Covid-19 memaksa sekolah untuk memberlakukan belajar lewat jaringan internet. Namun, sistem ini sulit berjalan baik bagi anak-anak dari keluarga miskin. Orantua mereka kesulitan menyediakan gawai dan jaringan internet.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekolah-sekolah di Indonesia masih melanjutkan sistem pembelajaran jarak jauh dengan mengandalkan jaringan internet demi mencegah perluasan penularan Covid-19. Namun, sistem ini sulit berjalan efektif bagi anak-anak dari keluarga miskin karena keterbatasan orangtua mereka dalam mengawasi dan menyediakan gawai beserta jaringan internet buat anaknya.
Spesialis Perlindungan Anak Unicef Indonesia, Astrid Gonzaga Dionisio, dalam konferensi pers tanpa tatap muka di Jakarta, Kamis (2/1/2020), menyampaikan, sistem pembelajaran jarak jauh dari rumah tidak bisa dilakukan secara optimal oleh semua anak. Kondisi ini justru bisa berisiko pada anak-anak yang tinggal di keluarga rentan.
”Pada keluaga rentan, stay at home (tetap tinggal di rumah) menjadi tantangan tersendiri. Misalnya pada orangtua yang memang harus tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup harian mereka atau juga orangtua yang masih gagap menggunakan gadget atau internet. Jadi, anak tidak bisa diawasi dengan optimal,” katanya.
Untuk itu, Astrid berharap bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah kepada keluarga miskin dan marjinl bisa segera diberikan. Ini sangat dibutuhkan agar orangtua bisa benar-benar mengawasi anaknya tanpa harus khawatir memikirkan pemenuhan kebutuhan harian keluarga.
Selain itu, ia menambahkan, sistem ini juga semakin berisiko pada anak yang tinggal dengan orangtua yang sering melakukan kekerasan. Belum lagi pada anak yang tinggal di panti asuhan ataupun anak yang tinggal bersama orangtua tunggal.
Meski begitu, Astrid mengatakan, sistem pembelajaran di rumah juga menjadi tantangan bagi sejumlah orangtua. Kemampuan mengasuh anak agar tetap merasa senang dan tidak bosan di rumah butuh keterampilan khusus dari orangtua. Untuk itu, pembelajaran daring bagi orangtua juga diperlukan untuk mengatasi tantangan ini.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati mengatakan, pada prinsipnya anak adalah tanggung jawab orangtua. Dengan begitu, jika terpaksa orangtua masih harus bekerja dan meninggalkan anak di rumah perlu dipastikan ada pengalihan pengasuhan yang tepat.
Selain itu, keterlibatan komunitas seperti keluarga besar ataupun masyarakat di lingkungan tempat tinggal juga punya peran penting untuk mengawasi setiap anak. Apabila ada risiko kekerasan atau pengawasan yang kurang dari orangtua, keluarga besar, atau tetangga bisa memberikan peneguran ataupun membantu mengawasi anak ini.
Menurut Rita, kebijakan belajar dan bekerja di rumah menjadi tantangan bagi orangtua. Orangtua yang masih harus bekerja dari rumah harus juga memberikan asistensi penuh pada anak. Peran ganda pun harus dijalankan saat ini.
”Orangtua perlu sekreatif mungkin menjaga situasi kondusif di rumah agar anak-anak nyaman di rumah. Ayah dan Ibu perlu saling dukung menemani dan mendampingi anak, serta mengurus pekerjaan rumah tangga,” ujarnya.
Meski begitu, kondisi sekarang seharusnya bisa menjadi momentum baik untuk menciptakan kebersamaan yang lebih erat antara orangtua dan anak. Intensitas komunikasi anak dan orangtua menjadi sangat tinggi selama anak di rumah. Untuk itulah, momen ini bisa dimanfaatkan untuk membangun kepercayaan dengan anak agar saling terbuka.
Terkait pembelajaran jarak jauh, Rita mengatakan, orangtua juga sebaiknya tidak perlu khawatir jika ada kendala pada pelajaran anak yang tidak dimengerti. ”Jika orangtua mengalami kesulitan karena tidak familiar dengan tugas dari sekolah, orangtua membantu mengomunikasikan dengan guru agar tugas-tugasnya disesuaikan dengan kondisi daerah, lingkungan, dan kemampuan orangtua,” tutur Rita.