Perketat Pantauan terhadap Pasien Dalam Pengawasan
Selain meningkatkan pola hidup sehat dan disiplin mempraktikkan pembatasan sosial, kejujuran masyarakat akan riwayat kesehatannya juga menjadi kunci penting untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat diminta lebih disiplin dan jujur menginformasikan riwayat perjalanan serta kesehatannya. Ini sangat penting untuk meningkatkan pemantauan terhadap pasien dalam pengawasan serta pencegahan risiko penularan Covid-19.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers tanpa tatap muka di Jakarta, Sabtu (18/4/2020), mengatakan, masyarakat diharapkan bisa menjelaskan seluruh riwayat kesehatan dengan baik saat memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan, baik di puskesmas, klinik, maupun rumah sakit. Dengan begitu, upaya percepatan pelacakan kasus bisa semakin mudah dilakukan.
”Dengan kerja sama ini upaya pelayanan kesehatan bisa lebih komprehensif dan kita juga bisa memberikan penanganan yang tepat dan baik untuk pasien, masyarakat, juga petugas kesehatan yang melayani. Ini sesuai dengan arahan Presiden, salah satunya untuk melakukan pengujian sampel secara masif dan melakukan pelacakan secara agresif,” tuturnya.
Dengan kejujuran masyarakat akan riwayat kesehatannya, pelacakan bisa lebih cepat dilakukan dengan mencari kontak dekat yang terkait.
Dengan kejujuran masyarakat akan riwayat kesehatannya, tambah Yurianto, pelacakan bisa lebih cepat dilakukan dengan mencari kontak dekat yang terkait. Dengan demikian, orang yang memiliki kontak dekat dan berisiko tertular Covid-19 pun semakin cepat ditangani.
Upaya ini tentu perlu diikuti dengan langkah-langkah kedisiplinan dalam menerapkan pembatasan sosial, mulai dari melakukan isolasi ketat, tetap berada di rumah, menggunakan masker ketika terpaksa keluar rumah, serta menerapkan prinsip hidup bersih dan sehat. Bagi daerah yang sudah terjadi penambahan kasus yang cepat dan meluas, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah ditetapkan sehingga bisa segera dijalankan.
Menteri Kesehatan telah menetapkan PSBB bagi sejumlah daerah, antara lain, Provinsi Sumatera Barat; DKI Jakarta; Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang di Jawa Barat; Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan di Banten; Kota Pekanbaru di Riau; Kota Makassar di Sulawesi Selatan; dan Kota Tegal di Jawa Tengah.
”Penyebaran (Covid-19) ini masih terjadi. Jadi, mari berpartisipasi lebih banyak dan lebih serius lagi dengan terus-menerus mematuhi anjuran anjuran pemerintah untuk tetap berada di rumah, menjaga diri dengan cara mencuci tangan, dan menggunakan masker, terutama pada masyarakat di daerah yang sudah mengimplementasikan PSBB,” katanya.
Kementerian Kesehatan mencatat, hingga Sabtu (18/4/2020), terdapat 6.248 kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19 yang tersebar di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, kasus tertinggi terjadi di DKI Jakarta (2.924 kasus), Jawa Barat (641 kasus), Jawa Timur (555 kasus), Sulawesi Selatan (343 kasus), Jawa Tengah (329 kasus), dan Banten (321 kasus).
Adapun total kasus yang sembuh sebanyak 631 kasus. Sementara kasus kematian akibat Covid-19 tercatat 535 kasus. ”Kasus yang kami sampaikan terkait dengan meninggal karena Covid-19 itu adalah kasus yang meninggal dengan konfirmasi laboratorium positif. Untuk kasus PDP yang belum terkonfirmasi, tidak kita catat sebagai jenazah Covid-19. Ini yang harus dipahami supaya tidak semua kasus meninggal di era sekarang selalu dikonotasikan dengan Covid-19,” tutur Yurianto.
Sementara itu, ia juga menyebutkan, jumlah pasien yang diperiksa terkait Covid-19 sejak 1 April 2020 hingga 18 April 2020 sebanyak 39.422 orang dengan total 45.378 spesimen. Pengujian spesimen ini menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) di 35 laboratorium pengujian di seluruh Indonesia.
Bantuan APD
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Husein Habsyi menuturkan, pengadaan alat pelindung diri (APD) diharapkan juga sampai kepada petugas kesehatan di puskesmas. Selama ini, sebagian besar bantuan APD mengalir ke tenaga kesehatan di rumah sakit atau pelayanan kesehatan yang langsung menangani pasien Covid-19.
”Kebutuhan APD untuk tenaga kesehatan masyarakat yang bekerja di puskesmas saat ini sangat minim. Padahal mereka ialah petugas yang ditunjuk untuk mendampingi ODP (orang dalam pengawasan) atau pasien Covid-19 yang disarankan isolasi diri di rumah,” tuturnya.
Husein menambahkan, tenaga kesehatan masyarakat ini juga diharuskan untuk terjun langsung ke masyarakat dalam memberikan edukasi tentang pencegahan dan pengobatan Covid-19. Banyak petugas mengeluhkan bahwa mereka hanya menerima satu masker untuk digunakan selama satu hari ketika mendampingi dan mengedukasi masyarakat.
Padahal, masker ini harus segera diganti jika sudah basah dan tidak boleh dipakai lebih dari empat jam. Untuk itu, risiko penularan infeksi pun menjadi lebih besar. Bantuan ini diperlukan untuk menghambat laju penyebaran virus SARS-CoV-2 sebagai penyebab Covid-19 pada masyarakat dan tenaga kesehatan.