Banyak masyarakat yang belum menerima bantuan sosial dari pemerintah pusat. Pemerintah memberikan kelonggaran pemanfaatan dana desa untuk menyalurkan bansos bagi masyarakat yang belum mendapat jatah.
Oleh
Deonisia Arlinta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Aturan terkait pembatasan sosial berskala besar telah berdampak pada penurunan daya beli masyarakat luas. Karena itu, pemerintah berupaya memberikan dukungan melalui program jaring pengaman sosial. Pemanfaatan dana desa pun diharapkan bisa dimanfaatkan sebagai sumber bantuan sosial bagi warga yang belum masuk dalam program tersebut.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani di Jakarta, Jumat (15/5/2020) menuturkan, pemerintah terus meningkatkan upaya perlindungan bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Dalam program jaring pengaman sosial, perlindungan ekonomi akan diberikan melalui program keluarga harapan, kartu sembako, kartu prakerja, penanganan bagi masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja, serta diskon tarif listrik.
“Pemerintah juga memberikan bantuan langsung tunai untuk menambah bantuan perlindungan sosial yang sudah ada selama ini. Sebagian dana desa juga dialihkan untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat desa yang tidak bisa mendapatkan manfaat dari program perlindungan sosial yang ada,” ujarnya.
Dari target sekitar 15,2 juta penerima bantuan, pemerintah akan memperluas mencapi 20 juta penerima bantuan.
Untuk program Keluarga Harapan (PKH), pemerintah telah mengalokasikan bantuan untuk 10 juta rumah tangga penerima PKH hingga April 2020 lalu. Bantuan ini akan diberikan setiap tiga bulan sekali. Selain PKH, bantuan lain diberikan melalui program kartu sembako yang masuk dalam kerangka bantuan pangan nontunai. Dari target sekitar 15,2 juta penerima bantuan, pemerintah akan memperluas mencapi 20 juta penerima bantuan.
“Memang masih ada sedikit kelemahan-kelemahan dari program ini, misalnya masih ada penerimaan yang kurang tepat sasaran kemudian duplikasi bantuan. Kami berupaya terus berkoordinasi untuk memperbaiki pengalokasian dana bantuan sosial. Data dari pada penerima bantuan sosial ini semakin diperbaiki dan semakin ditingkatkan kolaborasi dalam pemberiannya,” turur Askolani.
Dalam siaran pers, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menuturkan, masih ada warga miskin yang sangat membutuhkan bantuan tetapi belum terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Akibatnya, warga miskin tersebut belum menerima bantuan sosial regular, seperti program keluarga harapan (PKH) dan program sembako (bantuan pangan nontunai).
Ia pun mengimbau bagi pemerintah daerah untuk segera mendaftarkan warga miskin yang benar-benar membutuhkan dimasukkan ke dalam DTKS. Sementara itu, warga yang tergolong sudah mampu tetapi masih terdata di DTKS bisa dikeluarkan dari sistem pendataan.
Selain itu, Muhadjir menyampaikan, masih ada beberapa penyaluran bantuan yang tidak tepat sasaran dari data penerima bantuan sosial. Untuk itu, proses verifikasi dan perbaikan data harus terus dilakukan.
“Jumlah penerima bantuan itu banyak sekali dengan total ada 54 juta kepala keluarga di seluruh Indonesia. Dari 54 juta kepala keluarga, pasti ada 1 atau 2 keluarga yang tidak tepat sasaran. Perbaikan perlu dilakukan,” katanya.
Kasus baru
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan, jumlah kasus baru yang dilaporkan pada 15 Mei 2020 bertambah sebanyak 490 kasus dari hari sebelumnya. Dari penambahan ini maka akumulasi kasus positif Covid-19 sejak pertama kali dilaporkan berjumlah 16.496 kasus yang tersebar di 383 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Sementara itu, jumlah kasus kematian yang tercatat bertambah 33 orang sehingga total kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia menjadi 1.076 kasus. Adapun kasus sembuh juga bertambah sebanyak 285 kasus sehingga total menjadi 3.803 kasus.
“Kasus positif dan terkonfirmasi Covid-19 masih terus meningkat. Kabupaten dan kota yang terdampak pun semakin melebar dan meluas. Ini artinya masih ada penularan yang terjadi di masyarakat, terutama penularan dari orang tanpa gejala. Masyarakat harus terus memperketat kedisiplinan dalam mematuhi pembatasan sosial,” ujar Yurianto.
Ia mengatakan, setiap daerah harus semakim mengoptimalkan upaya penurunan kasus baru dan kasus kematian akibat Covid-19. Ini berlaku baik bagi wilayah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maupun yang tidak.
Menurut dia, Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 tidak menghilangkan ketegasan dari pembatasan sosial yang berlaku. Surat ini diterbitkan untuk mengatur secara tegas terkait pihak yang bisa melakukan perjalanan atau tidak.
“Surat edaran nomor 4 ini tidak dimaknai menghilangkan pembatasan namun mengatur pembatasan. Di dalam surat edaran tersebut disebutkan secara tegas, siapa-siapa yang masih bisa melaksanakan perjalanan sepanjang masa PBB untuk keperluan kegiatan dalam pelayanan percepatan penanggulangan Covid-19,” tutur Yurianto.