Sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Surabaya, Jawa Timur, terus bersiasat menghadapi Covid-19. Pemasaran secara dalam jaringan dan luar jaringan diperluas agar omzet tetap terjaga.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di Surabaya, Jawa Timur, terus bersiasat menghadapi Covid-19. Pemasaran secara dalam jaringan dan luar jaringan diperluas agar omzet tetap terjaga.
Pemilik toko kelontong, Sutik (49), di Surabaya, Senin (6/4/2020), mengatakan, pemasaran dilakukan dengan memasang tulisan dan menampilkan barang dagangan di depan toko. Promosi itu diharapkan menarik minat warga yang ingin membeli kebutuhan pokok, seperti beras, gula, teh, minyak, dan makanan ringan.
Selama pandemi Covid-19, banyak warga yang berada di rumah dan sesekali mereka keluar. Ketika melintas di depan toko, keberadaan promosi itu diharapkan membuat warga melirik tokonya. ”Sekarang, kan, anak-anak dan orangtuanya sering dirumah, jadi kebutuhan mereka pasti meningkat,” katanya.
Pengiriman dari rumah saya berbeda dengan di aplikasi sehingga pemesanan hanya bisa dilakukan secara langsung (Sufiyanto Arief).
Sejak sebulan terakhir, promosi itu mampu meningkatkan omzet hingga 60 persen. Barang-barang yang mengalami kenaikan penjualan, antara lain, makanan ringan dan minuman. Mayoritas pembelinya adalah tetangga yang berdomisili di sekitar toko.
Pemilik usaha Segosoge, Sufiyanto Arief (41), mengatakan, setiap hari dirinya mengunggah promosi produknya di media sosial. Dia juga mengirimkan pesan ke seluruh nomor kontak yang ada di gawai untuk memberitahukan bahwa dirinya masih menerima pesanan.
Selama masa pandemi Covid-19, dia memaksimalkan penjualan melalui dalam jaringan. Sementara pembelian melalui layanan ojek daring tidak bisa dilakukan karena warungnya yang berada di sentra kuliner tutup. ”Pengiriman dari rumah saya berbeda dengan di aplikasi sehingga pemesanan hanya bisa dilakukan secara langsung,” katanya.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Surabaya Wiwiek Widayati mengimbau warga untuk menjadikan warung dan toko dekat rumahnya sebagai pilihan utama untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Selama wabah, warga diminta tidak keluar rumah sehingga toko yang ada di dekat rumah bisa menjadi pilihan utama.
Menurut dia, harga yang ditawarkan oleh pedagang kecil dan menengah bisa bersaing dengan minimarket berjejaring. Sebab, barang dagangannya dibeli langsung dari distributor sehingga bisa memotong beberapa rantai distribusi. ”Membeli di tempat tetangga sekaligus bisa membantu agar perekonomian tetap stabil,” katanya.
Sudah hampir sebulan terakhir hampir seluruh pedagang, baik di pasar tradisional maupun pasar kaget, di Kota Surabaya mengalami penurunan omzet. Meski semua pasar dilengkapi dengan wastafel portabel berikut sabun, tisu, dan air oleh Pemkot Surabaya, termasuk memasang bilik sterilisasi dan melakukan penyemprotan disinfektan, baik pedagang maupun pembeli, berkurang jumlahnya.
Lebih pasti
Suasana di pasar pun berubah karena banyak lapak yang kosong karena pedagang tak berjualan. Seperti diungkap Sulaiman (50), pedagang di pasar di Kelurahan Gunung Anyar Tambak, dalam sebulan terakhir barang yang dijual hanya yang sudah dipesan pelanggan. ”Setiap sore saya telepon satu demi satu pelanggan, apa saja yang dibutuhkan besok. Dengan cara begini, dagangan lebih jelas, artinya pasti terjual,” kata pria asal Banyuwangi ini.
Bahkan, semakin banyak pelanggan yang sudah mengorder kebutuhannya untuk dibawa besok. ”Order dari konsumen saya tutup sampai pukul 23.00 sebelum berangkat belanja atau kulakan ke Wonokromo,” katanya. Nanti semua pesanan itu diantarkan ke alamat masing-masing sambil menagih pembayaran pesanan.
Cara mengontak pembeli juga dilakukan Najib (45), pemilik warung kelontong di Gunung Anyar. ”Saya rajin mengontak pelanggan dan sebaliknya konsumen juga banyak yang sudah pesan sehari sebelumnya, jadi barang pasti laku terjual. ”Nah, pesanan konsumen saya taruh di gerbang karena pembayaran langsung ke rekening atau bayar di tempat,” ujarnya.