KENDAL, KOMPAS — Kekeringan yang mulai melanda sebagian wilayah Jawa Tengah saat memasuki pekan pertama Agustus 2017 menyebabkan 1.100 desa dari 317 kecamatan diperkirakan kesulitan air bersih hingga pertengahan Oktober. Bahkan, debit air di delapan waduk mulai menyusut.
”Desa-desa itu bakal berstatus darurat kekeringan. Ditandai dengan kekekurangan air bersih sehingga perlu ada bantuan droping air,” ujar Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng Sarwa Pramana, Selasa (8/8/2017), di Semarang.
Kekeringan mulai dirasakan warga di pesisir pantai utara. Sejumlah warga di Desa Jatirejo, Kecamatan Ngampel, Kabupaten Kendal, menyebutkan, kekeringan ditandai surutnya sumber air di sumur ataupun embung desa. ”Seminggu terakhir warga sudah minta bantuan air bersih. Sementara sudah ada bantuan dua truk tangki air bersih,” ujar Suheri (45), warga Desa Jatirejo.
Terkait darurat kekeringan, Sarwa menambahkan, kabupaten yang sudah menyatakan darurat kekeringan, yakni Boyolali. Untuk siaga darurat bencana kekeringan, Pemprov sudah menyiapkan dana tanggap darurat berkisar Rp 700 juta-Rp 1 miliar. Anggaran tersebut khususnya disediakan untuk bantuan distribusi air bersih. Jika kurang, akan memakai dana siap pakai dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk Jateng sekitar Rp 8 miliar.
Secara terpisah, prakirawan cuaca Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Semarang, Zauyik Nana Ruslana, mengatakan, kekeringan di Jateng paling awal dirasakan di wilayah timur. Daerah itu meliputi Kabupaten Demak, Grobogan, Pati, Jepara, Rembang, dan Blora. Selanjutnya, baru akan terjadi di wilayah selatan, seperti Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, dan Klaten.
”Sebagian daerah yang dilanda kekeringan, terutama Jateng bagian utara, tidak akan memperoleh hujan dalam waktu mulai dari 40 hari hingga lebih dari 60 hari ke depan. Kemarau kali ini kemungkinan kemarau basah. Namun, karena awal kemaraunya mundur, waktunya bisa panjang,” ujar Nana.
Irigasi
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang Jateng, Prasetyo Budie Yuwono mengemukakan, debit air di delapan waduk mulai menyusut. Tiga waduk yang airnya sudah kering yakni Waduk Kedungwuling (Wonogiri), serta Waduk Gebyar dan Waduk Botak di Kabupaten Sragen.
Adapun lima waduk lain yang volume airnya mulai susut adalah Waduk Gunungrowo (Pati), Lodan Wetan (Rembang), Krisak (Wonogiri), serta Waduk Kembangan dan Brambang (Sragen).
”Ketersediaan air di sejumlah waduk yang mulai surut airnya tinggal 20-40 persen dari kapasitas maksimal yang normalnya sekitar 19 juta meter kubik,” ujar Prasetyo.
Dia mengatakan, musim kering tahun ini diprediksi panjang setidaknya sampai Oktober. Warga di sejumlah daerah diperkirakan kesulitan air bersih, sedangkan untuk irigasi berkurang tetapi tidak sampai kering.
Dari sektor irigasi pertanian, ketersediaan air irigasi saat ini mencapai 1,2 miliar meter kubik dari 41 waduk, terdiri dari 9 waduk besar dan 31 waduk sedang dan kecil. Meski demikian, volume air terus menyusut setelah hujan tidak lagi turun.