Simpang Siur Informasi tentang Kelonggaran Pembatasan Membingungkan Warga
Kabar yang membolehkan warga mudik di tengah pandemi Covid-19 terus merebak. Pemerintah kembali menegaskan tidak ada relaksasi kebijakan pembatasan sosial, tetapi aturan pengecualian larangan bepergian secara mendetail.
Oleh
Aditya Diveranta
·5 menit baca
Sejak Rabu (6/4/2020), publik gaduh merespons kelonggaran pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Sebagian warga mengartikan kelonggaran ini dengan diizinkannya bepergian pada masa pandemi Covid-19. Kegaduhan ini muncul setelah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan wacana itu dalam rapat kerja virtual bersama Komisi V DPR di Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Budi menyebutkan, moda transportasi umum akan kembali beroperasi secara normal mulai Kamis (7/5/2020). Meski begitu, operasional moda transportasi akan dibarengi dengan aturan pengecualian larangan bepergian bagi kalangan warga tertentu.
”Bukan relaksasi, tetapi penjabaran. Artinya, dimungkinkan semua moda angkutan udara, kereta api, laut, bus untuk kembali beroperasi dengan catatan, satu, harus menaati protokol kesehatan,” ujar Budi. Selanjutnya, kriteria warga yang boleh bepergian ditentukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Kementerian Kesehatan.
Meski begitu, penjelasan itu hingga kini masih memicu simpang siur informasi di kalangan publik. Sebagian orang menganggap kembalinya operasional moda transportasi umum akan melonggarkan pembatasan sosial. Padahal, pemerintah sebelumnya menegaskan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan secara ketat.
Yudha Andreas (32), warga Jakarta Timur, menyatakan kebingungannya terhadap rencana Menteri Perhubungan. Yudha menafsirkan operasional moda transportasi umum secara normal justru membuat warga lebih banyak bepergian di dalam kota.
”Kalau transportasi umum dibiarkan beroperasi normal, warga akan berpikir tidak ada pembatasan sosial. Kalau antrean penumpang membeludak, pembatasan sosial di transportasi umum juga akan gagal, dong?” ujar Yudha.
Simpang siur informasi juga membuat Egi Priatna (27) salah paham dengan aturan pengecualian larangan bepergian dari pemerintah. Karena menganggap aturan bepergian antardaerah mengendur, dia berencana membeli tiket kereta menuju Stasiun Gombong dalam waktu dekat.
”Bingung juga dari kemarin istilahnya berubah-ubah, katanya boleh pulang kampung, enggak boleh mudik. Nah, saya ke Jawa Tengah enggak mudik, tapi lamaran. Saya hari ini rencananya mantau tiket kereta dulu dari Stasiun Kiaracondong,” kata warga Bandung, Jawa Barat, ini.
Lain dengan Lifa Prilianita (25), ia memahami maksud regulasi pemerintah saat ini untuk mendetailkan pengecualian terkait larangan bepergian antardaerah. Meski begitu, penjelasan Menteri Perhubungan, Rabu lalu, riskan disalahpahami apabila tidak disimak secara utuh.
”Waktu saya baca di sejumlah kanal berita online, saya awalnya kaget karena ada kebijakan yang kontradiktif seperti itu. Tetapi, setelah dicermati, operasional transportasi umum kini diperketat dengan permintaan surat kesehatan dan tembusan surat perizinan dari instansi yang berkepentingan,” ujar Lifa.
Tidak berubah
Juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, menegaskan, tidak ada perubahan dalam peraturan larangan mudik menjelang Idul Fitri dan pembatasan orang untuk keluar dari wilayah PSBB. Hal yang diatur adalah pengecualian khusus bagi orang-orang tertentu, sesuai Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Surat edaran menjelaskan kriteria pengecualian tersebut adalah untuk orang yang bekerja pada lembaga pemerintahan atau swasta yang melayani percepatan penanganan Covid-19. Hal itu meliputi pelayanan kesehatan, keamanan, kebutuhan dasar, pendukung layanan dasar, serta fungsi ekonomi penting.
Selain itu, surat edaran juga mengizinkan pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat untuk bepergian antardaerah. Orang yang anggota keluarganya sakit keras atau meninggal dunia juga dibolehkan dengan menunjukkan surat keterangan dari pengurus warga setempat. Pemerintah juga membolehkan pemulangan pekerja migran asal Indonesia dengan syarat-syarat khusus.
Adita menjelaskan, kategori orang-orang di atas diizinkan bepergian antardaerah apabila menunjukkan surat tugas dari instansi terkait, surat keterangan sehat, serta hasil tes negatif Covid-19. Bagi yang tidak mewakili lembaga tertentu, harus membuat surat pernyataan yang ditandatangani lurah atau kepala desa setempat.
Pengamat transportasi Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, menuturkan, belum ada aturan yang menjelaskan pengecualian larangan bepergian untuk kalangan tertentu. Dengan keberadaan surat edaran ini, petugas di lapangan akan memiliki landasan perintah untuk menentukan orang yang boleh bepergian selama PSBB. ”Pasti ada keadaan di mana petugas medis, baik dari pemerintahan maupun swasta, harus bepergian antardaerah. Begitu pula untuk pengantar alat kesehatan, surat edaran ini berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan seperti itu,” ucap Ellen.
Ellen menambahkan, rantai perintah untuk larangan bepergian kini menjadi jelas karena ada aturannya. Apabila tidak ada aturan semacam ini, diskresi pengecualian larangan dari pemerintah bisa berbeda-beda terjemahannya. Ditambah lagi, Indonesia ini luas dan penduduknya berbeda-beda, maka persepsinya bisa berbeda-beda pula.
Kendati sudah ada aturan, Ellen menegaskan, harus ada pengawasan ketat terhadap regulasi yang berjalan. Jangan sampai pengecualian larangan justru disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. ”Jangan sampai ada kecurangan yang dilakukan oleh pihak tertentu demi bisa bepergian di masa pandemi. Terutama untuk angkutan darat, seperti bus AKAP yang kerap memiliki terminal bayangan, harusnya tidak ada lagi yang seperti itu,” ujar Ellen.
Adita menerangkan, kegiatan angkutan darat, seperti bus AKAP, akan diawasi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub. Ia memastikan protokol kesehatan Covid-19 tetap berjalan di terminal dan selama perjalanan bus. ”Kementerian Perhubungan menerapkan protokol kesehatan sesuai amanat dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 18/2020 dan Peraturan Menteri Perhubungan No 25/2020. Untuk angkutan darat, pelaksanaannya akan segera diturunkan dalam surat edaran Ditjen Perhubungan Darat,” jelas Adita.
Terkait dengan itu, Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers, Kamis pagi, meminta kedisiplinan warga, aparat, dan semua pihak dalam menjalankan PSBB. Dia mengingatkan kondisi pandemi yang terjadi saat ini tidak langsung turun, tetapi fluktuatif hingga beberapa waktu ke depan.
”Kami berharap puncak pandemi segera menurun. Namun, beberapa ahli memprediksi ketika kasus sudah turun, tidak berarti langsung landai. Ada kemungkinan bisa naik lagi, turun lagi, naik sedikit lagi, dan seterusnya. Artinya, sampai ditemukan vaksin yang efektif, kita harus hidup berdamai dengan Covid-19 untuk beberapa waktu ke depan,” kata Jokowi.