Hasil pemodelan menunjukkan penambahan kasus Covid-19 mencapai lebih dari 88.000 kasus per hari. Angka resmi yang dirilis pemerintah sebesar 7.354 kasus per hari.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 7.354 pada Kamis (17/12/2020) dan menjadi rekor tertinggi kedua. Pemodelan epidemiologi menunjukkan kesenjangan kasus yang ditemukan dan penularan semakin meninggi dengan estimasi 88.904 kasus baru dalam sehari.
Laporan dari Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menunjukkan, penambahan kasus terbanyak terjadi di Jakarta dengan 1.690 kasus, Jawa Barat 1.277 kasus, Jawa Timur 855 kasus, dan Jawa Tengah 333 kasus. Sisanya terdapat di seluruh provinsi lain, dengan penambahan paling kecil di Aceh dan Maluku Utara, masing-masing 8 kasus.
Penambahan kasus ini didapatkan dengan memeriksa 43.461 orang atau rasio positif 16,9 persen. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata rasio positif nasional dalam sepekan 17,7 persen.
Jakarta masih mendominasi pemeriksaan sebanyak 11.275 orang yang diperiksa atau 26 persen dari total orang yang diperiksa. Sekalipun jumlah pemeriksaan Covid-19 di Jakarta sudah delapan kali lipat melebihi ambang minimal yang disarankan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio positif Jakarta masih sangat tinggi, yaitu 10,4 persen dalam sepekan, yang menunjukkan tingginya penularan.
Laporan WHO pada Rabu (16/12) menunjukkan, daerah lain yang sudah memenuhi target minimal tes 1 per 1.000 per pekan adalah Yogyakarta, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur. Kecilnya pemeriksaan menyebabkan terjadinya kesenjangan antara kasus yang ditemukan dan tingkat penularan.
Pemodelan epidemiologi oleh Institute for Health Metrics and Evaluation menunjukkan, penambahan kasus di Indonesia bisa mencapai 88.904 kasus per hari. ”Sangat mungkin penambahan kasus di Indonesia mencapai 88.000 per hari, bahkan bisa lebih,” kata epidemiolog Lapor Covid19, Iqbal Elyazar.
Menurut dia, penghitungan ini dilakukan dengan memodelkan hubungan antara kematian dengan serangkaian variabel lain, seperti jumlah orang yang dirawat, jumlah yang diperiksa, dan jumlah suspek. Mengingat angka kematian terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia belum dilaporkan semua, angka kasus penularan di Indonesia bisa jauh lebih tinggi.
Misalnya, data Satgas, yang berbasis laporan Kementerian Kesehatan, jumlah kematian yang dilaporkan pada Kamis sebanyak 142 orang. Padahal, laporan dari kabupaten/kota di Indonesia yang dikumpulkan Lapor Covid19, rata-rata penambahan korban jiwa per hari sudah 250 orang.
Akurasi pemeriksaan
Selain kapasitas dan cakupan pemeriksaan yang masih sangat terbatas, akurasi pemeriksaan di Indonesia juga dipertanyakan. Ini menyebabkan Pemerintah Taiwan menangguhkan masuknya pekerja migran Indonesia ke negara itu tanpa batas waktu karena Indonesia dianggap tidak dapat meningkatkan keakuratan hasil tes Covid-19.
Menurut Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Taiwan Chen Shih-chung, seperti diwartakan Focustaiwan.tw, Rabu (16/12), alasan pelarangan masuknya warga negara Indonesia ke negara mereka karena penyebaran virus di Indonesia belum mereda. Masalah lainnya adalah kredibilitas hasil tes Covid-19 yang dikeluarkan di Indonesia yang semakin memburuk dari waktu ke waktu.
Menurut Chen, pada Oktober, 11 orang Indonesia dikonfirmasi dengan Covid-19 saat tiba di Taiwan, di mana dua di antaranya memiliki bukti hasil tes Covid-19 negatif yang dikeluarkan di Indonesia dalam waktu tiga hari setelah penerbangan mereka.
Pada November, 42 dari 81 orang yang sudah mengantongi hasil tes negatif di Indonesia ternyata saat dites di Taiwan positif Covid-19. Antara 1 dan 15 Desember, 32 dari 40 orang ditemukan positif atau 80 persen.
”Hasil tes ini semakin tidak akurat dari waktu ke waktu,” kata Chen. ”Kami tidak yakin apa masalahnya.”
Kasus serupa juga pernah dilaporkan kantor berita Jepang, NHK, pada 18 November 2020. Sebanyak 17 orang yang datang dari Indonesia dengan mengantongi hasil pemeriksaan negatif Covid-19 ternyata menunjukkan hasil positif saat diperiksa di Bandara Kansai.
Apakah benar ada negatif palsu atau ada faktor lain.
Ahli biologi molekuler, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, menduga adanya permainan di lapangan. ”Seharusnya kita melakukan investigasi laboratorium mana yang mengeluarkan hasil tesnya. Apakah benar ada negatif palsu atau ada faktor lain. Saya dapat informasi dari salah satu rekan yang melakukan perjalanan ke Jepang beberapa bulan lalu kalau hasil tes PCR bisa dibeli,” katanya.