Ibu Positif Covid-19 Tetap Bisa Memberikan ASI pada Bayi
Ibu dengan Covid-19 tetap bisa memberikan ASI pada bayi. Tentu dengan menerapkan protokol kesehatan. Manfaat menyusui dinilai lebih besar dibandingkan potensi risiko penularan.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
Ibu yang suspek maupun terkonfirmasi Covid-19 tetap bisa memberi air susu ibu. Sejauh ini penelitian menunjukkan, ASI tidak mengandung virus penyebab Covid-19.
Hal itu mengemuka pada simposium daring dalam rangka Pekan Menyusui Dunia 2020 ”Mengurai Singularitas Covid-19 pada Ibu Menyusui dan Bayi: Reveal the Secret, Solve the Dilemma”, Rabu (5/8/2020). Simposium dipandu Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B Pulungan.
Rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tetap berlaku untuk inisiasi menyusui dini (IMD) dan menyusui pada ibu suspek atau terkonfirmasi Covid-19. Demikian paparan dokter spesialis anak Elizabeth Yohmi yang juga Ketua Satuan Tugas ASI IDAI. Hal itu karena manfaat menyusui dinilai lebih besar dari potensi risiko penularan Covid-19.
Manfaat menyusui dinilai lebih besar dari potensi risiko penularan Covid-19.
”ASI sangat penting karena mengandung zat gizi lengkap disertai hormon pertumbuhan, enzim antivirus dan antibakteri, sel darah putih peningkat kekebalan tubuh, serta bakteri baik untuk pertumbuhan bayi dan pembentukan antibodi,” katanya.
Penelitian tim China terhadap enam ibu positif Covid-19 menunjukkan tidak ada SARS-CoV-2 pada tes usap tenggorokan bayi. Bahkan pada tubuh lima bayi telah terbentuk antibodi terhadap virus korona baru.
Penelitian lain, 80 persen dari 15 sampel ASI yang diperah pada hari ke 14-30 setelah ibu bebas gejala Covid-19 menunjukkan peningkatan kadar antibodi terhadap SARS-CoV-2.
Rekomendasi IDAI untuk ibu positif Covid-19, ujar Yohmi, antara lain tidak dilakukan IMD. Namun, hal itu berdasarkan diskusi dan keputusan bersama orangtua bayi. Ibu dan bayi dirawat terpisah, terutama jika ibu menunjukkan gejala Covid-19 berat.
Pemberian ASI perah dilakukan dengan pendampingan petugas kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri (APD) memadai. Jika gejala tidak berat, ibu bisa langsung menyusui bayi dengan menerapkan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, menjaga kebersihan tangan dan pakaian, dan tidak mencium bayi.
Jika ASI belum keluar atau ada indikasi medis, bayi untuk sementara diberi susu formula menggunakan sendok. Selain itu, ada konseling dan dukungan psikososial bagi ibu. Jika ibu sudah sehat, dilakukan relaktasi atau upaya menyusui kembali.
Menurut Yohmi, kunci relaktasi adalah bayi menyusu sesering mungkin untuk menstimulasi produksi ASI. Stimulasi juga dilakukan dengan pengosongan payudara serta meningkatkan hormon prolaktin (hormon untuk merangsang produksi ASI).
Sejak kehamilan
Edukasi dan persiapan menyusui sebaiknya dilakukan sejak perawatan antenatal (masa kehamilan, sebelum melahirkan). Pemberian ASI memerlukan dukungan keluarga dan lingkungan. Selain itu perlu ada rekomendasi bagi tenaga kesehatan yang menyusui serta ibu yang bekerja di kantor.
Hal itu dikemukakan dokter spesialis anak Mesty Ariotedjo yang melahirkan anak di masa pandemi Covid-19 sebagai saran hasil polling yang ia buat lewat Instagram pribadinya. Ia menjaring pendapat 328 ibu yang menyusui maupun melahirkan di masa pandemi Covid-19.
Dalam polling, para ibu menyatakan keresahannya. Seperti khawatir terinfeksi virus penyebab Covid-19 dan menularkan ke bayi. Stres terkait jumlah dan kualitas ASI. Di beberapa tempat ada kekurangan konsultan laktasi. Selain itu, tenaga kesehatan yang mengenakan APD kesulitan memerah ASI serta khawatir ASI terkontaminasi.
Menurut Dwiana Ocviyanti, Guru Besar Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, akibat hormon estrogen, ibu hamil rentan mengalami masalah saluran pernapasan. Untuk mencegah tertular Covid-19, orang serumah atau pendamping harus berhati-hati saat berada di sekitar ibu hamil. Kalau diperlukan mengenakan masker dan rajin menjaga kebersihan.
Ibu hamil juga harus rajin menjaga kebersihan diri dan sering mengganti baju. Jika ibu hamil dicurigai terinfeksi virus penyebab Covid-19, pemeriksaan terbaik adalah tes PCR.
Dwiana menyatakan, akan terbit Buku KIA Revisi 2020. Dalam pedoman kesehatan ibu dan anak yang baru tersebut, pemeriksaan antenatal ibu hamil menjadi enam kali dari sebelumnya empat kali. Pertemuan dengan dokter umum minimal dua kali.
Pada trimester I dokter mendeteksi dini adanya kelainan medis serta risiko preeklampsia ibu dan janin lewat analisis hasil laboratorium standar dan pemeriksaan ultrasonografi. Dengan demikian, dokter bisa membuat rekomendasi tatalaksana perawatan antenatal.
Di trimester III, dokter mengevaluasi jika ada kelainan medis atau komplikasi kandungan. Hal itu untuk merekomendasikan, apakah ibu bisa melahirkan di fasilitas layanan kesehatan primer atau harus dirujuk ke rumah sakit.
Pemberian edukasi tentang menyusui dilakukan secara intensif oleh tenaga kesehatan, terutama perawat atau bidan. Dengan demikian, kesehatan ibu dilindungi serta disiapkan untuk menyusui.