Pemberangkatan Haji Ditunda hingga 2021 karena Pandemi Covid-19
Pembatalan keberangkatan haji tahun ini dinilai sebagai keputusan yang paling maslahat bagi umat Muslim di Indonesia. Pembatalan ini nantinya juga akan disertai sejumlah penyesuaian prosedur dari Kementerian Agama.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Agama resmi membatalkan seluruh perjalanan haji untuk 1441 Hijriah atau tahun 2020 Masehi demi mengantisipasi dampak pandemi Covid-19. Pembatalan perjalanan haji tahun ini akan dialihkan untuk tahun 2021 atau pada 1442 Hijriah dengan sejumlah penyesuaian.
Keputusan tersebut disampaikan Menteri Agama Fachrul Razi dalam telekonferensi pers, Selasa (2/6/2020), seiring terbitnya Keputusan Menteri Agama (KMA) RI Nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441 Hijriah atau 2020 Masehi.
Keputusan ini menegaskan pembatalan keberangkatan haji berlaku bagi seluruh jemaah, baik kuota haji reguler dan khusus dari pemerintah maupun jemaah dengan visa haji mujamalah dan furoda yang bersifat khusus diterbitkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Seiring dengan pembatalan ini, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) yang telah disetorkan jemaah akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Fachrul mengatakan, batalnya pemberangkatan tahun ini telah mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 yang belum mereda, baik di Indonesia maupun Arab Saudi. Berdasarkan keputusan resmi, pemerintah tidak ingin mengorbankan risiko kesehatan jemaah dan petugas haji.
”Setelah berkonsultasi dengan sejumlah lembaga otoritas dan Majelis Ulama Indonesia, keputusan yang diterbitkan saat ini diyakini paling tepat dan paling maslahat bagi jemaah dan kita semua,” ungkap Fachrul dalam siaran telekonferensi, tadi siang.
Sebelumnya, Kementerian Agama telah mengkaji tindakan mitigasi berhaji di masa pandemi bersama Pusat Krisis Haji beberapa bulan lalu. Pada April lalu, muncul tiga skema penyelenggaraan ibadah haji yang disiapkan.
Pertama, yakni haji diselenggarakan secara normal sesuai kuota. Kedua, haji diselenggarakan dengan pengurangan kuota hingga 50 persen untuk menerapkan physical distancing. Ketiga, penyelanggaran ibadah haji tahun ini dibatalkan. Setelah melihat perkembangan situasi saat ini, opsi pembatalan keberangkatan haji dipilih karena dianggap memberi risiko paling minim.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Nizar mengatakan telah berkomunikasi secara proaktif dengan otoritas Pemerintah Arab Saudi. Meski pihak Arab Saudi telah membuka Masjid Nabawi secara bertahap mulai 31 Mei, pihak Kementerian Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi belum dapat memastikan kapan kegiatan haji kembali diselenggarakan.
Setelah berkonsultasi dengan sejumlah lembaga otoritas dan Majelis Ulama Indonesia, keputusan yang diterbitkan saat ini diyakini paling tepat dan paling maslahat bagi jemaah dan kita semua.
Nizar menilai tidak ada kecukupan waktu apabila pemerintah memaksakan keberangkatan haji pada 26 Juni mendatang. ”Kalau menghitung hari ini, hanya tersisa sekitar 24 hari menjelang keberangkatan haji. Sementara itu, kita masih butuh proses pengurusan visa, kemudian protokol kesehatan, belum lagi karantina, dan sebagainya,” ujarnya.
Kementerian Agama sebelumnya juga mengkaji kondisi pembatalan keberangkatan haji yang terjadi karena adanya wabah. Fachrul menjelaskan, berdasarkan kajian, Pemerintah Arab Saudi pernah menutup ibadah haji karena wabah Tha’un pada 1814. Pembatalan serupa juga terjadi pada 1892 karena wabah kolera dan wabah meningitis pada 1987. Sementara itu, Indonesia juga pernah menutup layanan haji karena Agresi Militer Belanda I pada 1947.
Berdasarkan kajian dari Kementerian Agama, Fachrul menekankan bahwa pembatalan haji tahun ini demi menjaga kesehatan warga negara. ”Dari kajian yang telah kami lakukan, didapatkan fakta bahwa penyelenggaraan ibadah haji pada masa terjadinya wabah berisiko mengorbankan jiwa jemaah haji sehingga kami berusaha mencegah tragedi kemanusiaan itu terjadi,” katanya.
Penyesuaian
Fachrul menjelaskan sejumlah penyesuaian dalam kondisi pembatalan haji tahun ini. Penyesuaian terutama dilakukan pada skema pengembalian BPIH yang dapat diminta jemaah apabila membutuhkan. ”Silakan, (pengembalian biaya) itu bisa diatur dan kami akan dukung sebaik-baiknya,” ucap Fachrul.
Dengan terbitnya keputusan pembatalan saat ini, keberadaan petugas haji daerah pada penyelenggaraan ibadah haji tahun ini dinyatakan batal. BPIH yang dibayarkan juga akan dikembalikan. Menurut Fachrul, Gubernur setempat dapat mengusulkan kembali nama susunan petugas haji daerah pada keberangkatan haji tahun depan.
Bersamaan dengan itu, sejumlah layanan haji di dalam negeri akan tetap dilaksanakan. Manasik haji akan dilakukan secara daring serta pelunasan BPIH akan tetap dilakukan dengan menerapkan protokol keamanan Covid-19.
Hingga 2 Juni, Pemerintah Arab Saudi hanya membuka Masjid Nabawi di Madinah untuk aktivitas shalat dan ibadah keseharian. Publik hanya diizinkan menunaikan shalat dan ibadah lainnya di area perluasan serta halaman masjid. Belum ada informasi lebih lanjut terkait pembukaan rumah ibadah untuk keperluan haji dan umrah (Kompas, 30/5/2020).
Kepala Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Abdul Rahman al-Sudais menegaskan bahwa penutupan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi sebelumnya merupakan komitmen atas pelaksanaan protokol kesehatan demi melindungi para pengunjung dari penyebaran Covid-19. Ia menegaskan pula, Pemerintah Arab Saudi lebih mengutamakan keselamatan dan kesehatan publik dengan tetap melarang sementara kunjungan ke Masjidil Haram dan Masjid Nabawi saat ini (Kompas, 29/5/2020).