Pembeli Terdorong Kepanikan Saat Mal Beroperasi Terbatas
Sebagian pengunjung belum memahami maksud pembatasan operasional mal di Jakarta yang kian intensif beberapa hari ini. Mereka justru terdorong kepanikan dan membeli belanjaan lebih banyak.
Oleh
Aditya Diveranta
·5 menit baca
Vito (27) agak terburu-buru menuju Mal Grand Indonesia, Rabu (25/3/2020) malam. Langkahnya bergegas menuju ke pusat ritel bahan makanan di lantai dasar saat jam tangannya menunjukkan pukul 19.15.
Ia bergegas karena waktu berjalan menuju pukul 19.30, tidak lama lagi mal di pusat kota ini akan tutup. Malam itu, Vito baru mendapat kabar dari seorang petugas satpam bahwa Mal Grand Indonesia membatasi jam operasional hingga pukul 20.00. Kepanikan serupa muncul sebelumnya saat melihat Plaza Indonesia, mal yang berjarak sekitar 50 langkah dari Grand Indonesia, sudah tutup sejak pukul 17.00. Karena mal hampir tutup, Vito jadi membeli barang berlebihan.
Dari sebelumnya hanya berniat membeli jahe untuk rebusan minuman, Vito jadi turut memborong makanan dan minuman lebih banyak. Pria ini menyetok mi instan dan minuman ringan untuk di rumah. Alasan memborong juga karena esok hari dia takut tidak sempat ke mal sepulang piket dari kantor.
”Saya sebenarnya tadi hendak membeli jahe untuk minuman sehari-hari saja. Pas saya tahu beberapa mal di Jakarta beroperasi terbatas dan ada yang tutup mulai Rabu (25/3/2020), saya jadi belanja agak banyak. Sedikit panik sih, tetapi lebih untuk jaga-jaga stok makanan di rumah,” kata pria yang sehari-hari bekerja di kantor partai politik di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, ini.
Selain Vito, ada Wulan (29) yang juga memborong belanjaan cukup banyak. Perempuan ini membeli beras, kornet, telur, serta sejumlah bahan makanan cepat saji lain untuk kebutuhan di apartemennya hingga sepekan ke depan. Baik Wulan maupun Vito mengakui, pembelian sejumlah barang terdorong sedikit kepanikan saat mengetahui banyak mal di Jakarta mulai beroperasi terbatas. Selain mereka berdua, beberapa pengunjung lain juga memborong belanjaan saat pengujung waktu mal tutup.
Pembatasan operasional mal mengikuti imbauan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait Surat Edaran Nomor 60/SE/2020 tentang Penutupan Sementara Kegiatan Operasional Industri Pariwisata Dalam Negeri Upaya Kewaspadaan terhadap Penularan Infeksi Penyakit Corona Virus Disease (Covid-19). Edaran tersebut meminta para penyewa pusat belanja menutup sementara lapak dagang dan hiburan mulai 23 Maret hingga 5 April 2020 berkaitan dengan penularan virus korona baru atau SARS-CoV-2, penyebab wabah penyakit Covid-19.
Bukan hanya Plaza Indonesia dan Grand Indonesia, sejumlah mal di bilangan Jakarta Pusat dan Jakarta Barat juga telah membatasi operasional mal. Beberapa mal lain, seperti Mal Senayan City, Neo Soho Mall, dan Central Park, juga melakukan pembatasan operasional serupa.
Pembatasan operasional artinya sebagian besar penyewa di mal tersebut akan tutup. Penyewa yang masih buka di sejumlah mal hanya toko yang menjual kebutuhan pokok, seperti ritel bahan makanan, obat-obatan, dan anjungan tunai mandiri (ATM) di lantai basemen.
General Manager Tenant Commercial Relations PT Plaza Indonesia Realty Stella Kohdong mengatakan, manajemen mal mendukung upaya pembatasan operasional ini. Sejak 23 Maret, sebagian karyawan mal telah diimbau bekerja di rumah.
Dengan pembatasan ini, secara otomatis gerai bioskop, wahana mainan anak, dan gerai hiburan lainnya tidak akan buka. Penutupan gerai hiburan bermaksud untuk mengurangi aktivitas kerumunan warga di mal.
Belum dipahami
Upaya mengurangi aktivitas kerumunan di mal rupanya tidak mudah. Sebab, meski mal kian sepi, ada saja orang yang pergi ke mal untuk sekadar mencari hiburan. Ivan Lazuardi (32), misalnya, mengakui dirinya berkunjung ke mal karena bosan berdiam di rumah.
Warga Menteng ini meyakini dirinya baik-baik saja selama menjaga jarak dengan kerumunan di mal. Hal serupa sebelumnya disampaikan Vito. Selain berbelanja, menurut Vito, tujuan orang pergi ke mal adalah untuk menyegarkan pikiran.
”Sebenarnya agak berat juga menjalani pembatasan sosial di rumah buat saya. Saya termasuk orang yang sering bepergian. Namun, karena keadaan seperti sekarang, saya coba ikuti anjuran pemerintah,” ucap Vito.
Perlu diketahui, sejumlah negara saat ini berupaya keras memutus rantai penularan wabah Covid-19. Negara Bagian New York, Amerika Serikat, misalnya, mulai mengisolasi seluruh wilayah per 23 Maret 2020. Hal tersebut lantaran dalam sehari bertambah 5.000 kasus infeksi di Amerika Serikat.
New York Times pun melaporkan, puluhan gerai pakaian di sejumlah pusat belanja tutup untuk mengantisipasi wabah. Hal ini karena mal dianggap menjadi pusat kerumunan yang potensial sebagai medium penularan.
Terkait itu, sosiolog dari Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, mengatakan, urgensi pembatasan sosial belum tertanam pada sebagian kalangan. Padahal, cara ini menjadi satu-satunya langkah yang diandalkan pemerintah untuk menangkal wabah Covid-19.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan pembatasan sosial dilakukan dengan berjaga jarak sekitar 1 meter dengan orang lain. Hal ini untuk mencegah penularan virus melalui droplet atau percikan saat batuk dan bersin dari penderita. Meski sebenarnya bersin yang kuat bisa menyemburkan percikan sampai 3-8 meter, tetapi jarak 1 meter dianggap memadai.
Studi yang diterbitkan New England Journal of Medicine menunjukkan, virus SARS-CoV-2 bisa bertahan dalam tetesan hingga tiga jam setelah orang batuk. Tetesan berukuran 1-5 mikrometer, 30 kali lebih kecil dari lebar rambut manusia, bisa mengudara beberapa jam. Virus juga bisa bertahan di atas kardus 24 jam serta di permukaan plastik dan stainless steel dua-tiga hari. Virus bertahan lama di gagang pintu dan permukaan keras lain. Permukaan tembaga membunuh virus dalam waktu empat jam.
Paulus memandang, sebagian pengunjung mal yang berasal dari kalangan menengah ke atas semestinya memahami instruksi pembatasan sosial. Menurut dia, hanya kaum bebal yang sulit diberi tahu pemahaman seperti itu.
Ia menyarankan istilah pembatasan sosial diumumkan dengan cara lebih praktis. Sebab, pembatasan sosial secara terminologis sulit dipahami oleh sebagian orang. Kata ”berjaga jarak aman”, menurut dia, lebih netral dan mudah dipahami oleh kalangan awam.
Jika cara itu masih sulit, Paulus menyarankan pembatasan sosial melibatkan aparat penegak hukum. ”Saat ini sudah bagus kalau aparat ikut turun tangan. Sebagian orang yang susah diberi tahu memang semestinya dihukum,” ucapnya.
Selama pembatasan sosial belum dipahami sebagai langkah pencegahan, akan sulit untuk memutus rantai penularan. Kesadaran itu penting dimiliki setiap orang, tidak terkecuali pengunjung mal.