Rumah Sakit di Ambon Tak Mampu Tampung Pasien Covid-19
Kapasitas tempat tidur pada semua rumah sakit rujukan Covid-19 di Ambon, Maluku, tidak mampu menampung semua pasien. Untuk mengatasi hal itu, puluhan pasien dirawat di mes pemerintah dengan fasilitas terbatas.
Oleh
FRANS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Kapasitas tempat tidur pada semua rumah sakit rujukan Covid-19 di Ambon, Maluku, tidak mampu menampung semua pasien. Untuk mengatasi hal itu, puluhan pasien dirawat di mes dengan fasilitas terbatas.
Pada saat bersamaan, lebih dari 20 tenaga kesehatan terinfeksi korona. Kondisi ini memberi peringatan keras bahwa sektor kesehatan di Maluku kini dalam zona kritis. Kesadaran masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan jadi kuncinya.
Menurut informasi yang dihimpun Kompas dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku pada Senin (25/5/2020), di Rumah Sakit Umum Daerah dr Haulussy Ambon, kini tersisa 10 tempat tidur dari total 43 tempat tidur yang disediakan bagi pasien Covid-19. Namun, rumah sakit tersebut masih ditutup hingga Senin malam. Penutupan akibat puluhan tenaga kesehatan terinfeksi korona. Penutupan memasuki hari ke-14.
Di Rumah Sakit TNI AD dr JA Latumeten kini tersisa dua tempat tidur dari total 16 tempat tidur. Di Rumah Sakit TNI AL dr FX Suhardjo kini tersisa satu tempat tidur total delapan tempat tidur. Sementara di Rumah Sakit Polri Bhayangkara kekurangan satu tempat tidur dari total yang disiapkan lima tempat tidur. Akibatnya, satu pasien dirawat di luar kamar. Empat rumah sakit itu diperuntukan bagi pasien yang dianggap kondisinya agak berat.
Kami shalat di rumah saja. Untuk beri ucapan, kami video call. Kondisinya sudah begini, kita ikut saja. Toh, ini untuk kebaikan kita juga. (Hamdi Djempot)
Sementara itu, pasien yang dinilai dalam kondisi lebih stabil ditempatkan di dua mes milik pemerintah, yakni Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Maluku sebanyak 34 orang dan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan Maluku sebanyak 41 orang. Kini, total kapasitas tempat tidur yang masih tersisa pada dua tempat itu pun hanya 21.
Berpotensi naik
Hingga Senin malam, pelacakan terus dilakukan. Ratusan orang diperiksa dan puluhan dari mereka menunggu hasil tes swab. Sampel swab yang diperiksa itu khusus untuk mereka yang mengikuti tes cepat dengan hasil reaktif. Hal itu membuka peluang naiknya jumlah kasus pasien yang harus dirawat di rumah sakit. Jumlah kasus positif di Maluku kini 160 dengan 27 orang di antaranya sembuh dan 7 meninggal.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Maluku Melky Lohi kembali mengimbau masyarakat agar tetap menjalankan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, rajin cuci tangan, dan menjaga jarak aman minimal 1,5 meter. Dengan begitu, laju peningkatan kasus dapat ditekan. Diakuinya, kendati sudah sering diimbau, masih banyak warga yang belum memperhatikan protokol kesehatan.
Menurut pantauan Kompas selama dua hari terakhir, terdapat sejumlah aktivitas berupa kerumunan orang yang berisiko terjadi penularan Covid-19 jika ada di antara mereka telah terinfeksi. Seperti, pada saat shalat Idul Fitri di Masjid Raya Al Fatah Ambon, jarak antara sebagian jemaah tidak lebih dari 1,5 meter dan masih ada di antara mereka tidak mengenakan masker.
Seusai shalat Id, warga bersilaturahmi seperti biasa. Banyak yang berjalan bergerombolan tanpa masker. Meski begitu, banyak pula yang tetap melaksanakan protokol Covid-19.
”Kami shalat di rumah saja. Untuk beri ucapan, kami video call. Kondisinya sudah begini, kita ikut saja. Toh, ini untuk kebaikan kita juga,” kata Hamdi Djempot, warga di Kompleks Tanah Rata, Desa Batu Merah, Ambon.
Menurut dokter Sofyan S Umarella, spesialis penyakit dalam, kasus Covid-19 di Maluku mengalami peningkatan jumlah yang sangat serius. Ada tiga faktor penyebab, yakni rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan, lemahnya deteksi dini dan penanganan oleh pemerintah, serta tidak memadainya dukungan sumber daya manusia serta sarana prasarana.
Para dokter, menurut dia, seperti menyiram air ke api atau mengobati penyakit (api), tetapi masyarakat bahkan kebijakan pemerintah bisa seperti menyiram minyak tanah ke api.
Sementara masyarakat tidak mengindahkan pembatasan sosial serta kebijakan pemerintah yang masih membuka tempat keramaian dan jalur potensi penularan. ”Akibatnya, penyakit Coviod-19 akan lama bisa dipadamkan atau disembuhkan,” katanya.