Pemeriksaan Ketat Saat Normal Baru, Warga NTT Enggan Bepergian
Pemeriksaan ketat di sejumlah perbatasan antara kabupaten/kota menyebabkan warga di Provinsi Nusa Tenggara Timur enggan bepergian karena merasa tidak nyaman dengan aturan protokol kesehatan yang wajib ditaati.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemeriksaan ketat di sejumlah perbatasan antara kabupaten/kota menyebabkan warga di Provinsi Nusa Tenggara Timur enggan bepergian dari satu kabupaten ke kabupaten lain karena merasa tidak nyaman.
Praktik normal baru sudah berlangsung dua pekan, tetapi tingkat hunian hotel dan usaha mikro, kecil, dan menengah serta aktivitas masyarakat belum optimal. Sosialisasi tentang kehidupan normal baru semestinya lebih ditekankan pada kebebasan beraktivitas dengan menerapkan protokol kesehatan.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Republik Indonesia (PHRI) Nusa Tenggara Timur (NTT) Leonardus Arakian di Kupang, Jumat (3/7/2020), mengatakan, normal baru di NTT berlaku sejak 15 Juni 2020 atau sudah berjalan dua pekan. Saat ini semestinya tidak ada lagi posko Covid-19 di bandara dan setiap perbatasan kabupaten/kota sehingga orang merasa leluasa bepergian dan beraktivitas.
Pemeriksaan terkesan berlebihan, seperti meminta kartu tanda penduduk, status kawin atau belum, tujuan kedatangan, keberangkatan, dan asal usul, seperti yang saya alami di Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, sehari yang lalu. (Leonardus)
Pemeriksaan tim Gugus Tugas Covid-19 di setiap wilayah perbatasan antara kabupaten/kota di NTT merupakan salah satu faktor yang membuat warga malas bepergian dari satu kota atau kabupaten ke kabupaten atau kota lain.
”Pemeriksaan terkesan berlebihan, seperti meminta kartu tanda penduduk, status kawin atau belum, tujuan kedatangan, keberangkatan, dan asal usul, seperti yang saya alami di Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, sehari yang lalu,” kata Leonardus.
Leonardus sedang menjalankan tugas memantau perkembangan sejumlah hotel dan restoran di daratan Pulau Timor setelah dua pekan penerapan normal baru. Ia menemukan semua hotel masih seperti dulu, antara lain tingkat hunian hotel belum beranjak naik. Kondisi hotel sepi sehingga pemilik dan manajemen hotel masih merumahkan karyawan.
Tidak nyaman
Pemeriksaan berlebihan seperti itu membuat orang tidak nyaman bepergian. Normal baru sebaiknya orang bebas bergerak ke mana saja di wilayah NTT sambil menerapkan protap kesehatan, seperti mengenakan masker, menjaga jarak fisik, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.
Setiap orang sudah paham bagaimana menjalankan prosedur tetap kesehatan pada saat beraktivitas di luar rumah. Orang tidak perlu mengatur, memeriksa orang lain di jalan, apalagi bertindak berlebihan saat pemeriksaan. Perlakuan yang membuat orang tidak nyaman bepergian itu segera menyebar melalui media sosial dan terpantau orang lain.
Hanya beberapa hotel dan restoran yang memiliki jaringan kerja sama dengan hotel atau restoran di luar NTT yang mendapatkan beberapa tamu. Masa tinggal tamu-tamu itu 1-2 hari saja karena melakukan kunjungan kerja singkat di daerah itu.
”Hotel yang baru mengalami kenaikan tamu 3-4 persen antara lain Hotel Aston, Swiss Bel atau Kristal, dan Hotel Amaris. Hotel kelas bintang lain masih terpuruk bahkan belum buka sama sekali seperti Hotel M, Hotel Silvia, dan Hotel Astiti di Kupang. Secara keseluruhan, tingkat hunian hotel di NTT baru 1 persen,” ujarnya.
Kondisi paling memprihatinkan adalah hotel melati. Jenis hotel ini berada pada titik nadir, tidak mendapat kunjungan tamu sejak empat bulan terakhir saat pandemi Covid-19 mulai ditemukan. Hotel tidak mendapatkan pemasukan sama sekali. Semua karyawan di hotel dirumahkan sambil menunggu kondisi pulih.
NTT merupakan provinsi kepulauan. Bepergian antarpulau melalui laut atau udara masih menjadi momok bagi masyarakat. Mereka takut terpapar Covid-19 selama perjalanan karena masih cukup banyak orang tidak patuh pada protokol kesehatan terutama menjaga jarak fisik dan menjauhi kerumunan serta kebiasaan mencuci tangan.
Zona hijau
Kabupaten tertentu masih tergolong zona hijau, dan ingin mempertahankan status itu sehingga bertindak agak ketat terhadap semua orang dari luar kabupaten itu. Sikap ini memperlihatkan bahwa daerah itu tidak ingin ada warga dari daerah lain yang berkunjung ke wilayah mereka yang masih masuk zona hijau sehingga mendapat pengakuan dari pemerintah pusat sebagai daerah yang sukses menerapkan protap kesehatan Covid-19.
Aleks Lega (45), warga Kupang, mengatakan, pemeriksaan di sejumlah bandara di NTT terkait Covid-19, seperti surat keterangan tes cepat, suhu tubuh, dan masker juga membuat calon penumpang tidak merasa nyaman terutama para orangtua dan anak-anak. Petugas cukup memantau calon penumpang bermasker yang benar dan pengukuran suhu tubuh. Itu sudah cukup.
Kepala Subbagian Pers dan Pengelolaan dan Pendapat Umum Biro Humas dan Protokol Setda NTT Very Guru mengatakan, sosialisasi tentang normal baru oleh gugus tugas Covid-19 di setiap kabupaten/kota masih rendah atau gugus tugas belum memahami soal praktik normal baru.
”Gubernur telah memerintahkan semua portal yang dipajang di badan jalan di setiap perbatasan kabupaten/kota dibuka atau disingkirkan. Tidak ada lagi petugas di posko Covid-19 di perbatasan. Tidak ada lagi pemeriksaan terhadap lalu lintas manusia dan barang,” kata Very.
Ia mengatakan, kunjungan kerja Gubernur Laiskodat selama satu pekan di daratan Flores juga menemukan hal serupa. Tingkat hunian hotel masih jauh dari harapan, bahkan hotel melati belum mendapatkan tamu sama sekali. Aktivitas masyarakat pun belum leluasa.
Normal baru harus dipahami sebagai suatu suasana kehidupan baru. Kegiatan di kantor, ladang, sawah, perusahaan, pasar-pasar, dan tempat usaha mikro, kecil, dan menengah seperti biasa, tetapi tetap menjalankan protokol kesehatan.
Ketakutan masyarakat terhadap Covid-19 masih jauh lebih tinggi dibandingkan keinginan bermobilisasi secara bebas untuk mencari nafkah atau bekerja rutin di kantor, perusahaan, ladang, sawah, dan pasar-pasar. Kegiatan UMKM pun belum menggeliat seperti masa sebelum pandemi Covid-19.
Masyarakat membutuhkan sosialisasi secara tepat, bukan sebaliknya, menakut-nakuti, juga bukan meremehkan Covid-19. Intinya, protap kesehatan wajib dijalankan selama menjalani normal baru.