logo Kompas.id
Lain-lainFaktor Masa Lalu
Iklan

Faktor Masa Lalu

Oleh
Trias kuncahyono
· 4 menit baca

Krisis diplomatik Qatar ibarat meletakkan peta Timur Tengah di atas meja. Di sana tergambar jelas seperti apa peta kawasan itu; tergambar pula hubungan di antara mereka, siapa kawan siapa dan siapa musuh siapa. Krisis Qatar telah menjadi sarana mengentalnya pengelompokan negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Teluk.Qatar sebagai negara kecil tetapi kaya bermain begitu luwes dalam menjalankan kebijakan luar negerinya. Setelah Revolusi Musim Semi Arab (Arab Spring), Qatar "mengatur ulang" (readjusted) kebijakan luar negeri dalam usaha mempertahankan hubungan baik dengan semua negara yang penting bagi kelangsungan hidupnya-terutama Amerika Serikat dan Iran. Karena itu, Qatar berusaha meningkatkan profil dan peran internasionalnya, antara lain, dengan memediasi konflik di Sudan, Lebanon, Yaman, dan Palestina. Qatar berharap akan dipandang sebagai pemain utama di kawasan. Pada saat bersamaan, Doha, ibu kota Qatar, berharap memperoleh keuntungan dari pergolakan yang terjadi di Timur Tengah dengan mendukung Persaudaraan Muslim (IM) dan kelompok oposisi Islam lainnya (Guido Steinberg: 2012).Di antara negara-negara Teluk, Qatar memperoleh keuntungan paling besar dari Revolusi Musim Semi. Kebijakan mediatornya yang dikembangkan sejak tahun 1995 dan voice of Arab streets-lewat jaringan televisi Al Jazeera-ditambah hubungan yang sudah terjalin di kawasan serta sumber finansial yang besar-Qatar penghasil gas dan pengekspor gas alam terbesar di dunia-dapat memainkan peran besar saat Revolusi Musim Semi Arab. Sejak awal Musim Semi Arab, Qatar menjadi salah satu pendukung utama gerakan protes di Afrika Utara dan Timur Tengah. Qatar memainkan peran utama di hampir semua konflik di Dunia Arab, lewat jaringan televisi Al Jazeera yang berpusat di Doha. Pada Maret 2011, Doha mendesak Liga Arab mendukung NATO untuk mengintervensi Libya yang sedang disapu revolusi, Terhadap kasus Suriah pun tidak jauh berbeda. Qatar mendukung gerakan protes terhadap rezim Bashar al-Assad, dan mendukung Liga Arab untuk menjatuhkan sanksi terhadap Suriah (Kristian Coates Ulrichsen: 2014).Revolusi Musim Semi di Mesir, misalnya, bagi Qatar tidak membahayakan-sementara Arab Saudi merasakan ancaman dari revolusi itu-tetapi justru sebagai sebuah kesempatan. Secara progresif, Al Jazeera menjadi alat propaganda bagi IM (Sherif Elashmawy: 2014; Bernard Haykel: 2013 dan Sultan Sooud Al-Qassemi: 2012). Dukungan Qatar pada Persaudaraan Muslim merupakan pilar kedua bagi strateginya untuk memperoleh pijakan di Mesir pasca-2011.Hubungan antara Qatar dan IM bermula sejak 1950-an. Pada waktu itu, Qatar menerima dan menampung orang-orang Mesir anggota IM yang dianiaya oleh rezim sosialis dan nasionalis Gamal Abd al-Nasser. Di antara mereka tokoh utamanya adalah Sheikh Yusuf al-Qaradawi yang tiba di Qatar awal tahun 1960-an (David B Roberts: 2014). Setelah itu, Qatar juga menerima orang-orang IM yang terpaksa meninggalkan Suriah pada akhir 1970-an. Meskipun ada hubungan kuat antara Qatar dan IM, sulit dipastikan bahwa dukungannya pada IM di Mesir setelah revolusi adalah berbau ideologis. Sebab, Qatar secara resmi menganut Wahhabisme sejak didirikan oleh Sheikh Jassem bin Mohammad al-Thani, awal abad ke-19 (Bernard Haykel: 2013). Di Mesir, setelah revolusi, IM berkuasa dengan Mohammad Morsi sebagai presiden meski singkat (2013-2013). Kemenangan Morsi tak lepas dari peran besar yang dilakukan oleh Al Jazeera (Al-Monitor, 1 Juli 2012). Ada sejarah panjang yang menghubungkan antara Qatar dan IM. Karena itu, ketika kantor berita Arab Saudi (SPA) menyatakan bahwa Qatar merangkul "berbagai kelompok teroris dan sektarian yang bertujuan untuk mendestabilisasi kawasan, termasuk Persaudaraan Muslim, NIIS, dan Al Qaeda, lewat medianya (Al Jazeera)." Mesir seperti memperoleh kesempatan untuk mengisolasi Qatar. Apalagi, ketika Abdel Fatah el-Sisi, Presiden Mesir saat ini, menyingkirkan Morsi, Qatar dan Al Jazeera berada pada posisi yang berseberangan. IM yang mendapat tempat di Qatar adalah musuh utama El-Sisi.UEA, yang juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar, bersikap sama terhadap IM. Pemimpin de facto UEA, Putra Mahkota Pangeran Mohammad bin Zayed, secara tegas menentang IM. UEA juga menuduh Qatar menyebarluaskan ideologi Al Qaeda lewat media dan memberi tempat bagi para ekstremis. Bahrain menuduh Qatar "membiayai kelompok bersenjata yang berhubungan dengan Iran dan melancarkan serangan subversif". Qatar juga dituduh membiayai terorisme di Suriah, Libya, Yaman, dan Mesir (Financial Times, 5 Juni 2017). Arab Saudi juga bersikap sama, ditambah ada rivalitas teritorial dan politik, bukan agama, dengan Qatar. Arab Saudi memutus hubungan dengan IM setelah invasi Irak ke Kuwait tahun 1990. Saat itu, IM berpihak pada Saddam Hussein. Riyadh, menurut Haykel, juga tidak pernah mengampuni karenaIM memolitisasi kaum muda Arabsehingga melahirkan kelompok radikal yang melawan rezim berkuasa pada tahun 1990-an, dan puncaknya terjadi serangan Al Qaeda terhadap pemerintah Riyadh. Persoalan bertambah rumit karena krisis melibatkan Turki, Iran, dan tidak tertutup kemungkinan Rusia dan AS. (Bersambung)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000