Transisi Adaptasi Baru, Salon Hanya Boleh Layani Perawatan Rambut
Pembukaan jasa perawatan diri seperti salon bisa berisiko menimbulkan penularan Covid-19. Pihak pengelola pun perlu memastikan protokol kesehatan bisa diterapkan secara ketat disertai pembatasan jumlah pengunjung.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah jasa layanan perawatan diri seperti salon kini kembali dibuka. Meski begitu, aturan ketat tetap harus dipatuhi untuk mencegah risiko penularan Covid-19.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19, Reisa Broto Asmoro di Jakarta, Sabtu (27/6/2020) mengatakan, aktivitas yang berjalan di layanan perawatan diri seperti salon dan tukang potong rambut (barber shop) perlu dibatasi. Hal ini karena tempat pelayanan tersebut berpotensi menimbulkan kerumunan yang dapat memicu terjadinya penularan penyakit.
Sementara ini, salon tidak melayani perawatan wajah dan tubuh yang banyak menimbulkan kontak fisik
“Forum Komunitas Industri dan Pengusaha Salon telah membuat aturan, layanan yang diberikan di salon hanya untuk perawatan rambut. Sementara ini, salon tidak melayani perawatan wajah dan tubuh yang banyak menimbulkan kontak fisik,” katanya.
Selain itu, aturan lainnya adalah pembatasan jam operasional salon yang dimulai dari pukul 10.00 sampai pukul 16.00. Calon pelanggan pun perlu melakukan perjanjian terlebih dahulu secara daring sebelum datang ke salon. Lama waktu pelayanan juga dibatasi maksimal 120 menit.
Reisa mengatakan, aturan lainnya juga telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382 Tahun 2020 tentang Protokol Kesehatan bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Dalam aturan tersebut tertulis, pelaku usaha wajib menyediakan sarana cuci tangan di pintu masuk ataupun tempat lain yang mudah diakses pengunjung.
Selain itu, setiap pengunjung dan pekerja harus diperiksa suhu tubuhnya terlebih dahulu. Jika suhu tubuh di atas 37,3 derajat, pengunjung tidak diperkenankan masuk, sementara untuk pekerja diminta untuk tidak bekerja terlebih dahulu.
Seluruh pekerja pun diwajibkan menggunakan masker atau pelindung wajah serta celemek selama bekerja. Pengunjung juga diwajibkan menggunakan masker selama berada di dalam salon.
Penggunaan alat untuk perawatan rambut juga tidak boleh digunakan secara bersama-sama. Apabila memang harus digunakan berulang, alat itu harus dibersihkan dengan desinfektan.
Aturan lainnya yakni menjaga sirkulasi udara pada ruangan tetap berkualitas. Sistem pembayaran disarankan untuk dilakukan dengan nontunai. Penerapan jaga jarak juga perlu dipastikan antara satu sampai dua meter.
Intervensi cepat
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan, sejumlah wilayah di Indonesia masih menunjukkan penambahan kasus yang cukup tinggi. Untuk itu, pemerintah pusat pun telah meminta seluruh kepala dinas kesehatan di wilayah untuk melakukan intervensi yang lebih cepat dalam penanganan Covid-19.
“Intervensi yang lebih cepat bukan hanya terkait dengan banyaknya kasus tetapi juga terkait dengan tingginya jumlah kasus per 100.000 penduduk. Jumlah inilah yang direpresentasikan bahwa tingkat risiko ancaman penularan Covid-19 masih tinggi di beberapa daerah,” kata dia.
Intervensi yang lebih cepat bukan hanya terkait dengan banyaknya kasus tetapi juga terkait dengan tingginya jumlah kasus per 100.000 penduduk.
Menurut Yurianto, permasalahan pemutusan rantai penularan Covid-19 berada di tengah masyarakat. Saat ini masih ditemui orang yang terinfeksi dan berpotensi menularkan penyakit tidak melakukan isolasi dengan baik. Orang yang terinfeksi ini memang tidak menunjukkan gejala yang berat, namun tetap berada di tengah masyarakat tanpa perlindungan yang ketat seperti tidak menggunakan masker dengan benar.
Kondisi ini yang menjadi salah satu sebab penularan Covid-19 masih banyak ditemukan di masyarakat. Setidaknya, pada 27 Juni 2020 dilaporkan ada penambahan kasus baru yang terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 1.385 kasus. Dengan penambahan ini, total kasus yang ditemukan di Indonesia kini menjadi 52.812 kasus.
Adapun wilayah dengan penambahan kasus tertinggi masih tetap sama dengan jumlah kasus berbeda. Daerah itu yakni Jawa Timur (277 kasus), DKI Jakarta (203 kasus), Jawa Tengah (197 kasus), Sulawesi Selatan (146 kasus), dan Bali (106 kasus).
Seluruh kasus yang terkonfirmasi positif tersebut merupakan hasil pemeriksaan dari 21.589 spesimen yang diambil dari 9.662 orang. Total spesimen yang telah diperiksaa hingga saat ini sebanyak 753.370 spesimen dari 449.569 orang.
Perlu ultimatum
Pengurus Pusat Bidang Politik dan Kesehatan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Syahrizal Syarif menilai, penambahan kasus yang terjadi di DKI Jakarta dan Jawa Timur perlu mendapatkan perhatian khusus dalam upaya pengendalian penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-Cov-2 tersebut.
Pelaksanaan protokol kesehatan yang tegas merupakan hal yang tidak dapat ditawar. Pengawasan ini harus dilakukan secara ketat, terutama pada kelompok berisiko tinggi yang berada di zona merah, seperti di pasar tradisional, panti jompo, pesantren, dan tempat makan. Itu juga perlu disertai dengan pemeriksaan spesimen yang terus ditambah.
Bersadarkan kurva rata-rata mingguan kasus konfirmasi positif Covid-19 di Jakarta menunjukkan penularan terjadi pada 104,82 per 100.000 penduduk. Sementara itu, kasus penularan di Jawa Timur sebanyak 27,74 per 100.000 penduduk.
“Jika diperhitungkan jumlah penduduk, risiko penduduk DKI Jakarta tertular Covid-19 mencapai 3,8 kali lipat lebih besar dari risiko pada penduduk di Jawa Timur. Meski begitu, kedua provinsi ini memiliki risiko penularan yang tinggi sehingga perlu diultimatum,” tutur Syahrizal.