana mengatakan, sesuai dengan otoritasnya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait otonomi daerah bahwa pengelolaan sekolah ada di pemerintah daerah, maka keputusan libur sekolah adalah wewenang mereka. Keputusan itu tercipta setelah pembahasan secara komprehensif dan melibatkan dinas pendidikan dan kesehatan setempat.
”Ujian nasional tetap jalan, kecuali pemerintah daerahnya menyatakan menunda maka akan diberikan jadwal ulang,” katanya.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim menilai, pemerintah perlu cermat dan mengambil langkah cepat menyikapi pandemi Covid-19. Selain ujian nasional, pemerintah perlu mengambil sikap terhadap proses pertemuan siswa dan guru di kelas.
”Setelah ujian nasional tingkat SMK selesai disusul ujian SMA dan SMP. Ujian nasional perlu ditunda daripada warga sekolah menanggung risiko penyakit,” katanya.
Abdul Mu’ti, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) periode 2019- 2023, saat dihubungi terpisah, mengatakan, BSNP prihatin dengan penyebaran virus korona baru yang telah menimbulkan pandemi Covid-19 di dunia dan sudah ada korban jiwa. Kendati demikian, BSNP menyatakan ujian nasional tetap dilaksanakan sesuai jadwal, prosedur operasional standar, dan protokol ujian yang telah ditetapkan.
Jika terjadi peristiwa luar biasa yang berpotensi menyebabkan pelaksanaan ujian nasional gagal, penyelenggara dan panitia tingkat pusat menyatakan kondisi darurat dan kritis. Dalam kondisi darurat dan kritis, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan membentuk tim khusus untuk menangani peristiwa tersebut.
Peristiwa luar biasa yang dimaksud, kata Abdul, meliputi bencana alam, huru-hara, perang, dan peristiwa lain di luar kendali penyelenggara ujian nasional.
”Ketika pemerintah provinsi atau kabupaten/kota mengatakan keadaan darurat di wilayahnya, pelaksanaan ujian nasional dijadwalkan tersendiri sesuai keputusan penyelenggara dan panitia ujian nasional pusat,” katanya.