Pandemi Covid-19 Tantang Pelaku Usaha Bertransformasi
Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada perubahan gaya hidup dan konsumsi masyarakat di seluruh dunia. Juga mendisrupsi model bisnis yang selama ini terbangun. Pelaku usaha pun mesti mentransformasi diri.
Oleh
sekar gandhawangi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menantang para pelaku usaha untuk mentransformasi model bisnisnya. Untuk itu, pelaku usaha dinilai perlu punya keterampilan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan.
Pandemi tidak hanya berdampak pada perubahan gaya hidup dan konsumsi masyarakat di seluruh dunia. Namun, juga mendisrupsi model bisnis yang selama ini terbangun. Hal ini dipandang sebagai peluang berinovasi.
”Pandemi menghasilkan masalah sekaligus kesempatan baru. Saya optimistis pelaku usaha berpeluang untuk berkembang di tengah pandemi. Itu sebabnya, mereka perlu bertransformasi dengan memanfaatkan teknologi. Namun, belum semua pelaku menyadarinya,” kata chief executive officer perusahaan teknologi IYKRA Fajar Jaman pada pertemuan virtual, Rabu (6/5/2020).
Ia mengatakan, para pemilik usaha perlu berpikir terbuka pada kemungkinan transformasi. Sebab, pandemi telah mengubah pola bisnis.
Usaha yang dulu dapat dijalankan secara konvensional kini beralih ke transaksi daring. Adapun sejumlah pelaku usaha mulai mengubah kemasan dan pengiriman produk agar sesuai dengan gaya hidup masyarakat selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berlangsung.
Fajar mengatakan, transformasi usaha perlu memperhatikan empat faktor. Keempatnya ialah ketangkasan beradaptasi, pemasaran, prosedur operasi bisnis, dan dukungan teknologi. Ini diperlukan agar pelaku usaha siap menghadapi era normal baru saat dan setelah pandemi.
”Pelaku usaha juga perlu meninjau ulang target pasar mereka. Definisikan ulang produk sesuai kondisi normal baru. Setelah mereka bisa menyesuaikan diri, barulah usaha ditingkatkan dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan,” kata Fajar.
Pelaku UKM dan UMKM dapat menggunakan teknologi yang sederhana. Misalnya, dengan aplikasi untuk merekam laporan keuangan dan catatan penjualan. Data yang tersimpan lantas menjadi modal untuk menganalisis potensi dan kebutuhan bisnis di masa depan.
Pelatihan
Para pelaku usaha akan dibekali pelatihan gratis mengenai transformasi bisnis melalui Future Force Festival 2020 pada 8-9 Maret 2020. Pelatihan ini diselenggarakan melalui konferensi digital dengan mengajak sejumlah tokoh sebagai pembicara.
Kebutuhan masyarakat bergeser selama pandemi. Kebutuhan sekunder cenderung dikesampingkan dan pembelian sejumlah barang turun, seperti televisi, ponsel, dan komputer.
”UKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia. Konferensi ini merupakan cara membantu mereka yang terdampak oleh pandemi dan punya sumber daya yang terbatas,” kata Fajar.
Peserta juga akan diberi pandangan tentang inovasi untuk menyikapi suatu isu. Hal ini membutuhkan modal berupa riset agar inovasi yang dihasilkan relevan dengan kebutuhan konsumen.
Perubahan konsumsi
Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menyatakan, optimisme konsumen turun pada Maret 2020. Ini tampak dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada angka 113,8 pada periode itu, sedangkan IKK pada Februari 2020 adalah 117,7.
Survei juga mencatat keyakinan konsumen untuk membeli barang tahan lama sebesar 109,9 pada Maret. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan Februari, yaitu 112,3.
Kebutuhan masyarakat bergeser selama pandemi. Kebutuhan sekunder cenderung dikesampingkan dan pembelian sejumlah barang turun, seperti televisi, ponsel, dan komputer (Kompas, 5/5/2020).
Adapun masyarakat tetap berbelanja perlengkapan ibadah (46 persen) dan busana (43 persen) untuk Ramadhan. Hal ini sesuai dengan hasil riset SurveySensum Covid-19 Consumer Behavior Track. Survei dilakukan terhadap konsumen berusia 18-55 tahun.
”Ada daftar kategori yang akan dibeli dan yang tidak jadi dibeli konsumen selama Ramadhan. Perlengkapan ibadah dan produk fashion tergolong masih cukup tinggi peminatnya dibandingkan dengan kategori lain. Sebaliknya, konsumen harus membatalkan rencana belanja kategori lain. yaitu perabotan, ponsel, barang elektronik rumah tangga, perhiasan, mainan anak, dan kendaraan bermotor,” kata CEO SurveySensum & NeuroSensum Rajiv Lamba.