Berkurban di Tengah Pandemi Covid-19
Umat Islam yang mampu disunahkan menyembelih hewan kurban selama Hari Raya Idul Adha. Di tengah pandemi Covid-19, penyembelihan hewan kurban dan pembagiannya harus mengikuti protokol kesehatan.
Umat Islam yang mampu disunahkan menyembelih hewan kurban selama hari raya Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah dan tiga hari sesudahnya atau pada hari tasyrik, yaitu 11-13 Zulhijah. Hewan yang dikurbankan itu bisa berupa unta, sapi, kerbau, kambing dan domba.
Jika di berbagai negara penyembelihan hewan kurban umumnya dilakukan di rumah potong hewan (RPH), termasuk saat Idul Adha, namun di Indonesia masih membolehkan pemotongan hewan di luar RPH. Umumnya, masyarakat menyembelih dan mengelola daging hewan kurban itu di halaman masjid, tanah lapang, serta di sekolah, lembaga pemerintah, ataupun swasta.
Pemotongan hewan itu biasanya disaksikan masyarakat dari berbagai kelompok umur, terutama anak-anak, bukan hanya mereka yang berkurban. Proses inilah yang sering menimbulkan pro kontra di masyarakat. Mereka yang menolak menilai penyembelihan di depan umum itu mempertontonkan kengerian, sedangkan yang mendukung menganggap itu bagian tradisi dan pembelajaran untuk rela berkurban.
Baca juga Pesaing Berkurang, Penjual Hewan Kurban Kebanjiran Permintaan
Meski pemotongan umumnya dilakukan tukang jagal atau orang yang terbiasa menyembelih hewan, pengelolaan daging kurban hingga penyebarannya dilakukan masyarakat secara sukarela dan bergotong royong melalui panitia kurban. Jumlah anggota panitia kurban itu umumnya mencapai belasan hingga puluhan orang.
Direktur Halal Research Center, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Nanung Danar Dono, Selasa (28/7/2020), mengatakan untuk mencegah penularan dan penyebaran korona, panitia kurban harus semaksimal mungkin membuat sistem penyembelihan, pengelolaan dan pendistribusian daging kurban yang menghindarkan terjadinya kerumunan. Jaga jarak minimal 1,5 meter juga harus dipatuhi.
"Dari seluruh proses pemotongan hewan kurban, bagian yang paling sulit untuk melakukan pembatasan jarak adalah saat penyembelihan hewan kurban," katanya. Terlebih, semua kluster Covid-19 terbentuk dari proses berkerumun masyarakat untuk kegiatan apapun, baik keagamaan, bisnis atau ekonomi, hingga hiburan.
Dari seluruh proses pemotongan hewan kurban, bagian yang paling sulit untuk melakukan pembatasan jarak adalah saat penyembelihan hewan kurban.
Karena itu, umat Islam yang saat ini berada di zona merah penularan dan penyebaran Covid-19, apalagi hitam, disarankan menyalurkan kurbannya melalui lembaga zakat yang mereka percayai. Hewan itu akan disembelih di daerah lain yang masuk zona hijau dan untuk meminimalkan risiko, penyembelihan sebaiknya dilakukan di RPH ruminansia.
Baca juga Warga Diminta Tak Saksikan Pemotongan Hewan Kurban
Masalahnya, jumlah RPH di Indonesia sangat terbatas, tidak sebanding dengan jumlah hewan yang dikurbankan. Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Kementerian Pertanian, Syamsul Ma\'arif dalam webinar Kurban yang Aman di Masa Pandemi Covid-19, Kamis (25/6/2020), mengatakan ada 1.868.032 hewan kurban yang disembelih selama Idul Adha 2019.
Data jumlah hewan itu berasal dari 30.359 tempat pemotongan hewan kurban yang ada di 184 kabupaten/kota di 26 provinsi. Sedang jumlah RPH yang ada hanya 555. Sebagian besar hewan yang dikurbankan adalah kambing, disusul sapi, domba dan kerbau. Keterbatasan failitas itu membuat penyembelihan hewan kurban Idul Adha kali ini mau tidak mau tetap akan melibatkan masyarakat.
"Pemerintah memaklumi RPH yang ada di daerah belum bisa menampung seluruh hewan yang akan dipotong meski dilakukan selama empat hari (Idul Adha dan tiga hari tasyrik)," katanya.
Di sisi lain, meski penyembelihan hewan kurban juga diperbolehkan selama hari tasyrik, masyarakat Indonesia terbiasa menyembelih hanya pada hari Idul Adha. Berbeda dengan negara Arab yang menempatkan Idul Adha sebagai perayaan terbesar dan libur beberapa hari, libur Idul Adha di Indonesia hanya sehari dan esoknya masyarakat langsung berkegiatan normal kembali.
"Walau hingga kini belum ada bukti hewan kurban bisa terinfeksi atau tertular virus SARS-CoV-2, juga belum ada bukti virus korona bisa ditularkan dari hewan potong ke manusia, namun penularan antarmanusia perlu diwaspadai," tambah dosen Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Denny Widaya Lukman.
Korona bisa ditularkan dari manusia ke manusia. Karena itu, kepedulian terhadap sesama perlu dibangun, terlebih dalam semangat berkurban di Idul Adha. Korona bisa ditularkan oleh siapa pun, termasuk orang yang tanpa gejala, ke orang lain. Karena itu, proses penyembelihan, pengelolaan dan pendistribusian hewan kurban harus menerapkan protokol kesehatan pencegahan dan penularan Covid-19 secara ketat.
Pemakaian masker menjadi kewajiban yang harus ditegakkan bagi siapa pun yang terlibat dalam penyembelihan dan pengelolaan hewan kurban. Selain panitia, ketentuan ini juga wajib bagi tukang jagal atau pengantar hewan kurban yang dari luar daerah. Aturan membatasi jarak minimal 1,5 meter antarorang juga harus selalu diingatkan.
Selajutnya, tambah Nanung, mereka yang berkurban tidak perlu datang menyaksikan hewan kurbannya disembelih seperti biasanya. Panitia kurban bisa memvideokannya dan menyebarkannya melalui sejumlah aplikasi yang bisa diisaksikan mereka yang berkurban baik langsung atau tidak langsung.
"Anak-anak dan warga lanjut usia sebaiknya tidak datang ke lokasi penyembelihan seperti tahun-tahun sebelumnya. Harus diingatkan, saat ini sedang dalam masa bencana," katanya.
Upaya meminimalkan kerumunan itu juga bisa dilakukan dengan membatasi jumlah hewan kurban yang dikelola. Cara ini bisa diterapkan dengan menyerahkan sebagian hewan kurban ke lokasi penyembelihan yang hewan kurbannya sedikit, memperbanyak lokasi penyembelihan, atau membagi hewan yang akan disembelih selama empat hari pemotongan.
Kesulitan terbesar dalam memperbanyak lokasi penyembelihan atau membaginya dalam empat hari yakni memastikan jadwal tukang jagal. Namun kendala ini seharusnya bisa diselesaikan dengan menegosiasikannya dengan tukang jagal meski harus membuat mereka lebih banyak berpindah tempat atau kerja dalam waktu lebih lama.
Pembatasan jumlah hewan kurban itu otomatis akan mengurangi jumlah panitia kurban hingga potensi kerumunan bisa dihindari. Jika jumlah panitia diperkecil dengan memperbanyak lokasi penyembelihan ataupun membagi waktu penyembelihan selama empat hari, maka potensi munculnya kerumunan pun bisa dicegah.
Data Kementerian Pertanian pada Idul Adha 2019 menyebutkan, jumlah rata-rata anggota panitia kurban mencapai 56 orang, dengan kisaran antara 6 orang hingga 85 orang. Dengan anggota panitia sebanyak itu dan sempitnya lokasi penyembelihan yang biasanya dilakukan di di halaman masjid atau mushola, khususnya di perkotaan, maka potensi munculnya kerumunan menjadi besar.
Potensi kerumunan lain muncul saat pembagian hewan kurban, khususnya jika dilakukan dengan mengumpulkan orang yang berhak menerima daging kurban atau mustahik. Pembagian daging kurban sebaiknya dilakukan dengan mengantarkannya langsung kepada mereka yang membutuhkan, baik oleh panitia kurban atau memberdayakan petugas rukun tetangga.
"Ini saatnya memuliakan para penerima daging kurban," tambah Nanung.