Pemprov Bali Beri Insentif bagi 1.100 Hektar Kopi Arabika Kintamani
Oleh
Ayu Sulistyowati
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Tanaman Hortikultura, Tanaman Pangan, dan Perkebunan memberikan insentif bagi 1.100 hektar tanaman kopi arabika di Kabupaten Bangli. Insentif yang diberikan ini berupa pupuk. Insentif juga menjadi bagian dari upaya mengedukasi petani dalam perawatan pohon.
Ini merupakan salah satu upaya meningkatkan produktivitas kopi per hektar agar setara angka nasional. Rata-rata produktivitas nasional tercatat 1.500 ton per hektar. Produktivitas di Bali masih mencapai rata-rata 600 ton per hektar.
”Kopi arabika Kintamani termasuk unggulan Bali, tetapi memang penggarapannya belum maksimal. Provinsi mendorong kabupaten untuk berkomitmen membangun produk unggulannya agar maksimal,” ujar Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Hortikultura, Tanaman Pangan, dan Perkebunan Provinsi Bali Lanang Aryawan, di Denpasar, Rabu (14/6).
Menurut dia, petani memerlukan pendampingan agar lebih yakin kebun kopi arabika masih memiliki prospek positif. Pangsa pasar kopi arabika Bali terbuka baik lokal maupun mancanegara.
Pegiat petani kopi Komang Sukarsana mengatakan, persediaan kopi arabika premium sudah dipesan dan tak lagi tersedia. Menurut dia, hal ini peluang bagus bagi petani agar lebih giat memperbaiki perawatan.
Pelaku di industri kopi optimistis rasa khas jeruk pada kopi arabika Bali Kintamani masih memiliki nilai ekonomi tinggi. Namun, hal ini harus didukung dengan konsistensi pelaku dari hulu hingga hilir, mulai dari perawatan pohon kopi hingga cara sangrai yang benar dalam penyeduhan serta penyajian.
Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali Azka Subhan menegaskan, kopi Kintamani masih memiliki potensi untul dikembangkan. Sejak 2013, Kantor Perwakilan BI Bali memberikan pendampingan petani kopi di Kintamani. ”Para petani membutuhkan pendampingan dan edukasi,” ucap Azka.
Menurut Komang, petani dulu masih tak percaya kopi bisa mendunia dan lebih menggantungkan pada pohon jeruk. Sekarang, petani percaya kopi mereka berbeda dan unik serta harganya makin baik.
Indonesia kaya akan kekayaan dan rasa, salah satunya adalah kopi jenis arabika. Terdapat berbagai jenis kopi, mulai dari kopi Gayo hingga kopi Wamena. Bali menjadi salah satu bagian jenis kopi Nusantara, yakni kopi Bali Kintamani.
Kopi Bali Kintamani memiliki rasa khas, rasa keasaman dari tanaman pendampingnya, jeruk Kintamani. Kopi Bali memiliki sertifikat indikasi geografis (IG) tahun 2008.
Kopi Bali Kintamani merupakan nama berdasarkan IG tersebut dan dihasilkan di tiga kabupaten, yaitu, Kabupaten Bangli, Badung, dan Buleleng. Adapun Kabupaten Tabanan memiliki kopi jenis robusta.
Pangsa pasar untuk kopi arabika dari Bali ini tak hanya di tingkat lokal, tetapi juga ke kota lain, terutama Jakarta. Kondisi semakin menggembirakan karena kedai kopi yang biasa-biasa hingga premium menjamur tiga tahun belakangan di Jakarta, Bandung (Jawa Barat), dan Denpasar (Bali).
Menjadi primadona
Kopi pernah menjadi primadona di kawasan yang merupakan daerah resapan air bagi seluruh Pulau Bali itu, yakni daerah yang membentang dari Pupuan dan Baturiti di Kabupaten Tabanan, Sukasada di Kabupaten Buleleng, Petang di Kabupaten Badung, Kintamani di Kabupaten Bangli, serta Rendang dan Kubu di Kabupaten Karangasem.
Dalam harian Kompas (4 Maret 2011), pada masa jayanya, kopi adalah unggulan ekspor perkebunan dari Bali. Tahun 1990, volume ekspornya mencapai 6.100 ton atau 92 persen dari total ekspor hasil perkebunan Bali. Namun, kontribusinya semakin merosot. Tahun 2005, tinggal 3.500 ton, dan pada tahun 2010 bahkan produksinya saja hanya 3.484 ton.
Guna mengembalikan masa keemasannya, Dinas Perkebunan Bali terus berupaya menggalakkan penanaman kembali kopi. Tahun 2010, Pemprov Bali menganggarkan Rp 2, 4 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk penanaman kopi. Hasilnya, tahun 2010, tercatat areal pertanaman kopi baru 2.611 hektar, baik robusta maupun arabika.