BEKASI, KOMPAS – Pembangunan kota diyakini perlu mengakomodasi kemajemukan warga. Ruang kota dan kebijakan yang menjaga kemajemukan warganya dapat menciptakan keharmonisan dan kebahagiaan.
"Karena warga kota itu heterogen dan majemuk, pemimpin itu harus berdiri di atas semua golongan. Jadi, kota harus dibangun dalam konteks pluralisme," ujar Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, ditemui di Jatibening, Kota Bekasi, Rabu (26/7).
Di Kota Bekasi, saat ini sudah terbentuk majelis umat hingga tingkat kecamatan untuk menjaga kerukunan umat beragama. Selain itu, kata Rahmat, infrastruktur dan fasilitas rumah ibadah akan terus dibangun untuk mendorong warga melakukan kegiatan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya. "Di dekat GOR Bekasi, nantinya akan kami bangun masjid. Tempat ibadah lain juga akan kami fasilitasi. Esensi ada ruang keagamaan kan untuk membentuk masyarakat yang ikhsan," kata Rahmat.
Apa yang disampaikan itu menanggapi Seminar Internasional tentang Tata Kota dan Religiusitas bertema “Reclaiming the Space, Reinventing the Spirits,” di Hotel Merbabu Merapi, Kota Bekasi, Selasa (25/7). Seminar yang digelar Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi itu, hadir sebagai pembicara Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, mantan Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, Rektor Unisma Nandang Najmulmunir, dan Direktur Perencanaan Pembangunan Kawasan Perdesaan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nora Ekaliana.
Ridwan Kamil menilai, membangun sebuah kota tidak sekadar infrastruktur, tetapi juga mempertimbangkan aspek manusia yang tinggal di dalam kota. Untuk itu, pembangunan juga perlu menyertakan program yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan warga kota.
“Kalau kota wadahnya, maka airnya itu manusianya. Air bisa menjadi jernih kalau wadahnya bisa menghasilkan situasi yang jernih. Maka, sediakanlah kebijakan-kebijakan dan ruang kota yanbg membuat warganya menjadi bahagia dan lebih religius,” kata Ridwan Kamil.
Ridwan Kamil mengakui, kondisi kota saat ini sudah cukup menekan. Salah satu tugas kepala daerah yang terpenting dalam menurunkan derajat stres warganya adalah melalui program. Di Kota Bandung, antara lain diterapkan shalat subuh berjamaah serta membayar zakat melalui telepon seluler, serta memperkuat silaturahim lewat budaya. “Dengan begitu, warga Bandung tinggi bahagianya,” ujar Ridwan.
Azyumardi Azra menilai, ekspresi keagamaan di wilayah perkotaan harus disampaikan secara hati-hati dengan menengok kondisi masyarakat yang beragam. Selain itu, warga juga perlu mewaspadai kebijakan yang berpotensi mengultuskan seorang pemimpin.
Untuk itu, Azyumardi menyebutkan, kebijakan kepala daerah perlu menilik berbagai aspek, termasuk peningkatan pemahaman keagamaan yang baik bagi warganya serta mempertimbangkan kondisi warga yang majemuk.
Menurut Nora Ekaliana, sebanyak 82,37 persen dari seluruh penduduk Indonesia akan tinggal di kota pada tahun 2045. Hal ini salah satunya dipicu oleh laju urbanisasi yang tinggi.
Oleh karena itu, pembangunan di pedesaan diperlukan agar tidak terjadi kesenjangan sehingga terjadi pengurasan sumber daya manusia dari desa ke kota. Pembangunan di desa bisa berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan sarana prasarana, peningkatan kualitas kehidupan sosial ekonomi, dan pengembangan sumber daya alam.