Pemerintah memprogram ulang anggaran dan kegiatan dengan fokus mencegah dan menangani dampak pandemi Covid-19. Daya beli masyarakat dan kinerja industri dijaga.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo memerintahkan kementerian dan lembaga merealokasi dan mereprogram anggaran guna mencegah dan menangani dampak pandemi Covid-19. Perintah juga ditujukan bagi pemerintah daerah dengan menyesuaikan penggunaan anggaran transfer ke daerah untuk keperluan serupa.
”Arahan Presiden supaya ada kebijakan merealokasi dan merefungsionalisasi anggaran kementerian/lembaga dan daerah. Fokus untuk menangani masalah, baik langsung maupun tidak langsung, Covid-19 ini,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seusai rapat terbatas melalui konferensi video, Senin (16/3/2020).
Presiden yang memimpin rapat dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, meminta kementerian/lembaga dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk program bantuan masyarakat. Program bantuan difokuskan untuk memperkuat daya beli masyarakat, terutama masyarakat bawah yang kehilangan penghasilan akibat pandemi Covid-19.
Pemerintah akan memberikan stimulus bagi perusahaan terdampak yang terancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena produksi menurun akibat Covid-19. ”Bentuknya seperti apa, Menkeu (Sri Mulyani) dan kementerian-kementerian teknis pengelola dana yang menindaklanjuti,” kata Muhadjir. Presiden juga memerintahkan alokasi anggaran perjalanan dinas dan pertemuan dikurangi, lalu dialihkan untuk kegiatan terkait masyarakat, buruh, petani, nelayan, pekerja, serta usaha mikro dan kecil.
”Ada lebih kurang Rp 40 triliun yang bisa dialirkan untuk program-program yang berkaitan langsung dengan konsumsi masyarakat, yang berkaitan langsung dengan daya beli masyarakat, baik petani, nelayan, pekerja, buruh, maupun usaha mikro dan kecil. Saya kira arahnya ke situ,” kata Presiden Joko Widodo dalam siaran pers.
Pengawasan lebih ketat
Muhadjir menuturkan, pengawasan penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19 lebih ketat karena peluang penyelewengan dana bantuan sosial relatif besar. Menteri Keuangan Sri Mulyani melalui akun media sosial mengunggah kegiatannya pada Sabtu (14/3) dan Minggu, yakni rapat secara konferensi video.
Hasilnya, sebagaimana ditulis Sri Mulyani, ia menerbitkan surat edaran bagi kementerian/lembaga agar mampu melakukan realokasi dan reprogram anggaran untuk penanganan masalah Covid-19. Ia juga menerbitkan peraturan Menteri Keuangan sebagai landasan hukum pemda menyesuaikan penggunaan anggaran transfer ke daerah untuk penanganan pencegahan dan mengurangi dampak penyebaran Covid-19.
Juru bicara Menteri Keuangan, Rahayu Puspasari, menyampaikan, Kemenkeu menyiapkan dana alokasi khusus fisik bidang kesehatan dan bantuan operasional kesehatan untuk mengantisipasi, mencegah, dan menangani penyebaran Covid-19.
Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 6/KM.7/2020 tentang Penyaluran Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan dan Dana Bantuan Operasional Kesehatan dalam Rangka Pencegahan dan/atau Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) diedarkan pada Senin (16/3).
Penyaluran dana alokasi khusus memerlukan rekomendasi Kementerian Kesehatan. Setelah mendapatkan rekomendasi, dana alokasi khusus dapat dicairkan paling lambat tujuh hari kerja setelah dokumen rencana kegiatan diterima Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara serta tercantum dalam sistem informasi perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi.
”Pemda harus menyampaikan laporan realisasi dan output DAK fisik bidang kesehatan terkait Covid-19 paling lambat bulan November tahun anggaran berjalan,” kata Rahayu. Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan, selain penanganan medis terhadap penyakit Covid-19, pemerintah juga perlu memperhatikan dampak yang mungkin timbul, terutama di bidang ekonomi, akibat penyakit itu. Semakin lama penanganan Covid-19, dampak bagi perekonomian nasional akan semakin besar.
Menurut Dasco, jika disrupsi dari sisi suplai bagi Indonesia masih terus terjadi serta penyebaran Covid-19 belum terhenti dan masih terasa sampai triwulan II tahun ini, akan ada gelombang pengangguran akibat PHK karena pusat produksi akan tutup. ”Oleh karena itu, DPR mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi dampak ekonomi terburuk dari penyebaran virus korona ini. Penurunan pendapatan artinya akan ada penurunan daya beli masyarakat,” katanya.
Pemerintah tidak bisa ngotot agar proyek bisa selesai sesuai jadwal di tengah situasi seperti ini.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyesuaikan anggaran terkait dampak pandemi Covid-19. Tahun ini, alokasi anggaran untuk Kementerian ESDM Rp 9,7 triliun. Perjalanan dinas yang dianggap tak mendesak akan ditiadakan. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, Kementerian ESDM mengevaluasi kembali anggaran dan dialihkan untuk penanganan Covid-19.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana menambahkan, Kementerian ESDM sedang mendata proyek yang tenaga kerja atau alatnya dari China atau wilayah lain yang terkena dampak Covid-19. ”Ujung-ujungnya bisa terjadi penundaan pengerjaan proyek. Pemerintah tidak bisa ngotot agar proyek bisa selesai sesuai jadwal di tengah situasi seperti ini,” kata Rida.
Tantangan
Kebijakan bekerja dari rumah untuk meminimalkan penyebaran Covid-19 memberikan tantangan bagi industri manufaktur padat karya atau sektor informal. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri mengatakan, kebijakan jaga jarak dapat diterjemahkan melalui kebijakan bekerja dari rumah.
Namun, kebijakan itu sulit diterapkan di pabrik-pabrik padat karya yang peralatan produksinya tersedia di pabrik. Meski demikian, beberapa perusahaan sedang menyusun protokol untuk mengantisipasi penyebaran virus korona baru di lingkungan kerja. Prioritas tetap pada menjamin kesehatan dan keselamatan pekerja, bukan kalkulasi untung-rugi. (NTA/INA/REK/DIM/AGE/APO )