Hak Angket dan Kasus Korupsi KTP Elektronik Dominasi Surat Kabar
Berita soal Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kasus Korupsi KTP Elektronik mendominasi berita utama di halaman satu surat kabar selama bulan Juli 2017.
Kedua isu yang saling berelasi tersebut, masing-masing diberitakan sebanyak 17 kali di enam surat kabar nasional sepanjang bulan lalu.
Berbagai manuver yang dilakukan panitia Hak Angket DPR terhadap KPK termasuk menemui para narapidana korupsi di lapas Sukamiskin, Bandung menjadi perhatian besar surat kabar periode bulan Juli lalu.
Hampir semua surat kabar menyoroti isu tersebut sebagai upaya mencari kelemahan KPK dalam memproses dan menangani perkara terpidana korupsi.
Pemberitaan mengenai Hak Angket DPR terhadap KPK ini menyita perhatian besar media karena panitia angket terkesan ngotot agar hak angket ini benar-benar bisa dilaksanakan.
Namun pada kenyataannya justru sebaliknya, kengototan para anggota DPR yang masuk dalam panitia angket ini justru mendapat kritikan dan kecaman dari berbagai pihak.
Deklarasi dukungan terhadap KPK oleh ratusan akademisi tidak mendapat respon dari panitia angket. Sebaliknya, gerak panitia angket bahkan makin cepat.
Mayoritas surat kabar nasional tampak menunjukkan posisinya mendukung upaya pemberantasan korupsi. Hal ini tampak dari cara koran nasional membingkai pemberitaan terkait isu ini melalui pilihan judul berita utama di halaman muka mereka.
Isu Novel Baswedan
Tidak bisa dimungkiri jika kasus Hak Angket DPR terhadap KPK saling berkaitan dengan pemeriksaan kasus korupsi KTP elektronik dengan tersangka politisi Hanura, Miryam S Haryani.
Kasus ini juga tidak bisa dipisahkan begitu saja dengan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan. Hingga tiga bulan lebih, kasus penyerangan Novel Baswedan juga belum menemui kejelasan siapa pelakunya.
Headline surat kabar pada Juli lalu juga menggarisbawahi dan menekankan instruksi Presiden Joko Widodo agar kasus ini dapat diusut tuntas dan pelakunya segera ditangkap.
Beragam upaya surat kabar dilakukan untuk mendapatkan liputan eksklusif, di antaranya adalah wawancara khusus bersama Novel Baswedan maupun wawancara khusus dengan Kapolri Tito Karnavian.
Upaya mengungkap kasus ini selalu terbentur oleh belum adanya bukti untuk mengungkap pelaku dan otak penyerangan terhadap Novel Baswedan. Dalam beberapa pemberitaan, surat kabar mengutip pernyataan Novel Baswedan yang menyebut keterlibatan perwira tinggi di kepolisian dalam kasus ini.
Posisi surat kabar tampak jelas ingin mendudukkan persoalan dengan sejelas-jelasnya dengan menggali komentar dari Novel Baswedan sebagai korban dan langkah pihak kepolisian yang terus mendalami kasus ini.
Dalam konteks ini, tampak upaya media massa dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas.
Isu Ormas Radikal
Isu lain yang mendapat sorotan surat kabar dan menjadi perhatian luas publik adalah soal pembubaran ormas radikal dan anti-Pancasila.
Pada tanggal 19 Juli 2017 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM secara resmi mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM.
Langkah tersebut kemudian disusul dengan sejumlah kebijakan pemerintah. Setelah melalui beragam dan rangkaian kajian, Presiden Joko Widodo secara resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) Undang-undang tentang Organisasi Masyarakat (Ormas).
Penerbitan perppu itu diumumkan Menkopolhukam Wiranto dalam jumpa pers pada 12 Juli 2017. Wiranto menjelaskan pertimbangan terbitnya Perppu tersebut, yaitu karena UU Ormas tidak lagi memadai sebagai sarana untuk mencegah ideologi ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, baik aspek substantif atau prosedur.
Pemberitaan terkait ormas ini cukup sensitif, mengingat kasus Pilkada DKI Jakarta lalu. Polarisasi sosial masyarakat saat ini tidak terlepas dari peran ormas, terutama jika direlasikan dengan kepentingan kontestasi dan pilihan politik. Sejatinya ormas dibentuk untuk memberikan wadah menyalurkan aspirasi positif masyarakat, menampung gagasan, dan beragam ide untuk memajukan bangsa.
Ragam Isu Lain
Tidak hanya isu politik yang mendapat sorotan utama enam surat kabar nasional sepanjang Juli 2017. Salah satu isu di bidang ekonomi yang mendapat perhatian media adalah masalah beras. Kasus penggerebekan gudang beras di Bekasi oleh Tim Satgas Pangan akhir Juli lalu merupakan cermin buruknya perdagangan beras.
Sebagai kebutuhan mendasar, beras ternyata tidak luput dari mafia yang menggerogoti mata rantai bisnisnya dan mengakali kualitas beras sebagai komoditas pangan.
Isu dalam negeri lain yakni terkait penyelenggaraan ibadah umrah. Banyak calon jamaah yang dirugikan karena tak kunjung diberangkatkan oleh penyelenggara perjalanan umroh. Kasus ini menjadi pelajaran bagi pemerintah yang dianggap terlalu mengobral kuota haji umroh kepada biro perjalanan.
Pemerintah dianggap tidak melakukan pengawasan ketat terhadap penyelenggaraan ibadah umroh. Banyak calon jemaah ditelantarkan, padahal sudah melunasi biaya perjalanan. Isu ini menguat dengan dugaan penipuan oleh sejumlah biro perjalanan.
Sementara itu, isu internasional yang mendapat perhatian media adalah memanasnya konflik Israel Palestina. Ketegangan antara pasukan keamanan Israel dengan warga Palestina kembali terjadi di Yerusalem. Israel membatasi umat muslim yang akan beribadah di kompleks Masjid Al-Aqsa.
Bentrokan sporadis itu menyebabkan tiga orang warga Palestina tewas. Puncak bentrokan terjadi menjelang salat Jumat pada 21 Juli. Polisi Israel membatasi orang-orang yang masuk ke dalam kompleks Kota Tua di bagian Yerusalem Timur. Mereka melarang orang-orang di usia di bawah 50 tahun, masuk ke dalam masjid.
Dari serangkaian isu yang terbit sepanjang periode bulan Juli 2017 di enam surat kabar nasional, dapat disimpulkan bahwa politik merupakan bidang persoalan yang paling banyak mendapat sorotan. Secara umum, tren bidang persoalan ini tidak berbeda jauh dengan enam bulan sebelumnya yang menempatkan politik sebagai bidang persoalan yang paling banyak diangkat surat kabar. (Topan Yuniarto/Litbang Kompas)