Layanan Pasien Tuberkulosis Dilalihkan ke Rumah Sakit yang Tak Tangani Covid-19
Banyak rumah sakit kewalahan untuk mengatasi pandemi Covid-19 sekarang ini. Pelayanan kesehatan bagi pasien tuberkulosis atau TB dialihkan ke rumah sakit yang tak jadi rujukan pasien penyakit akibat virus korona baru.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kendati banyak rumah sakit rujukan kewalahan selama pandemi Covid-19 sekarang ini, pelayanan kesehatan bagi pasien tuberkulosis atau TB dipastikan tetap tersedia. Protokol penyediaan layanan kesehatan pun diterapkan untuk melindungi pasien dari infeksi SARS-CoV-2.
National TB Program Management Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan, pelayanan terhadap pasien TB di sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 terganggu. Ini dikarenakan jumlah pasien akibat virus korona baru itu meningkat beberapa waktu terakhir. Untuk mengatasinya, pasien TB dialihkan ke rumah sakit nonrujukan Covid-19.
“Beberapa daerah sudah melaporkan bahwa pelayanannya terganggu, misalnya di Sumatra Barat. RSUP Persahabatan Jakarta juga sudah tidak menerima pasien TB resisten obat rawat inap. Mereka mengalihkan pasien ke RS Islam Jakarta, Cempaka Putih,” kata Imran saat dihubungi di Jakarta, Senin (23/3/2020).
Adapun Kementerian Kesehatan mengeluarkan protokol pelayanan TB saat pandemi. Protokol ini ditandatangani setelah berdiskusi dengan sejumlah ahli, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Dinas Kesehatan, dan sejumlah komunitas TB. Protokol berlaku sejak hari ini hingga kondisi kembali kondusif.
Protokol tersebut mencakup beberapa poin penting. Pertama, pengalihan pasien TB ke rumah sakit lain harus dilakukan dengan koordinasi dinas kesehatan setempat. Kedua, interval pemeriksaan pasien di rumah sakit dan puskesmas diperpanjang.
“Pasien TB RO mulanya harus ke rumah sakit setiap hari untuk minum obat. Protokol ini memungkinkan mereka ke rumah sakit seminggu sekali. Mereka akan dibekali obat selama seminggu untuk dibawa pulang,” kata Imran.
Sebelumnya, pasien TB RO tidak diperkenankan membawa pulang obat yang dikonsumsi. Obat tersebut tidak boleh beredar bebas di masyarakat karena termasuk obat keras.
Adapun interval pemeriksaan pasien TB reguler diperpanjang dari dua minggu sekali menjadi dua bulan sekali. Imran menambahkan, protokol ini perlu disertai dengan peran pengawas minum obat (PMO), keluarga, dan komunitas pendamping pasien TB. Ini untuk memastikan pasien tidak putus berobat.
Ketua Perhimpunan Organisasi Pasien TB (POP TB) Budi Hermawan mengatakan, belum ada laporan kasus pasien TB mangkir dari pengobatan selama pandemi. Sejumlah pasien dilaporkan hanya menunda jadwal pemeriksaan laboratorium dan konsultasi kesehatan rutin.
Dokter spesialis paru dan Ketua Programmatic Management Drug Resistance of Tuberculosis (PMDT) RS Dr Moewardi Surakarta, Harsini, mengatakan, setiap hari ada 30-40 pasien TB RO yang datang untuk minum obat di RS tersebut. Kendati cukup kewalahan dengan wabah Covid-19, ia memastikan layanan kesehatan bagi para pasien TB tetap tersedia.
“Layanan tetap tersedia. Walaupun begitu, kami harus mengalihkan pasien TB yang butuh perawatan lanjut ke rumah sakit terdekat. Ini dilakukan karena kami rumah sakit rujukan Covid-19 di Solo Raya,” kata Harsini.
Pengalihan pasien dinilai dapat meminimalkan potensi pasien TB terpapar Covid-19. Pasalnya, lokasi pelayanan pasien TB dengan Covid-19 di RS tersebut berada di jalur yang sama. Selain itu, konsultasi kesehatan bagi pasien TB juga dialihkan ke aplikasi pesan singkat Whatsapp.