Sosialisasikan Protokol Kesehatan kepada Pemangku Kepentingan
Pemerintah Kota Surabaya menggencarkan sosialisasi protokol kesehatan ke sejumlah pemangku kepentingan di sektor agama dan ekonomi untuk tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya menggencarkan sosialisasi protokol kesehatan ke sejumlah pemangku kepentingan di sektor agama dan ekonomi. Mereka diingatkan untuk tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan agar mencegah terjadinya penularan dan memutus mata rantai penularan Covid-19
Sosialisasi dilakukan secara virtual oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada Rabu (10/6/2020) bersama pengurus gereja, wihara, kelenteng, dan takmir masjid. Sosialisasi juga diikuti sejumlah perwakilan Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia.
”Kami sudah membuat protokol-protokol dan terus disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan di Surabaya. Pedoman secara tertulis segera diedarkan,” katanya.
Risma mengatakan, pengurus tempat ibadah dan pengelola pusat perbelanjaan memiliki kewajiban untuk memastikan seluruh orang mengikuti protokol kesehatan. Pengawasan internal dinilai lebih efektif karena bertanggung jawab terhadap jemaah ataupun konsumennya.
Kami sudah membuat protokol-protokol dan terus disosialisasikan kepada seluruh pemangku kepentingan di Surabaya. Pedoman secara tertulis segera diedarkan.
Harus ketat
Beberapa hal yang terus diingatkan, antara lain, pengurus tempat ibadah harus menyiapkan petugas untuk menjaga di pintu masuk area tempat ibadah. Mereka wajib memastikan seluruh jemaah mengikuti protokol kesehatan, seperti mengenakan masker dan pengecekan suhu tubuh sebagai bagian dari penapisan orang yang masuk dalam tempat ibadah tersebut.
Pengurus tempat ibadah juga wajib untuk menyampaikan kepada jemaahnya jika ada yang merasa sakit, seperti batuk, sesak napas, dan flu, agar beribadah di rumah. Kondisi mereka yang kurang sehat rentan terpapar Covid-19 karena imunitas sedang rendah.
Di Surabaya, ada beberapa orang yang masuk dalam kategori orang tanpa gejala (OTG) Covid-19. Mereka secara fisik sehat dan tidak merasakan sakit apa pun, tetapi berpotensi menularkan virus ke orang lain. Oleh sebab itu, penapisan dan jaga jarak mutlak dilaksanakan dengan cara mengurangi kapasitas hingga 50 persen.
”Pendingin ruangan agar dimatikan dan jemaah membawa peralatan sendiri dari rumah,” tutur Risma.
Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya RD Eko Budi Susilo mengatakan, peribadatan di gereja di Keuskupan Surabaya paling cepat bisa dilaksanakan awal Juli. Saat ini Keuskupan sedang menyusun protokol peribadatan hingga kegiatan gereja tingkat lingkungan.
Kemungkinan seluruh gereja sebanyak 44 paroki dengan 160.000 umat di Keuskupan Surabaya baru bisa menggelar misa di dalam gereja awal Juli. ”Protokol peribadatan tidak hanya soal jarak, tetapi juga menyangkut tata cara beribadah baik di gereja maupun di lingkungan,” kata Romo Eko Budi Susilo di Surabaya seusai melakukan pembahasan dengan Uskup Surabaya Mgr Vincentius Sutikno Wisaksono.
Terkait ketentuan protokol peribadatan, menurut Romo Eko Budi Susilo, tetap mengacu pada Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2020. Walaupun dalam SE itu tidak mengatur secara terinci terkait teknis penyelenggaraan peribadatan dalam normal baru. Nantinya protokol peribadatan juga mengacu pada Peraturan Wali Kota Surabaya yang kini sedang dibuat.
Dengan ketentuan ini bisa jadi jadwal misa di setiap paroki bertambah banyak. Selain itu, seluruh orang yang masuk di kompleks gereja wajib menjalani pengukuran suhu badan, cuci tangan, dan tidak bersalaman. Bahkan, akan ada pembatasan bagi lansia agar mengikuti misa dari rumah secara virtual lalu komuni akan diantar oleh asisten imam.
Tim dari keuskupan juga sedang mencari pola mengumpulkan kolekte umat. Besar kemungkinan kolekte dilakukan oleh umat sebelum masuk dalam gereja. ”Prinsip segala aktivitas baik di rumah maupun di tempat umum, termasuk tempat ibadah, harus memperhatikan protokol kesehatan untuk menghadang penyebaran virus korona. Dengan menjaga diri sendiri, otomatis bisa melindungi sesama,” ujar Vikjen Keuskupan Surabaya itu.