Kemajuan teknologi memungkinkan optimalisasi status kesehatan seseorang serta pengobatan yang bersifat individu. Bagaimana menyiapkan pendidikan kedokteran agar tidak ketinggalan?
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan teknologi memungkinkan layanan kesehatan di masa depan disesuaikan dengan kebutuhan setiap individu. Pengobatan dilakukan secara presisi, disesuaikan dengan pola genetik, gaya hidup, dan lingkungan pasien.
Gambaran layanan kesehatan masa depan itu dikemukakan Budi Wiweko, Guru Besar Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) yang juga Wakil Direktur Bidang Pengembangan Bisnis dan Inovasi Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI), dalam rangkaian peringatan ulang tahun ketiga IMERI FKUI, yang disiarkan secara daring, Kamis (9/7/2020).
Mengutip pernyataan Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris pada Oktober 2019, teknologi akan berdampak pada layanan kesehatan, yakni akan lebih banyak berbasis digital, berdasarkan pembacaan genom, serta dilakukan dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) dan robotik.
Pengobatan akan lebih banyak dilakukan secara jarak jauh, lewat telemedicine, melalui aplikasi pada telepon seluler, interpretasi hasil pencitraan oleh kecerdasan buatan, terapi intervensi dan rehabilitasi dengan bantuan robot, dan analisis prediksi menggunakan kecerdasan buatan.
Mahadata atau big data juga menjadi faktor penting. Saat ini Biobank Inggris menyimpan contoh beku darah, urine, dan saliva (ludah) lebih dari 500.000 orang. Robot membantu mengambil contoh yang diperlukan peneliti untuk mendapatkan kaitan antara variasi genetik manusia dan penyakitnya.
Berbagai alat hasil kemajuan teknologi memungkinkan layanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan individu. Sejak diagnostik yang dipandu pembacaan genom hingga membuat rencana terapi. Hal itu digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit.
Pelayanan kesehatan presisi menggunakan data detail dari individu untuk membantu orang bersangkutan menyesuaikan perilaku dan membuat pilihan gaya hidup sehat. Tujuan akhirnya mengoptimalkan status kesehatan sehingga orang yang bersangkutan tidak memerlukan pengobatan.
Pengumpulan data individu dilakukan bersama dengan kegiatan seseorang sepanjang waktu. Sebagai contoh, lewat elektroda mini yang dipasang di sarung bantal untuk memantau gelombang otak dan pola tidur, dan lensa kontak untuk mengukur tekanan dan kadar glukosa mata.
Beberapa contoh lainnya meliputi toilet yang mampu mengecek status kesehatan berdasarkan urine dan tinja, alat dipasang di tubuh untuk merekam kegiatan olahraga, tekanan darah, paparan ultraviolet, dan sensor pada mobil yang memberi peringatan jika kadar polusi berada di tingkat berbahaya.
”Hasil pantauan dipadukan dengan informasi pola genetik bisa digunakan untuk memprediksi faktor risiko. Selanjutnya faktor risiko individu dibandingkan dengan data populasi bisa digunakan untuk memilih intervensi kesehatan yang akan diterapkan di masyarakat. Jadi dari tingkat individu bisa dikembangkan ke tataran masyarakat,” kata Budi.
Data populasi didapatkan dari pemantauan individu serta data rumah sakit. Analisis data menggunakan bantuan AI. Robot digunakan untuk membantu perawatan pasien. AI juga bisa dimanfaatkan mempercepat penemuan obat.
Boleh dikatakan, pengobatan presisi sangat menjanjikan karena meningkatkan akurasi, keamanan, kemanjuran pada tahap promosi kesehatan, pencegahan penyakit, diagnostik, dan terapi.
Dalam hal ini, FKUI ikut serta dalam pengembangan pengobatan presisi melalui IMERI. Pengembangan pengobatan itu meliputi antara lain membuat platform layanan kesehatan jarak jauh atau telemedicine yang open source, serta menggunakan AI untuk menapis komponen kimia pada herbal yang sesuai dalam upaya mengatasi Covid-19.
Memanfaatkan teknologi digital
Dujeepa D Samarasekera dari Fakultas Kedokteran Yong Loo Lin, National University of Singapore, yang juga menjadi pembicara kunci, menyatakan, pandemi Covid-19 mendorong transformasi digital pada pendidikan tinggi.
Di masa depan, pendidikan jarak jauh lewat e-learning menjadi utama. Agar mampu beradaptasi dan bisa mencapai kemajuan yang berarti di masa depan, manajemen perguruan tinggi harus menyiapkan lewat perencanaan matang, pelatihan teknologi, serta penyediaan bandwidth yang memadai.
Hal itu bisa dilakukan dengan membangun kepercayaan para pihak. Dalam hal pendidikan dan pelatihan kedokteran, mereka ada pengajar dan mahasiswa fakultas kedokteran serta pasien rumah sakit pendidikan.
Selanjutnya, mengembangkan program pendidikan dengan dasar kuat serta mengaitkan relevansi dan tujuan demi masyarakat dan pasien. Penggunaan teknologi digital pada mahasiswa juga perlu dibiasakan. Selain itu, kemampuan analisis dan kreativitas pengajar serta mahasiswa mesti dikembangkan lewat langkah jelas dan penyediaan sarana.
”Dengan meningkatkan keterampilan dan penguasaan teknologi digital pada pengajar dan mahasiswa, maka pendidikan kedokteran bisa maju,” ujar Samarasekera.