Polri: Membandel Tidak Mau Bubar, Warga Bisa Dipidana Penjara
Polri mengingatkan, terkait pencegahan penyebaran Covid-19, masyarakat yang bandel menolak membubarkan diri kendati sudah diimbau Polisi bisa dipidana penjara. Namun, polisi akan lebih dahulu bersikap persuasif.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian akan mengedepankan pendekatan persuasif dalam pelaksanaan Maklumat Kepala Polri tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran Virus Korona atau SARS-CoV-2. Namun, polisi bisa bertindak tegas dengan mengenakan pidana penjara kepada pihak yang membandel, tak mengindahkan imbauan untuk membubarkan diri dari kerumunan.
Maklumat Kapolri Nomor Mak/2/2020 itu dikeluarkan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis pada 19 Maret 2020. Dalam maklumat itu disebutkan bahwa mengacu pada situasi kedaruratan nasional serta cepatnya penyebaran virus korona jenis baru, pemerintah melalui kepolisian mengeluarkan kebijakan untuk menjaga ketertiban dan keamanan.
Selama masa bencana nasional yang ditetapkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, masyarakat diharapkan tak menyelenggarakan kegiatan yang menyebabkan berkumpulnya massa dalam jumlah banyak, baik di tempat umum maupun lingkungan sendiri.
Dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (23/3/2020), Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal M Iqbal menyatakan, Maklumat Kapolri itu dikeluarkan untuk mewujudkan keselamatan publik. Pihaknya memastikan tetap mengedepankan cara persuasif dan humanis untuk melaksanakan maklumat itu.
Untuk itu, kata Iqbal, Polri menyiapkan semua jajarannya di seluruh Indonesia untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Iqbal menyebutkan, 460.000 personel Polri telah bergerak, bekerja sama dengan Tentara Nasional Indonesia ataupun unsur masyarakat lainnya.
”Menyampaikan imbauan kepada seluruh lapisan masyarakat yang terlihat masih berkumpul walau hanya sekadar ngopi di kafe, duduk-duduk, nongkrong di persimpangan, dan sebagainya. Ini bahaya,” kata Iqbal.
Dalam Maklumat Kapolri tersebut, masyarakat dilarang mengadakan pertemuan sosial, budaya, keagamaan, dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan, dan kegiatan sejenis lainnya. Selain itu, kegiatan konser musik, pekan raya, festival, bazar, pasar malam, pameran, dan resepsi keluarga juga dilarang. Demikian pula kegiatan olahraga, kesenian, jasa hiburan, unjuk rasa, pawai, karnaval, dan kegiatan lain yang menyebabkan pengumpulan massa juga dilarang.
Jika ada pihak atau masyarakat yang tidak mengindahkan imbauan tersebut, kepolisian akan menindak tegas sesuai hukum. Tindakan tegas yang dimaksud adalah mengenakan Pasal 212, Pasal 214, Pasal 216, dan Pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman satu tahun empat bulan penjara.
Menurut Iqbal, sejauh ini masyarakat kooperatif dan mengikuti imbauan dari kepolisian. Namun, jika ada pihak atau masyarakat yang tidak mengindahkan imbauan tersebut, kepolisian akan menindak tegas sesuai hukum. Tindakan tegas yang dimaksud adalah mengenakan Pasal 212, Pasal 214, Pasal 216, dan Pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman paling lama satu tahun empat bulan penjara.
”Apabila ada masyarakat yang membandel, yang tidak mengindahkan perintah personel untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara, kami akan proses hukum. Intinya bisa dipidana,” ujar Iqbal.
Kabar bohong
Iqbal juga menyampaikan, kepolisian akan menindak tegas pihak-pihak yang menyebarkan kabar tidak benar atau kabar bohong terkait dengan Covid-19. Sembari menindak tegas, Polri juga menyiapkan tim untuk melakukan kontra narasi terhadap kabar tidak benar yang beredar di internet sehingga masyarakat teredukasi dengan tepat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Raden Prabowo Argo Yuwono menambahkan, hingga Senin (23/3), Kepolisian telah menangani 44 kasus terkait penyebaran kabar bohong terkait coronavirus disease 2019 (Covid-19). Selain itu, Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri dan pemangku terkait lainnya masih mengecek kemungkinan penimbunan alat pelindung diri (APD) yang saat ini stoknya terbatas dan harganya tinggi.
Sementara itu, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Bekto Suprapto berpandangan, melalui Maklumat Kapolri tersebut, Polri menempatkan diri untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai konstitusi. Melalui pendekatan persuasif dan humanis, Polri akan mengedepankan fungsi untuk melindungi dan mengayomi masyarakat.
Menurut Bekto, dalam melaksanakan sebuah kebijakan, tentu tanggapan atau reaksi masyarakat akan beragam, mulai dari yang menurut sampai yang sulit diarahkan, atau bahkan melawan. Oleh karena itu, perlakuan Polri kepada masyarakat bisa berbeda-beda dan bergantung konteksnya.
”Menurut saya, melaksanakan tugas sesuai maklumat Kapolri tentu tidak mudah, tetapi harus tetap diupayakan. Menegakkan hukum itu sebagai upaya terakhir (ultimum remedium),” kata Bekto.