Keterbukaan dan kelengkapan data sangat dibutuhkan dalam pengelolaan pandemi Covid-19. Karena itu, pemerintah berupaya memperbaiki sistem pendataan kasus penyakit yang disebabkan virus korona tersebut.
Oleh
Deonisia Arlinta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterbukaan dan kelengkapan sangat dibutuhkan dalam pengelolaan pandemi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona baru pada skala nasional, bahkan skala global. Untuk itu, pemerintah berupaya memperbaiki dan mengevaluasi sistem pendataan tersebut.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, yang juga Direktur Jenderal Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, mengatakan hal itu, Kamis (23/4/2020), di Jakarta.
Yurianto menegaskan, seluruh pihak, mulai dari pemerintah, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, organisasi profesi, dan para pakar akan dlibatkan untuk membangun sistem data yang baik terkait Covid-19. Tujuannya agar data tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan komunikasi yang efektif, detail, dan transparan kepada semua pihak.
”Kita terus akan mengevaluasi dan memperbaiki sistem pendataan ini. Pemerintah tidak berkepentingan dan tidak mendapat keuntungan apa pun dengan memanipulasi data. Justru itu akan merugikan dan mengacaukan kerja keras yang kita bangun bersama,” ujarnya.
Yurianto menuturkan, total spesimen yang diperiksa terkait Covid-19 di 43 laboratorium di seluruh Indonesia per 23 April 2020 sebanyak 59.935 spesimen dari 48.647 orang. Dari jumlah itu, 7.775 orang terkonfirmasi positif tertular Covid-19 dan 40.872 orang terkonfirmasi negatif.
Sementara itu, jumlah kasus orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 195.948 orang, sedangkan jumlah kasus pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 18.283 orang. Dari seluruh kasus yang terkonfirmasi positif Covid-19, sebanyak 960 orang dinyatakan sembuh dan 647 orang meninggal.
”Basis data kasus sembuh dan kasus meninggal karena Covid-19 merupakan data yang dikonfirmasi dari hasil pemeriksaan laboratorium menggunakan antigen dengan real time PCR (polymerase chain reaction). Ada beberapa kasus kematian ODP dan PDP. Jika kasus tersebut terkonfirmasi positif dari hasil tes antigen, akan dicatat kemudian sebagai kasus kematian akibat Covid-19,” kata Yurianto.
Meski begitu, data terkait ODP dan PDP tetap dihimpun dari setiap provinsi sebagai dasar pemerintah untuk menentukan langkah penanganan Covid-19. Langkah tersebut meliputi, antara lain, distribusi alat pelindung diri (APD), distribusi reagen, dan jumlah kebutuhan sukarelawan.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Didik Budijanto secara terpisah menyampaikan, data terkait informasi pasien, seperti usia, penyakit penyerta, wilayah tempat tinggal, dan jenis kelamin telah dihimpun pemerintah melalui Kementerian Kesehatan. Data tersebut didapatkan berdasarkan penelusuran epidemiologi dari kasus yang telah terkonfirmasi.
”Sebagai supporting data ke gugus tugas, kami telah menyampaikan semua data yang kami punya terkait Covid-19. Itu semua sudah dikirimkan ke gugus tugas sehingga (soal keterbukaan dan penyampaian data) menjadi wewenang gugus tugas,” ucapnya.
Pemeriksaan lambat
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih menilai, data terkait tingginya angka kematian dari PDP yang tidak disampaikan oleh pemerintah menjadi salah satu indikator lambatnya pengujian spesimen.
Sebagai supporting data ke gugus tugas, kami telah menyampaikan semua data yang kami punya terkait Covid-19. Itu semua sudah dikirimkan ke gugus tugas.
Terkait hal itu, pemerintah harus segera meningkatkan kapasitas pengujian, terutama dalam pengadaan reagen untuk tes PCR agar penanggulangan Covid-19 cepat dilakukan. ”Masalahnya tidak hanya keterbukaan data, tetapi juga pada pemeriksaan PCR. Tes ini sangat lama sehingga kasus PDP yang meninggal belum diketahui hasil pemeriksaan (Covid-19)-nya,” ucapnya.
Terkait itu, Yurianto mengatakan, pemeriksaan laboratorium dengan metode real time PCR membutuhkan dukungan reagen dan alat tertentu yang sampai saat ini harus didatangkan dari negara lain. Banyak negara membutuhkan reagen tersebut, sementara kapasitas produksinya terbatas.
”Secara bertahap dan berkelanjutan kami upayakan untuk mendapatkan kebutuhan reagen ini. Mulai 16 April kami sudah dapatkan 10.000 (alat) tes, kemudian 19 April 50.000 tes, dan pada 21 April 12.300 tes. Hari ini kita dapatkan lagi 15.000 tes yang masih dalam penerbangan dari Korea Selatan ke Jakarta. Diharapkan pada 24 April bisa diterima lagi 400.000 tes,” tuturnya.
Reagen tersebut akan dikirimkan ke seluruh laboratorium yang mampu dan memenuhi syarat untuk melakukan pemeriksaan spesimen. Jumlah laboratorium pengujian akan terus ditambah agar pengujian sampel bisa secara masif dilakukan.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro menuturkan, para peneliti dalam negeri kini terus berupaya untuk bisa menghasilkan inovasi yang bisa dimanfaatkan untuk penanganan Covid-19.
Dalam waktu dekat, sejumlah inovasi yang akan dihasilkan, antara alat pemeriksaan dengan metode PCR, alat pemeriksaan cepat massal (rapid test), ventilator, dan alat pelindung diri untuk petugas kesehatan.
”Minggu depan ditargetkan ventilator dan alat rapid test selesai dihasilkan sehingga bisa segera diproduksi. Ini juga diharapkan untuk alat PCR. Alat PCR yang kita kembangkan ini tidak seluruhnya berbahan dasar dari dalam negeri, tetapi ini mengurangi ketergantungan kita dari luar negeri. Alat ini dikembangkan dari virus local transmission (transmisi lokal)di Indonesia,” kata Bambang.