Pemerintah daerah tidak bisa lagi mendaftarkan penduduknya sebagai peserta PBI. Peserta PBI dikhususkan untuk penduduk termiskin dengan mengacu pada Data Terpadu Kementerian Sosial.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat atau JKN-KIS, pemerintah juga mengubah skema bantuan iuran yang mesti ditanggung pusat dan daerah. Seluruh peserta penerima bantuan iuran kini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
Pembagian peran pusat dan daerah itu diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Regulasi itu menyebutkan, tata kelola peserta penerima bantuan iuran (PBI) diambil alih pemerintah pusat.
Data peserta PBI akan disesuaikan dengan Data Terpadu Kementerian Sosial (DTKS) yang meliputi 40 persen penduduk termiskin. Sebelumnya, peserta PBI dibagi antara pemerintah pusat berjumlah 96,5 juta orang dan pemerintah daerah 37 juta orang. Bantuan iuran PBI tetap bersumber dari APBN dan APBD.
Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Kunta Wibawa Dasa Nugraha, Kamis (14/5/2020), mengatakan, pemerintah daerah tidak bisa lagi mendaftarkan penduduknya sebagai peserta PBI. Peserta PBI dikhususkan untuk penduduk termiskin dengan mengacu pada DTKS.
”Nantinya, data PBI hanya ada satu sesuai DTKS. Iuran PBI seluruhnya dibayarkan pemerintah sebesar Rp 42.000 per bulan,” kata Kunta dalam telekonferensi pers di Jakarta.
Pemerintah daerah tidak bisa lagi mendaftarkan penduduknya sebagai peserta PBI. Peserta PBI dikhususkan untuk penduduk termiskin dengan mengacu pada Data Terpadu Kementerian Sosial (DTKS).
Pemerintah daerah dapat mendaftarkan penduduknya sebagai peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) kelas III. Peserta PBPU dan BP akan mendapat bantuan iuran dari pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat. Bantuan iuran disesuaikan dengan kapasitas fiskal daerah masing-masing.
Menurut Kunta, skema pembagian bantuan iuran peserta PBPU dan BP akan diatur lebih detail dalam peraturan menteri keuangan. Bantuan iuran peserta PBPU dan BP yang ditanggung pemerintah pusat dan daerah tahun 2020 sebesar Rp 16.500 per orang, sementara tahun 2021 sebesar Rp 7.000 per orang.
”Bantuan iuran hanya diberikan untuk peserta yang berstatus aktif,” ujar Kunta.
Berdasarkan Perpres No 64 Tahun 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000 per bulan. Iuran peserta kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 per bulan. Ketentuan ini berlaku mulai 1 Juli 2020.
Sementara iuran peserta kelas III segmen peserta PBPU dan peserta BP menjadi Rp 42.000 per bulan. Namun, pada 2020, peserta JKN-KIS kelas III tetap membayar iuran Rp 25.500 per bulan, sama seperti semula. Kekurangan iuran Rp 16.500 ditanggung pemerintah.
Jumlah peserta JKN-KIS tahun 2020 sebanyak 223 juta orang atau 82 persen dari total penduduk. Peserta terdiri dari segmen PBI 133,5 juta orang, PBPU 30,4 juta orang, BP 5 juta orang, pekerja penerima upah pemerintah (PPUP) 17,7 juta orang, dan pekerja penerima upah badan usaha (PPBU) 36,4 juta orang.
Keputusan MA
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani menyampaikan, kebijakan penyesuaian tarif iuran JKN-KIS tetap menghormati dan mempertimbangkan keputusan MA. Penyesuaian tarif iuran tidak hanya untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan, tetapi juga menjamin agar program JKN-KIS dapat berkelanjutan.
”Kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk kebaikan bersama dan untuk memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat dalam jangka panjang,” kata Askolani.
Paling tidak, ada tiga pertimbangan mendasar perlunya penyesuaian tarif iuran. Pertama, menjaga kesinambungan program JKN-KIS. Kedua, menyesuaikan besaran iuran dengan perhitungan aktuaria dan kemampuan membayar. Ketiga, menjalankan ketentuan perihal peninjauan berkala besaran iuran.
Menurut Askolani, penyesuaian tarif iuran saat ini masih di bawah perhitungan aktuaria. Misalnya, peserta kelas I seharusnya Rp 286.085 per bulan, kelas II Rp 184.617 per bulan, dan kelas III Rp 137.221 per bulan. Iuran JKN-KIS juga belum pernah naik sejak 2016 sehingga penyesuaian perlu dilakukan.
”Jika Perpres No 64 Tahun 2020 kembali diajukan ke MA, pemerintah tetap akan mengikuti proses hukum sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku,” kata Askolani.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni menambahkan, Perpres No 64 Tahun 2020 akan mendorong perbaikan BPJS Kesehatan yang tecermin dalam aturan baru tentang perbaikan segmentasi peserta, penyesuaian tarif iuran, pemulihan peserta yang menunggak iuran, dan tambahan peserta yang dapat didaftarkan pemerintah daerah.