Perppu No 1/2017 Mulai Berlaku bagi Nasabah Domestik sejak Ditandatangani 8 Mei
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengakses data nasabah bank dan lembaga keuangan lainnya. Ini berlaku untuk nasabah asing dan domestik. Khusus bagi nasabah domestik, peraturan baru ini mulai berlaku sejak ditandatangani pada 8 Mei lalu.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Regulasi ini ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo per 8 Mei.
”Saya belum bisa memberikan komentar. Nanti kita tunggu pernyataan dari Menteri Keuangan saja. Kemungkinan (konferensi pers) Jumat pekan ini,” kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Rabu (17/5).
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyatakan, ada perubahan mendasar menyangkut kerahasiaan informasi bank dan lembaga keuangan lainnya bagi kepentingan perpajakan. Salah satu yang utama adalah bahwa perppu ini mengamanatkan kepada lembaga keuangan untuk memberikan informasi secara periodik kepada DJP.
Sebelumnya, lembaga keuangan hanya memberikan data sepanjang ada permintaan dari DJP. Itu pun dibatasi hanya untuk kepentingan penyidikan. Implikasinya, akses tersebut hanya sebatas untuk penegakan hukum tetapi tidak bisa untuk penggalian potensi pajak.
Masa pemberlakuan
Menurut Prastowo, perppu ini mengamanatkan keterbukaan informasi untuk kepentingan perpajakan untuk nasabah asing sekaligus domestik. Untuk nasabah asing akan berlaku per September 2018 saat penerapan pertukaran informasi secara otomatis antarnegara. Sementara untuk nasabah domestik berlaku sejak perppu ditetapkan, yakni 8 Mei.
”Untuk nasabah asing, tata caranya sudah diatur secara detail dalam perppu. Namun, untuk nasabah domestik yang semestinya sudah berlaku, justru belum diatur tata caranya. Jadi, pemerintah harus segera menerbitkan aturan pelaksana,” kata Prastowo.
Perppu tersebut, Prastowo menambahkan, secara substansi bagus. Alasannya, regulasi tersebut memberikan kewenangan kepada DJP untuk mengakses informasi keuangan yang sangat krusial untuk penggalian potensi pajak.
Pada saat yang sama, aturan terkait pajak merupakan hal yang sensitif untuk masyarakat dan dunia usaha. Untuk itu, Prastowo menyarankan kepada pemerintah bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan serta Bursa Efek Indonesia untuk menggelar keterangan pers bersama guna memberikan informasi secara jelas kepada masyarakat dan dunia usaha.
Dalam pertimbangannya, perppu tentang keterbukaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan menyebutkan empat hal. Pertama, bahwa pemerintah butuh pendanaan untuk pembangunan. Sumber utamanya adalah pajak. Untuk itu, otoritas pajak perlu akses yang luas untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan bagi kepentingan perpajakan.
Kedua, saat ini masih terdapat keterbatasan akses bagi otoritas perpajakan untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan. Ini merupakan implikasi aturan dalam undang-undang di bidang perpajakan, perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal, serta peraturan perundang-undangan lainnya.
Ketiga, Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional di bidang perpajakan. Salah satu komitmennya adalah mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (automatic exchange of financial account information). Dengan demikian, Pemerintah Indonesia harus segera membentuk peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan sebelum 30 Juni 2017.
Keempat, apabila Indonesia tidak segera memenuhi kewajiban sesuai batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam poin ketiga, Indonesia dinyatakan sebagai negara yang gagal untuk memenuhi komitmen pertukaran informasi keuangan secara otomatis. Akibatnya, Indonesia rugi karena kredibilitas sebagai anggota G-20 akan turun. Kerugian lain adalah kepercayaan investor turun, stabilitas ekonomi nasional potensi terganggu, serta menjadikan Indonesia sebagai negara tujuan penempatan dana illegal.
Akses informasi
Pasal 1 Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menyebutkan, akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan meliputi akses untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Pasal 2 menyebutkan, DJP berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari lembaga jasa keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan.
Informasi yang wajib disampaikan lembaga jasa keuangan tersebut meliputi laporan yang berisi informasi keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional di bidang perpajakan untuk setiap rekening keuangan yang diidentifikasikan sebagai rekening keuangan yang wajib dilaporkan dan laporan berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Laporan harus mencakup satu tahun kalender.
Laporan informasi keuangan yang dimaksud minimal memuat lima hal. Pertama, identitas pemegang rekening keuangan. Kedua, nomor rekening keuangan. Ketiga, identitas lembaga jasa keuangan. Keempat, saldo atau nilai rekening keuangan. Kelima, penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan. (LAS)