Perguruan Tinggi Diimbau Bentuk Satgas Antisipasi Covid-19 di Kampus Masing-masing
Pemerintah mendorong perguruan tinggi membentuk satuan tugas khusus antisipasi dan pencegahan penyakit Covid-19. Pada saat bersamaan, kegiatan belajar-mengajar dalam jaringan harus memperhatikan perilaku hidup sehat.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mendorong perguruan tinggi membentuk satuan tugas khusus antisipasi penyebaran dan penanganan penyakit Covid-19. Sejalan dengan pembentukan satuan tugas khusus, sivitas akademika diimbau terus menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam dalam siaran pers, Senin (16/3/2020), di Jakarta, menyampaikan hal tersebut.
Dia mengatakan, Mendikbud telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan. SE ini memuat 18 poin instruksi. Sebagai contoh, satuan pendidikan diimbau agar berkomunikasi dengan dinas kesehatan, dinas pendidikan, dan lembaga layanan pendidikan tinggi setempat untuk mengetahui rencana atau persiapan menghadapi penyakit Covid-19.
Selain itu, Nizam mengemukakan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud terus melakukan rekapitulasi jumlah perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang mengambil kebijakan perkuliahan dari rumah. Dia memperkirakan ada sekitar 65 perguruan tinggi yang mulai menerapkan kegiatan belajar-mengajar (KBM) secara daring atau dalam jaringan dengan mengandalkan interaksi melalui internet. Langkah itu diambil untuk mengurangi potensi kerumunan yang rentan memperluas penyebaran penyakit Covid-19, yang telah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia sebagai pandemi. Durasi implementasi KBM seperti itu berbeda setiap institusi.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, saat dihubungi terpisah, berpendapat, dorongan pemerintah agar perguruan tinggi membentuk satuan tugas (satgas) khusus antisipasi penyebaran dan penanganan Covid-19 adalah inisiatif yang bagus. Efektif tidaknya satgas akan ketahuan ketika sudah berjalan.
”Situasi masyarakat sekarang panik. Perguruan tinggi juga berada di masa transisi dari KBM tatap muka menjadi pembelajaran dalam jaringan dengan mengandalkan interaksi melalui internet. Inisiatif apa pun, termasuk membentuk satgas antisipasi penyebaran dan penanganan penyakit Covid-19, harus disambut baik,” ujar Syaiful.
Dia menekankan, hal yang semestinya patut dicermati dulu oleh pemerintah adalah kesiapan perguruan tinggi melaksanakan KBM dalam jaringan dengan mengandalkan interaksi melalui internet. Risiko yang bisa muncul adalah beberapa perguruan tinggi ternyata baru menyiapkan sistem dan materi pembelajaran secara daring. Akibatnya, para mahasiswa mereka kemungkinan lebih memilih jalan-jalan atau berkumpul santai (nongkrong) di luar tempat tinggal.
Syaiful menduga ada sejumlah perguruan tinggi berskala kecil yang memang butuh waktu menyesuaikan KBM tatap muka ke bentuk dalam jaringan dengan mengandalkan interaksi melalui internet. Apalagi, beberapa di antaranya tersebar di luar Jabodetabek.
”Bagi provinsi-provinsi yang belum menjadi basis besar sebaran penyakit Covid-19, saya rasa perlu juga menyiapkan diri. Pemerintah provinsinya mendorong institusi pendidikan tinggi segera menyediakan sistem beserta materi pembelajaran untuk dipakai dalam KBM dalam jaringan dengan mengandalkan interaksi melalui internet,” ujarnya.
Sementara itu, sosiolog pendidikan Warsono juga memiliki pandangan senada. Mahasiswa dikhawatirkan tidak mengikuti KBM dalam jaringan dengan mengandalkan interaksi melalui internet karena kurangnya kesadaran dan pemahaman, termasuk bahaya dan penyebaran Covid-19. Di sisi lain, saat ini, di beberapa kelompok masyarakat mulai muncul perspektif bahwa Covid-19 merupakan cobaan atau hukuman dari Allah atas sikap dan perilaku manusia.
”Akibatnya, peserta didik dan keluarganya kurang peduli terhadap imbauan tetap tinggal di rumah dan ikut KBM dalam jaringan dengan mengandalkan interaksi melalui internet. Potensi seperti ini harus disadari pemerintah. Orang berlatar pendidikan bagus, tetapi daya nalarnya tidak kritis, akan cepat percaya dengan anggapan pandemi sebagai cobaan dari Allah,” katanya.