Kunjungan Raja Salman dan Hubungan Indonesia-Arab Saudi
Oleh
·4 menit baca
HAJRIYANTO Y THOHARI, Anggota Komisi I DPR (Opini Kompas, 3/5/2006)
Indonesia selama ini kurang berhasil dalam menarik investasi dari Timur Tengah. Salah satu penyebabnya adalah Indonesia tidak piawai dalam bermanuver dan cenderung terlalu lugas. Untuk berhasil menarik investor Arab, Indonesia harus melakukan investasi politik terlebih dulu di kawasan tersebut. Namun, sayangnya Indonesia hampir-hampir tidak melakukan langkah-langkah yang berarti.
Hubungan bilateral Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah memang tidak buruk, tetapi sulit untuk dikatakan hangat dan mesra. Ketika belum lama berselang Raja Arab Saudi berkunjung ke Malaysia, ia tak menyempatkan mampir ke Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia! Setelah Raja Faishal bin Abdul Azis (1970-an) tidak ada seorang pun Raja Arab Saudi berkunjung ke Indonesia.
Lingkaran Organisasi Konferensi Islam (OKI) pun juga tidak dimanfaatkan oleh Indonesia untuk bermanuver membuka akses hubungan politik dan ekonomi dengan negara-negara Arab kaya itu. Bandingkan dengan Malaysia dan Turki. Malaysia hanya berpenduduk Muslim 15 juta jiwa dan Turki negara Muslim sekuler dan sangat pro-Barat yang berpenduduk 70 juta jiwa, tapi keduanya mampu menduduki kursi kepemimpinan di OKI. Peran signifikan kedua negara tersebut dalam OKI telah mendatangkan keuntungan ekonomi yang cukup berarti bagi keduanya.
ZUHAIRI MISRAWI, Ketua Moderate MuslimSociety dan Peneliti Politik Timur Tengah di The Middle East Institute(Opini Kompas, 28/2/2017)
Kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz, orang nomor satu Arab Saudi, punya makna simbolis yang luar biasa. Ada perubahan signifikan perihal cara pandang Arab Saudi terhadap Indonesia. Jika Indonesia selama ini hanya dilihat sebelah mata, sekarang mau tak mau Arab Saudi harus mengakui posisi penting Indonesia dalam pergumulan global, baik di sektor ekonomi maupun geopolitik. Pertumbuhan ekonomi nasional yang relatif terus membaik menarik perhatian sejumlah negara untuk investasi. Hal itu juga tak bisa dipisahkan dari diplomasi yang dilakukan pemerintahan Jokowi dengan dunia Arab.
Arab Saudi mulai melirik Indonesia sebagai tujuan investasi menjanjikan karena beberapa alasan. Pertama, Indonesia negara mayoritas Muslim terbesar di dunia yang punya hubungan historis dengan Arab Saudi. Di samping jaringan intelektual/keulamaan dari masa lampau hingga kini, Arab Saudi salah satu negara yang mengakui dan memberikan dukungan terhadap kemerdekaan RI. Sayangnya, hubungan yang relatif menyejarah ini tak pernah digunakan secara maksimal untuk meningkatkan kerja sama lebih luas dalam bidang ekonomi.
Kedua, Indonesia negara terbesar dalam aspek jumlah jemaah haji dan umrah. Arab Saudi sadar betul betapa besar sumbangsih warga RI terhadap devisa negara kaya minyak itu.
Ketiga, Indonesia negara Muslim terbesar yang terbukti mampu mengadaptasikan antara nilai-nilai keislaman dan kemodernan. Dunia internasional memandang Indonesia contoh negara Muslim moderat yang mampu melaksanakan demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Di tengah hiruk pikuk politik yang tak kunjung usai di Timur Tengah setelah gagalnya ”musim semi”, semua melihat Indonesia sebagai masa depan dunia Islam yang mampu mengakulturasikan dirinya dengan kemodernan.
Keempat, Indonesia melalui politik luar negeri yang bebas aktif telah memberikan peran sangat konstruktif. Di tengah peta geopolitik yang selalu berubah-ubah dan penuh ketidakpastian, terutama pasca-terpilihnya Presiden AS Donald Trump, Indonesia akan menjadi lokus perhatian dunia. Membaiknya hubungan ekonomi RI-Iran sedikit banyak juga mendorong Arab Saudi melakukan kerja sama ekonomi lebih besar setidaknya dari segi kuantitas.
Arab Saudi menganggap Indonesia mitra strategis, baik dalam konteks hubungan bilateral maupun peta politik global.
LALU MUHAMAD IQBAL, Pengamat Isu-isu Strategis; Saat ini Direktur Perlindungan WNI dan BHI, Kementerian Luar Negeri RI (Opini Kompas, 1/3/2017)
Kunjungan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz, 1-9 Maret 2017, menjadi babak baru hubungan bilateral Indonesia-Arab Saudi setelah kunjungan terakhir Raja Arab Saudi 47 tahun lalu.
Kunjungan fenomenal Raja Salman ke Indonesia bukanlah suatu kebetulan. Selain karena faktor Raja Salman pribadi, faktor politik internasional dan kepiawaian Presiden Jokowi memanfaatkan momentum ikut melatarbelakanginya. Masalahnya kemudian, bagaimana kita bisa memanfaatkan kunjungan ini bagi keuntungan kedua negara.
Keberhasilan pelaksanaan kunjungan ini, termasuk kesepakatan-kesepakatan yang ditandatangani, adalah satu hal. Namun, ukuran yang lebih penting bagi keberhasilan kunjungan ini baru bisa dilihat jika terdapat peningkatan secara konsisten dalam beberapa tahun ke depan. Seberapa banyak saling kunjungan tingkat tinggi, seberapa banyak terjadi kenaikan volume perdagangan bilateral, seberapa banyak investasi Arab Saudi di Indonesia, seberapa banyak kedua negara bisa mengambil peran bersama di forum OKI, seberapa banyak kedua negara dapat mengambil inisiatif bersama untuk kebaikan dunia Islam, dan lain-lain.