logo Kompas.id
Lain-lainKeindahan Hasil Jalan-jalan
Iklan

Keindahan Hasil Jalan-jalan

Oleh
· 6 menit baca

Keindahan alam itu menyegarkan pikiran, juga memberi inspirasi. Itu terbukti bagi Lola Amaria yang kemudian membuat Labuan Hati, film yang memadukan pesona alam dan kesumpekan asmara. Begitu pula tecermin dalam film Trinity, The Nekad Traveler, kisah tentang perempuan urban yang di tengah kesumpekan bekerja menemukan oase lewat jalan-jalan. Secara khusus, film Labuan Hati yang digarap produser sekaligus sutradara Lola Amaria mengeksplorasi alam bawah laut. Lokasi syuting antara lain di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pink Beach, Pulau Sebayur, dan Pulau Padar, yang pintu masuknya lewat Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Setidaknya sekitar 20 persen dari seluruh durasi film berisi tentang terumbu karang, air laut nan jernih, ratusan ikan warna-warni elok, penyu, dan juga manta. Film dibuka dan ditutup dengan pesona laut biru. Lola Amaria mengungkapkan, pada 2012, dia jalan-jalan ke Labuan Bajo menyinggahi beberapa pulau, laut, dan pantai. Tentu saja juga menyelami alam bawah lautnya. Mata dan batinnya dimanjakan pemandangan indah dan beragam hewan bawah laut itu. Sejak hari itu, dia berjanji kepada dirinya untuk bisa membuat film di sana. Ia tak ingin muncul kesan semata mengeksplorasi keindahan lanskap dan alam bawah laut. Untuk itu, Lola merumuskan cerita yang menarik, sekaligus ringan. "Ini kan hiburan. Ringan tetapi kena," kata Lola. Lola lalu berdiskusi dengan Titien Wattimena, penulis skenario film seperti Mengejar Matahari (2004), Gie (2005), dan Minggu Pagi di Victoria Park (2010). Dari diskusi itu tercetus cerita tentang empat orang dengan permasalahan asmara masing-masing yang bertemu di Labuan Bajo. Mereka dimainkan Nadine Chandrawinata (Indi), Kelly Tandiono (Bia), Elly Triana (Maria), dan Ramon Y Tungka (Mahesa). Penulisan film ini dimulai pada Maret tahun lalu dan mulai syuting pada Agustus. Oleh karena alasan anggaran, proses syuting hanya memungkinkan selama 22 hari. "Selama lima hari di antaranya, syuting bawah laut," kata Lola. Adegan di bawah laut ini bukan hanya memanjakan mata karena keindahan alam dan biotanya, melainkan juga lantaran muncul adegan ciuman antara Ramon dan Elly dengan cara menyelam tanpa peralatan (free dive). Dalam khazanah film Indonesia, adegan ini tak biasa. Untuk itu, Lola dan para pemainnya membutuhkan usaha ekstra. Ramon, misalnya, selama sebulan penuh harus latihan menahan napas di air mulai dari 4 detik sampai akhirnya bisa sampai 2 menit penuh. Pada saat syuting pun mereka didampingi penyelam profesional yang siap memasok oksigen sebelum pengambilan gambar.Adegan itu dilakukan di perairan Pulau Padar dengan kedalaman antara 10 meter dan 15 meter. Di film, adegan itu disorot dari bawah sehingga menampilkan siluet sepasang kekasih berciuman. "Ini pertama kali saya menggarap koreografi bawah laut," ungkap Lola.Kekuatan dari film itu, selain keindahan alam, tentu saja karakter pemainnya. Pada dasarnya, keempat pemain itu menyukai traveling dan mengantongi lisensi menyelam sehingga adegan-adegan bawah laut terasa natural. Sinematografi film Labuan Hati memikat juga karena pengambilan sudut gambar yang variatif. Selain menyajikan bentangan lanskap dengan lensa lebar, serta pesona alam dengan kamera bawah air, Lola memanjakan mata dengan sudut-sudut tinggi menggunakan kamera drone. Penampakan aerial dermaga dan pantai sungguh menghadirkan sensasi berbeda. Dalam adegan Indi lepas dari rombongan penyelaman dan tersesat di laut, mata penonton disuguhi laut membiru dan hanya Indi yang bergerak-gerak lemah putus asa. Selain indah, ini memberi kesan dramatis betapa kecilnya manusia di tengah laut. Film ini juga tak semata-mata menyuguhkan keindahan. Ada beberapa kritik yang disampaikan secara cantik. Misalnya, tentang batalnya berkunjung ke suatu pulau karena pemilik pulau itu, yang orang Inggris, sedang berlibur ke sana. Bia baru tahu kalau pulau-pulau itu bisa dibeli orang luar negeri. "The Nekad Traveler" Film Trinity,The Nekad Traveler juga berangkat dari kecintaan akan perjalanan. Produser film Ronny Irawan dari rumah produksi Tujuh Bintang Sinema mengatakan, kegemarannya jalan-jalan dan membaca buku Trinity yang kerap berisi perjalanan yang tak umum menjadi inspirasi. Trinity dikenal sebagai bloger perjalanan yang aktif menuliskan kisahnya. Alhasil, film yang disutradarai Rizal Mantovani itu menghadirkan gambar-gambar keindahan alam dari berbagai sudut, sebut saja Way Kambas Lampung di Sumatera, Gunung Krakatau, dan karst Rammang-rammang di Sulawesi Selatan. Keindahan ditampilkan maksimal. Namun, itu bukan berarti mengabaikan kisah. "Cerita tetap penting. Kami sampai tiga kali ganti penulis skenario. Tidak mudah mengadaptasi buku Trinity yang berupa kumpulan catatan perjalanan," ujar Ronny. Hasilnya, film itu berpusat pada cerita Trinity (diperankan Maudy Ayunda), pekerja kantoran yang suka bepergian dan ambisius untuk menggapai semua keinginan yang dia tuliskan dalam bucket list. Ronny berharap, lewat film itu, orang juga terinspirasi melakukan perjalanan demi mengisi jiwa, sekaligus mengenal Indonesia. Ada begitu banyak pilihan tempat di Indonesia untuk dikunjungi. Bahkan, terkadang tidak terlalu jauh dari perkotaan. "Rammang-rammang yang sering disebut sebagai surga tersembunyi, misalnya, relatif dekat dengan Makassar, sekitar satu jam perjalanan," ujarnya. Asa serupa dilontarkan Trinity, penulis buku The Naked Traveler yang diangkat sebagai film tersebut. "Saya ingin menularkan virus jalan-jalan," ujarnya. Perjalanan, kata Trinity, akan membuka horizon pemikiran sehingga hidup tidak seperti katak di dalam tempurung. Keberadaan film dengan latar lanskap Indonesia itu cukup jitu menggoda orang yang menonton untuk berkunjung. Trinity, misalnya tertarik datang ke Sumba setelah menonton film karya Garin Nugroho yang berlatar Sumba. Labuan Hati dan Trinity, The Nekad Traveler menambah deretan film-film dalam negeri yang mengeksplorasi keindahan alam sekaligus mempromosikan keelokan Indonesia. Sebelumnya, juga ada film Salawaku yang berawal dari perjalanan sejumlah produser muda ke Pulau Seram. Kunjungan-kunjungan itu pada akhirnya akan membantu pariwisata dan masyarakat di daerah tersebut, yang tentu idealnya diikuti dengan perbaikan infrastruktur dan akomodasi. Nah, jika Anda sedang sumpek, tampaknya perlu jalan-jalan, siapa tahu muncul inspirasi. Jangan sampai kurang piknik. (M Hilmi Faiq /Indira Permanasari)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000