Jembatan Cisomang Dibuka untuk Semua Golongan Kendaraan Per 1 April
https://youtu.be/0MI5ltocLkE
PURWAKARTA, KOMPAS — Terhitung mulai 1 April, Jembatan Cisomang di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, dapat dilalui semua golongan kendaraan. Namun, kendaraan jenis truk dengan beban lebih dari 45 ton akan diarahkan keluar dari ruas Tol Purbaleunyi. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi beban di luar kapasitas Jembatan Cisomang.
”Pada 1 April, mulai pukul 00.00, Jembatan Cisomang dibuka. Momentum ini juga digunakan untuk mendisiplinkan pengguna jalan karena kami akan kenakan betul beban kendaraan golongan V maksimal harus 45 ton dengan gandar 5,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menteri PUPR) Basuki Hadimuljono dalam jumpa pers di Jembatan Cisomang, Senin (27/3/2017).
Dengan demikian, lanjut Basuki, jika dideteksi terdapat kendaraan golongan V dengan beban lebih dari 45 ton melaju di Tol Purbaleunyi, akan diarahkan keluar di gerbang tol terdekat, sehingga kendaraan itu tidak sampai melewati Jembatan Cisomang. Untuk itu, akan dipasang timbangan bergerak (weigh in motion) sebagai alat pendeteksi. Alat tersebut akan diletakkan di Kilometer 72 dari arah Jakarta menuju Bandung dan di Km 120 dari arah Bandung menuju Jakarta.
”Kami mengharapkan perilaku disiplin dari pengguna jalan. Kalau batasnya 45 ton, ya (ditaati) 45 ton. Kalau prasarana jalan baik, regulasinya baik, tetapi perilakunya tidak baik, hasilnya tetap tidak baik,” ujar Basuki.
Akhir Maret ini, perbaikan Jembatan Cisomang di ruas Tol Purwakarta-Bandung-Cileunyi atau Purbaleunyi ditargetkan selesai. Dari penilaian Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan Kementerian PUPR, semua jenis kendaraan termasuk truk dapat melewatinya kembali seperti sedia kala. Yang jelas, bulan lalu kendaraan jenis bus sudah kembali diperbolehkan melewati Jembatan yang terletak di Km 100 Tol Purbaleunyi itu.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi mengatakan, pengawasan terhadap beban kendaraan di jalan raya akan dilakukan secara sistematis, salah satunya melalui jembatan timbang yang dikelola Kementerian Perhubungan. Kementerian PUPR, lanjutnya, akan mendukung pengelolaan jembatan timbang secara profesional dalam mengawasi beban kendaraan di jalan raya.
”Kami akan bekerja sama, dan dalam waktu dekat akan melakukan tanda tangan antara Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, dan Kepolisian RI,” kata Arie.
Sejak dideteksi terjadi retakan dan pergeseran 55 sentimeter pada salah satu tiang, diputuskan kendaraan golongan II ke atas dan bus dilarang melewati Jembatan Cisomang. Larangan itu berlaku sejak 23 Desember tahun lalu. Penutupan pun diputuskan dilakukan selama tiga bulan, sesuai dengan perkiraan waktu yang diperlukan untuk memperbaiki Jembatan Cisomang.
Kendaraan jenis truk dan bus harus menggunakan jalan nasional Sadang-Purwakarta-Padalarang. Akibatnya bisa ditebak, jalan nasional itu dipenuhi truk. Terlebih, dengan medan yang berkelok dan menanjak, pengemudi hanya memacu kendaraan pelan, sekitar 20 km per jam. Kemacetan pun tak terhindarkan. Harian Kompas merekam, pada 29 Desember kemacetan di jalur Purwakarta-Padalarang lebih dari 5 km. Pengemudi mesti menghabiskan waktu 6 jam dari GT Jatiluhur menuju GT Padalarang. Padahal, jika melewati tol hanya memerlukan waktu 1 jam.
Perbaikan jembatan
Bentang Jembatan Cisomang sepanjang 253,15 meter ditopang oleh enam pilar. Tiga dari enam pilar itu mengalami retak di sejumlah bagian. Kemudian salah satu pilar bergeser selebar 55 sentimeter. Adapun batas toleransi yang diambil adalah 71 cm. Jika dalam masa perbaikan pergeseran pilar melewati dari batas tersebut, jembatan akan ditutup total.
Dari hasil penilaian PT Jasa Marga (Persero) Tbk bersama Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan Kementerian PUPR, pergeseran dan retakan itu terjadi karena beban kendaraan yang melintasi Jembatan Cisomang tidak terkontrol. Ditambah lagi jenis tanah di sekitar Cisomang dan di sepanjang Tol Purbaleunyi yang bersifat tidak tahan air.
Perbaikan yang dilakukan pada intinya adalah untuk memperkuat kembali pilar-pilar penyangga Jembatan Cisomang. Pada awal penanganan, retakan-retakan diisi dengan cairan beton. Kemudian penguatan pilar dilakukan dengan penguatan fondasi dan penguatan lereng lewat pengecoran beton. Selain itu, juga dipasang bentangan baja agar pilar tetap stabil.
Untuk mengawasi pergerakan yang dapat terjadi sewaktu-waktu, PT Jasa Marga (Persero) membentuk tim khusus yang memantau terus-menerus. Untuk mendeteksi pergerakan hingga satuan milimeter, dipasanglah robotic total station dan inklinometer yang berfungsi mendeteksi pergeseran pilar dan memantau pergerakan tanah.
Hingga saat ini, perbaikan Jembatan Cisomang telah mencapai lebih dari 90 persen. Dalam kurun waktu tiga bulan tersebut, penanganan jembatan difokuskan untuk dua hal, yakni menghentikan pergerakan pada pilar-pilar dan mengembalikan kekuatan struktur jembatan. Selain itu, tanah yang dapat menekan pilar juga dikupas atau dipindahkan. Total biaya yang diperlukan untuk itu sebesar Rp 135 miliar.
“Apresiasi bagi penanganan Jembatan Cisomang karena bisa dilakukan sesuai jadwal dan dengan koordinasi yang cepat. Awalnya kami sempat khawatir karena perbaikan ini dilakukan di musim hujan. Ke depan, kami akan memonitor semua jembatan panjang yang ada sehingga jika terjadi pergerakan akan kami tangani sedari awal,” kata Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Desi Arryani.
Pelajaran dari Cisomang
Kasus Jembatan Cisomang memberikan pelajaran berharga. Pertama, Tol Purbaleunyi telah menjadi pilihan utama bagi angkutan logistik. Sebab, jika dibandingkan dengan jalur nasional, Tol Purbaleunyi tidak banyak kelokan dengan derajat kemiringan yang tidak terjal. Tentu ini berpengaruh signifikan terhadap konsumsi bahan bakar kendaraan.
Oleh karena itu, perlu ada perbaikan jalur lain antara Bandung dan Jakarta selain tol, seperti jalur melewati Subang ataupun Puncak. Kebiasaan menggunakan Tol Purbaleunyi tampak membuat masyarakat enggan menggunakan jalur lain. Di sisi lain, pemerintah pun perlu mempercepat proses lelang dan pembangunan Tol Sukabumi-Ciranjang-Padalarang. Dengan demikian, terdapat jalur tol lain yang menghubungkan kedua kota besar tersebut.
Pelajaran kedua adalah terkait beban kendaraan, terutama jenis truk yang tidak terkontrol. Hasil penilaian tim ahli menunjukkan, beban truk yang melewati Tol Purbaleunyi sebagian besar melebihi kapasitas tonase yang dapat ditopang jembatan. Hal ini tidak hanya terjadi di Tol Purbaleunyi, tetapi secara umum juga di seluruh Indonesia. Jalan nasional di Indonesia dibangun dengan kekuatan beban maksimal 10 ton.
Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong angkutan logistik berbasis rel, terutama yang menghubungkan Jakarta dengan Bandung. Dengan demikian, beban yang harus ditopang jalan ataupun jembatan dapat berkurang, sekaligus akan memperlancar arus lalu lintas di jalan tol dan jalan raya.