Pusat konsumsi ditantang untuk memulihkan kepercayaan publik dengan menerapkan protokol kesehatan dalam masa wabah Covid-19. Kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan menentukan keberhasilan pencegahan penularan.
Oleh
IQBAL BASYARI/AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pusat konsumsi ditantang untuk memulihkan kepercayaan publik dengan menerapkan protokol kesehatan dalam masa wabah virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) penyebab coronavirus disease 2019 (Covid-19). Kedisiplinan menerapkan protokol kesehatan menentukan keberhasilan pusat konsumsi mencegah penularan Covid-19 yang mematikan.
Namun, dari pantauan Kompas, sepekan terakhir, pusat konsumsi, antara lain sentra kuliner, pasar, dan perbelanjaan, belum secara penuh menerapkan protokol kesehatan. Di Pasar Pabean, Pasar Keputran, perbelanjaan di Jalan Pasar Turi dan Jalan Kramat Gantung, sejumlah kedai kuliner di Jalan Jagir, Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Darmo masih terlihat kalangan penjual, pedagang, atau pelayan tidak bermasker, tidak bersarung tangan, tidak menyediakan pensanitasi tangan (hand sanitizer), dan tidak disiplin jaga jarak fisik dengan sesama.
Di sisi lain, konsumen kurang tertib saat datang berbelanja dengan tidak memakai pelindung diri (masker, sarung tangan, pelindung wajah), tidak mengantre, dan berdesakan atau tidak jaga jarak fisik.
Kondisi tadi juga sesuai dengan evaluasi oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya terhadap Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Kota Surabaya.
Pedagang kami minta memakai nampan untuk menerima uang pembayaran dari pembeli sehingga tidak terjadi kontak langsung.
Evaluasi terhadap pemantauan kurun 16-22 Juni 2020. Penilaian terhadap 106 pasar rakyat memperlihatkan yang patuh 65 lokasi, sedangkan yang tidak patuh 41 tempat. Untuk 61 toko, swalayan, dan pusat perbelanjaan, yang patuh ada 43 tempat, sedangkan yang tidak patuh 18 lokasi. Yang menyedihkan ialah penilaian terhadap 51 restoran, rumah makan, kafe, warung, dan usaha sejenis karena yang patuh hanya 5 tempat.
”Padahal, petugas secara rutin patroli ke tempat-tempat umum untuk memastikan seluruh warga dan pengelola disiplin menerapkan protokol kesehatan,” ujar Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto, Rabu (24/6/2020).
Secara terus-menerus, masyarakat dan pengelola tempat usaha diingatkan untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan. Keberhasilan dalam penanganan wabah Covid-19 benar-benar ditentukan oleh dukungan publik berupa kepatuhan menerapkan tata cara hidup yang mampu mencegah penularan.
Dari hasil pemantauan pada 12 bidang kegiatan, kata Irvan, kepatuhan protokol kesehatan di pusat kuliner ternyata terendah. Pengelola dan konsumen sama-sama tidak disiplin atau mengabaikan pentingnya protokol kesehatan. Padahal, pelanggaran terhadap anjuran protokol kesehatan bisa berdampak pada sanksi administratif secara berjenjang, yakni teguran lisan lalu tertulis, penyitaan dokumen pribadi (kartu tanda penduduk), penutupan sementara, sampai pencabutan izin.
Segera pulang
Warga Wonokromo bernama Maya (31) mengatakan, wabah memaksa dirinya untuk tidak berlama-lama berada di pusat konsumsi guna belanja kebutuhan. Jika ke pasar, waktu yang diperlukan sekitar 30 menit atau relatif cepat dari situasi sebelum wabah menyerang. ”Kalau ke pasar, saya berusaha melakukan transaksi secepat mungkin,” katanya.
Direktur Pembinaan Pedagang PD Pasar Surya M Taufiqurrahman menambahkan, pihaknya telah memasang tirai plastik pada seluruh lapak dan kios di pasar-pasar rakyat. Tirai plastik diharapkan mampu mengurangi risiko penularan Covid-19 antara pedagang dan pembeli saat transaksi. Selain itu, telah ditempatkan 211 tempat cuci tangan dengan sabun di pasar-pasar tradisional di Surabaya.
”Pedagang kami minta memakai nampan untuk menerima uang pembayaran dari pembeli sehingga tidak terjadi kontak langsung,” kata Taufiqurrahman.
Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, berpendapat, kepatuhan otoritas dan masyarakat benar-benar menentukan keberhasilan penanganan wabah Covid-19 di ibu kota Jatim ini. Namun, data memperlihatkan, situasi wabah yang tergambar dari jumlah warga terjangkit, kematian, pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang dalam pemantauan (ODP) terus naik.
Berdasarkan laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/ yang dikelola oleh Pemprov Jatim, tercatat 10.092 warga terjangkit dengan rincian 753 kematian, perawatan 6.115 pasien, kesembuhan 2.995 orang, dan konfirmasi domisili 229 jiwa. Selain itu, tercatat 9.597 PDP dengan 1.159 kematian. Juga tercatat 27.655 ODP dengan 147 kematian.
Berdasarkan laman resmi https://lawancovid-19.surabaya.go.id/ yang dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya, ada 4.878 warganya yang terjangkit dengan rincian 362 kematian, perawatan 2.846 pasien, dan kesembuhan 1.670 orang. Selain itu, ada 4.530 PDP dengan 302 kematian serta 4.311 ODP dengan 24 kematian.
Sosiolog Universitas Airlangga, Doddy Sumbodo Singgih, berpendapat, rendahnya kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan, terutama jaga jarak fisik, terkait dengan sifat kodrati manusia sebagai makhluk sosial. Pemakaian pelindung diri bisa diterima dan diterapkan, tetapi sulit bagi seseorang untuk jaga jarak dan tidak berkumpul. Padahal, karakteristik penularan Covid-19 dari percikan atau cipratan cairan tubuh dari penderita ke orang lain dalam jarak dekat.
”Akibat wabah Covid-19, physical distancing melarang orang untuk berkumpul sehingga sisi kodrati bertolak belakang dengan upaya pencegahan penularan,” kata Doddy.