Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Bitung Baru Jalani Fase Pertama
Oleh
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah ditetapkan pada 2014 lewat Peraturan Pemerintah Nomor 32, Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK Bitung di Sulawesi Utara baru menjalani fase pertama pembangunan. Sekretaris Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Enoh Suharto Pranoto, Kamis (20/7), di Jakarta, menyebutkan, total ada empat fase yang ditetapkan bagi pengembangan KEK Bitung.
Menurut dia, setelah ditetapkan pada 2014, secara hukum terdapat masa selama tiga tahun untuk pembangunan. Sejauh ini, infrastruktur berupa dukungan jalan sudah tersedia. ”Memang saat ini masih ada hambatan yang terkait dengan pembebasan lahan,” ujar Enoh.
Sehubungan dengan hal tersebut, ia menyebutkan telah menemui Menteri Agraria dan Tata Ruang guna pemrosesan dan penyelesaian masalah lahan. Problem lahan perlu segera diatasi karena sejumlah investor dari beberapa negara masih menunggu untuk bisa menanam investasi.
KEK Bitung direncanakan bagi pengembangan industri pengolahan perikanan, industri berbasis kelapa dan tanaman obat (farmasi), logistik, serta aneka industri. Sejauh ini, terdapat 11 KEK yang sudah mendapatkan penetapan dari pemerintah, yakni KEK Arun Lhokseumawe, KEK Tanjung Kelayang, KEK Sorong, KEK Maloy Batuta Trans-Kalimantan, KEK Tanjung Lesung, KEK Tanjung Api-api, KEK Sei Mangkei, KEK Palu, KEK Morotai, KEK Mandalika, dan KEK Bitung.
Terkait dengan hal itu, upaya percepatan yang mesti dilakukan adalah pembentukan pengelola KEK di tingkat daerah. Bentuknya bisa berupa badan usaha milik daerah, tetapi didorong untuk bekerja sama dengan badan usaha profesional dalam mengembangkan kawasan.
Menurut Edib Muslim, Tenaga Ahli Kebijakan Strategis dan Kewilayahan Kementerian Koordinator Perekonomian, pengembangan KEK Bitung dipastikan mempraktikkan prinsip manajemen tunggal terkait pengelolaan dan pengolahan limbah. Ia menegaskan pentingnya KEK Bitung, sebagaimana 10 KEK lain, untuk bisa menyerap tenaga kerja lokal.
Untuk kepentingan itu, sejumlah investor didorong guna menyerap tenaga kerja lokal. Akan tetapi, keinginan tersebut mesti dibarengi suplai tenaga kerja dengan kemampuan spesifik.
Enoh menambahkan, pihaknya sudah mengomunikasikan hal tersebut terkait kebutuhan membangun sejumlah politeknik guna menghasilkan tenaga kerja spesifik. Komunikasi dilakukan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ”KEK mesti terintegrasi dan tidak bisa parsial. Harus terkoneksi semua agar sinkron,” ujarnya. (ICH/INK)