Tanpa Surat Izin, Warga Tak Bisa Kembali Masuk DKI Jakarta
Masyarakat yang akan berpergian ke luar ataupun masuk perbatasan wilayah wajib menunjukkan surat izin keluar masuk berserta surat keterangan terbebas dari Covid-19. Ini menjadi bagian pembatasan sosial berskala besar.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat yang hendak bepergian ke luar ataupun masuk perbatasan wilayah diwajibkan menunjukkan surat izin keluar masuk berserta surat keterangan terbebas dari Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona jenis baru. Ini juga berlaku bagi masyarakat yang hendak datang ke wilayah DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (25/5/2020), mengatakan, jumlah penambahan kasus di wilayah DKI Jakarta sudah mulai berkurang. Meski begitu, evaluasi lebih lanjut masih dibutuhkan untuk menentukan keberlanjutan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Berdasarkan data yang diperoleh dari survei Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan beberapa akademisi fakultas kesehatan masyarakat, pembatasan yang dilakukan di wilayah Jabodetabek menunjukkan hampir 60 persen warga tidak bepergian. Kendaraan pribadi pun tinggal 45 persen, penumpang mass rapid transit (MRT) hanya 5 persen, dan penumpang bis sekitar 10-12 persen.
”Apabila hari ke depan angkanya meningkat karena kita mulai bepergian, tidak disiplin menggunakan masker, dan tidak mencuci tangan, ada potensi harus memperpanjang PSBB. Masa akhir perpanjangan PSBB pada 4 Juni nanti akan bersamaan dengan musim arus balik. Itulah mengapa Pemprov DKI membuat ketentuan khusus,” ujarnya.
Untuk itu, Anis menambahkan, semua orang yang akan bepergian ataupun masuk ke wilayah DKI Jakarta harus memiliki surat izin keluar masuk (SIKM). Hal itu sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Berpergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Masa akhir perpanjangan PSBB pada 4 Juni nanti akan bersamaan dengan musim arus balik. Itulah mengapa Pemprov DKI membuat ketentuan khusus.
Untuk itu, dia pun memastikan orang yang sebelumnya bisa meninggalkan Jakarta belum tentu bisa kembali ke DKI Jakarta. Jajaran kepolisian dan TNI akan disiagakan untuk menjaga setiap perbatasan wilayah.
Pemeriksaan pun akan dilakukan sehingga, jika ada masyarakat yang tidak memiliki surat izin keluar masuk, mereka tidak akan diperbolehkan masuk ke wilayah Ibu Kota. Kebijakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya gelombang penularan baru yang bersumber dari luar DKI Jakarta.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menuturkan, kebijakan terkait pembatasan perjalanan tersebut juga telah diatur dalam Surat Edaran Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020. Perjalanan orang antarbatas wilayah hanya bisa dilakukan pada masyarakat yang memiliki kepentingan mendesak, seperti perjalanan dinas, sakit parah, ataupun terkait kematian.
”Setiap orang yang bepergian wajib menunjukan surat keterangan, salah satunya surat keterangan kesehatan bebas Covid-19 dengan pemeriksaan rapid test untuk jangka waktu kedaluwarsa tiga hari dan PCR tes jangka waktu tujuh hari. Untuk yang tidak bisa menunjukkan surat keterangan, aparat gabungan akan meminta orang tersebut kembali ke tempat semula,” kata Doni.
Kasus baru
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, jumlah penambahan kasus baru Covid-19 yang tercatat per 25 Mei 2020 sebanyak 479 orang sehingga total kasus sejak pertama kali diumuman pada 2 Maret 2020 menjadi 22.750 orang. Adapun kasus tersebut diambil berdasarkan hasil pemeriksaan 256.946 spesimen dari 183.192 orang.
Sementara jumlah orang dalam pemantauan (ODP) yang masih dipantau sebanyak 49.361 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) yang masih diawasi ada 12.342 orang. Data itu didapatkan dari laporan 34 provinsi dan 405 kabupaten/kota di Indonesia.
”Yakinkan bahwa keluarga kita yang di rumah tidak tertular dari virus yang kita bawa dari luar rumah. Jangan melakukan kontak dengan anggota keluarga tanpa terlebih dahulu mengganti baju dan membersihkan diri. Banyak sekali kasus yang terjadi karena tertular oleh orang dewasa yang mobilitasnya cukup tinggi, padahal dia tidak pernah keluar rumah, misalnya pada anak-anak,” tutur Yurianto.