Penerapan Normal Baru Perlu Didasari Kajian Terukur
Normal baru tidak bisa serta merta diterapkan, jika syarat-syaratnya tidak dipenuhi. Salah satunya, penerapan tatanan hidup baru mesti didasari data dan analisis yang terukur terkait pengendalian penularan Covid-19.
Oleh
Deonisia Arlinta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Pemerintah tidak bisa serta merta menerapkan normal baru sebelum melakukan kajian menyeluruh dan menghasilkan data dan analisis sebagai acuan. Keputusan penanganan Covid-19 harus didasari indikator dan parameter yang terukur dan objektif. Jika pun tatanan hidup baru nanti dilaksanakan, itu perlu disertai protokol kesehatan yang ketat dan diikuti semua kalangan.
“Pemerintah jangan langsung melangkah ke adaptasi normal baru sebelum dilakukan kajian komprehensif. Kajian ini harus memerhatikan eferensi epidemiologis dan medis serta membuat road map dan fase transisi dengan indikator yang terukur. Aturan kewajiban pemakaian masker, pengaturan jarak fisik dan sosial, mencegah terjadinya potensi kerumunan juga perlu dipertegas,” kata Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia M Adib Khumaidi, di Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Pemerintah diminta meningkatkan integrasi dan sinergi antara pusat dan daerah dalam penanganan Covid-19, memetakan kapasitan pelayanan kesehatan di setiap daerah, serta mengevalusiasi penanganan Covid-19, baik secara nasional maupun regional di tiap wilayah. Strategi penanganan Covid-19 pun dinilai perlu diperbaiki dengan melakukan perencanaan kontijensi berbasis data epidemiologi dan medis.
Pendapat tersebut disampaikan terkait wacana penerapan normal baru dan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) belakangan ini. Wacana ini menyulut polemik karena kasus positif Covid-19 terus bertambah.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menuturkan, hingga 4 Juni 2020, tercatat 585 penambahan kasus dari hari sebelumnya, di antaranya di di Kalimantan Selatan (109 kasus), DKI Jakarta (94 kasus), Jawa Timur (90 kasus), dan Sulawesi Selatan 54 kasus). Secara kumulatif total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 28.818 kasus. Adapun total kasus sembuh yang dilaporkan hingga 4 Juni 2020 menjadi 8.892 kasus dan kasus kematian mencapai 1.721 orang.
Terkait uji pemeriksaan, setidaknya sebanyak 367.640 spesimen yang sudah diperiksa dari 251.736 orang. Pemeriksaan dilakukan di 345 laboratorium, baik di laboratorium berbasis Polymerase chain reaction (PCR) ataupun laboratorium berbasis tes cepat molekuler.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menuturkan, Pemulihan aktivitas sosial ekonomi yang aman Covid-19 harus memertimbangkan tiga indikator sesuai arahan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni kondisi epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan yang tersedia. Untuk indikator epidemiologi, digunakan data laju kasus positif dan kasus pasien dalam pengawasan (PDP). Jumlah kasus sembuh dan jumlah kasus kematian harus menjadi pertimbangan.
“Sumber data dari data surveilans dan database dari rumah sakit. Data dianalisis untuk menjadi data kumulatif mingguan. Analisis ini untuk menentukan status risiko, apakah daerah masuk dalam zona hijau, zona kuning, zona oranye, atau zona merah,” ucapnya.
Zona hijau adalah wilayah yang belum ditemukan penularan kasus positif Covid-19. Zona kuning berisiko rendah dengan adanya temuan sedikit kasus. Zona oranye berrisiko penularan sedang dengan kasus cukup besar. Zona merah berisiko penularan paling tinggi dan kenaikan kasus juga sangat besar. Jadi, tiap daerah memiliki tingkat risiko yang berbeda.
Sebelum mengambil keputusan penanganan Covid-19, gugus tugas wilayah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota perlu berkoordinasi dengan berbagai pihak, seperti tokoh masyarakat. Dengan begitu, seluruh pihak mengawasi upaya penanggulangan Covid-19 di daerah tersebut.
“Jadi, tidak ada perlakuan sama untuk semua daerah dalam konteks pemulihan aktivitas sosial ekonomi yang aman Covid-19,” tuturnya. Saat bersamaan, pemerintah harus meningkatkan testing dan tracing (penelusuran). Isolasi kasus juga ketat dan tata laksananya di fasilitas kesehatan perlu ditingkatkan. (LAS)