MUI: Zakat Dapat Dimanfaatkan untuk Penanganan Covid-19
Di tengah pandemi Covid-19, Majelis Ulama Indonesia mendorong pemanfaatan zakat untuk kepentingan penanggulangan wabah Covid-19. Zakat, antara lain, dapat disalurkan kepada fakir miskin yang terdampak wabah ini.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Ulama Indonesia setidaknya telah menerbitkan lima fatwa yang bisa menjadi panduan untuk menjalankan kegiatan keagamaan di tengah pandemi Covid-19. Fatwa itu, antara lain, terkait pemanfaatan zakat dan panduan pelaksanaan shalat Idul Fitri 1441 Hijriah.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) M Asrorun Ni’am Sholeh, dalam konferensi pers tanpa tatap muka, di Jakarta, Senin (18/5/2020), mengatakan, dana zakat, infak, dan sedekah bisa digunakan untuk kebutuhan penanganan Covid-19. Hal itu sesuai dengan yang diputuskan dalam Fatwa MUI Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Zakat, Infak, dan Shodaqoh untuk Penanggulangan Covid-19 dan Dampaknya.
”Ini sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh umat dan bangsa guna kepentingan mencegah, menangani, dan juga menanggulangi Covid-19 serta dampak ikutan, baik dampak kesehatan, sosial, maupun ekonomi,” katanya.
Ia menambahkan, dalam memanfaatkan zakat untuk kepentingan penanggulangan wabah Covid-19 dan dampaknya dengan tetap memenuhi ketentuan yang diatur. Ketentuan itu di antaranya zakat harus secara langsung didistribusikan untuk kepentingan orang yang berhak (mustahik). Penerima harus memenuhi salah satu dari delapan kriteria yang ditetapkan, antara lain Muslim yang fakir miskin, amil, mualaf yang terlilit utang, musafir, ataupun untuk memerdekakan budak.
Selain itu, zakat juga boleh dimanfaatkan untuk kepentingan modal kerja. Zakat juga bisa berbentuk uang tunai, makanan pokok, keperluan pengobatan, atau hal lain yang sangat dibutuhkan oleh mustahik. Pemanfaatan zakat juga boleh bersifat produktif, seperti untuk kepentingan stimulasi kegiatan ekonomi bagi fakir miskin yang terdampak wabah.
Pemanfaatannya juga bisa dalam bentuk aset kelola atau layanan bagi kemaslahatan umat, khususnya bagi kemaslahatan mustahik, seperti penyediaan alat pelindung diri untuk tenaga medis, penyediaan disinfektan, pengobatan, dan kebutuhan para sukarelawan yang bertugas menanggulangi wabah Covid-19.
”Kami mengimbau kepada masyarakat Muslim untuk segera menunaikan zakat fitrah tanpa harus menunggu malam Idul Fitri tiba. Ini setidaknya memiliki dua hikmah, yang pertama agar manfaat zakat bisa segera diterima mustahik yang membutuhkan dan yang kedua agar tidak terjadi penumpukan orang dan barang di satu waktu sehingga justru berpotensi menyebabkan penularan Covid-19,” ujar Asrorun.
Ia menuturkan, MUI juga telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Shalat Idul Fitri. Fatwa ini diharapkan bisa menjadi pedoman praktis bagi pelaksanaan takbir dan shalat Idul Fitri 1441 Hijriah yang akan datang sehingga pelaksanaannya tetap sesuai dengan ketentuan syariat sekaligus tetap menjalankan protokol kesehatan yang ditentukan.
Shalat Idul Fitri bisa dilaksanaan di tanah lapang, masjid, ataupun mushala. Jika memilih untuk melaksanaan shalat di luar rumah, pastikan wilayah tersebut sudah terkendali dari penularan Covid-19. Salah satu indikasinya ditandai dengan sudah terjadi penurunan angka penularan dan bebas dari Covid-19. Selain itu juga dipastikan wilayah tersebut tidak ada lalu lalang keluar-masuk orang yang diduga menjadi pembawa virus.
”Sementara shalat Idul Fitri juga boleh dilaksanakan di rumah, terutama bagi masyarakat yang berada di kawasan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali. Meski begitu, untuk pelaksanaan shalat Idul Fitri, baik di luar maupun di dalam rumah, harus tetap melaksanakan protokol kesehatan. Ini, antara lain, dengan memperpendek bacaan shalat dan juga pelaksanaan khotbah,” tutur Asrorun.
Aturan-aturan terkait pembatasan kegiatan dan aktivitas tertentu sangat dibutuhkan untuk mencegah penularan Covid-19 di masyarakat. Hal ini penting karena penularan Covid-19 masih terjadi di tengah masyarakat Indonesia, ditandai dengan jumlah kasus baru yang masih terus bertambah.
Juru bicara pemerintah untuk penanggulangan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, konfirmasi kasus positif Covid-19 pada 18 Mei 2020 bertambah 496 orang dari hari sebelumnya. Itu artinya, jumlah akumulatif kasus Covid-19 di Indonesia sejak 2 Maret 2020 hingga 18 Mei 2020 menjadi 18.010 orang. Penambahan kasus tertinggi pada 18 Mei 2020 terjadi di Jawa Timur (144 kasus), kemudian Kalimantan Selatan (66 kasus), Sulawesi Selatan (66 kasus), dan DKI Jakarta (49 kasus).
”Untuk kasus sembuh meningkat 195 orang menjadi 4.324 orang. Kasus meninggal bertambah 43 orang sehingga menjadi 1.191 orang. Kasus yang telah terkonfirmasi ini sesuai dengan hasil uji laboratorium, yakni 190.660 spesimen yang diuji menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) di 66 laboratorium dan tes cepat molekuler (TCM) di 10 laboratorium,” kata Yurianto.
Sementara orang dalam pemantauan (ODP) yang masih dipantau per 18 Mei 2020 tercatat 45.047 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) berjumlah 11.422 orang. Seluruh kasus yang dilaporkan tersebar di 34 provinsi dengan 389 kabupaten/kota yang terdampak.