Polisi Bekuk Kelompok Penyebar Ujaran Kebencian di Medsos
Polisi menangkap pelaku penyebar hoaks dan ujaran kebencian yang tergabung dalam kelompok Saracen. Organisasi ini tergolong rapih.
Oleh
Windoro Adi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tiga tersangka penyebar kebencian di media sosial dibekuk anggota Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri secara terpisah pada akhir Juli dan awal Agustus 2017. Mereka adalah MFT (43) yang ditangkap pada 21 Juli di Koja, Jakarta Utara, SRN (32) yang ditangkap pada 5 Agustus di Cianjur, Jawa Barat, dan JAS (32) yang ditangkap di Pekanbaru, Riau, 7 Agustus.
”Mereka tergabung dalam kelompok Saracen dengan struktur organisasi yang rapi. Para pelaku beroperasi sejak November 2015,” ucap Direktur Tindak Pidana Siber Brigjen (Pol) Fadil Imran, Rabu (23/8), di Jakarta.
Ia menjelaskan, JAS berperan sebagai ketua, MFT berperan di bidang media informasi, sedangkan SRN berperan sebagai koordinator grup wilayah. Dalam operasinya, JAS merekrut anggota dengan daya tarik berbagai unggahan yang provokatif menggunakan isu suku, agama, ras, dan golongan (SARA) sesuai tren di media sosial. Unggahan itu berupa kata-kata, narasi, ataupun meme.
JAS mampu memulihkan akun anggotanya yang diblokir. Ia juga mempunyai kemampuan untuk membuat bermacam akun di media sosial, baik anonim maupun tidak anonim. Hal ini berdasarkan temuan berupa banyaknya hasil pemindaian (scan) KTP dan paspor.
Berganti ponsel
Untuk menyamarkan perbuatannya, JAS sering berganti nomor telepon seluler (ponsel) agar dapat membuat berbagai akun e-mail ataupun Facebook. Menurut polisi, JAS memiliki 11 akun e-mail dan enam akun Facebook. Akun e-mail dan Facebook ini digunakan sebagai alat untuk membuat sejumlah grup, bahkan mengambil alih akun milik orang lain.
”Hasil digital forensik menunjukkan grup Saracen menggunakan beberapa sarana untuk menyebar ujaran kebencian berisi SARA, antara lain lewat grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, Saracen News.com, dan berbagai grup lain. Pemilihan nama diupayakan semenarik mungkin bagi para netizen agar mau,” tutur Fadil. Hingga saat ini, menurut dia, ada 800.000 akun di grup Saracen.
Adapun MFT bertugas menyebar ujaran kebencian dengan mengunggah meme atau foto yang telah diedit. Ia juga membagikan ulang unggahan dari anggota Saracen lewat akun pribadi miliknya.
Tersangka SRN bertugas mengoordinasi wilayah pembuatan ujaran kebencian dengan mengunggah materi atas namanya sendiri ataupun membagikan ulang unggahan dari anggota Saracen lain. Unggahan ini bermuatan penghinaan dan SARA. Hal ini dilakukannya lewat akun pribadi dan beberapa akun lain yang dipinjamkan oleh JAS.
Fadil menjelaskan, pengungkapan dan penangkapan diawali dengan pemantauan terhadap pelaku yang sering mengunggah ujaran kebencian dan hoaks bermuatan SARA. Pemantauan dilakukan terhadap grup-grup media sosial, para pengelola grup, dan akun individu. Satuan tugas (satgas) kemudian menyisir, menyelidiki, dan mengungkap kelompok Saracen.
Sejumlah barang bukti yang disita dari JAS adalah 50 simcard dari berbagai operator, lima hardisk CPU, dan 1 HD laptop. Ada pula 4 ponsel, 5 flashdisk, dan 2 memory card.
Barang yang disita dari SRN adalah 1 ponsel Lenovo, 1 memory card, 5 simcard, dan 1 flashdisk. Adapun barang yang disita dari SRN ialah laptop dan hardisk, 1 ponsel Asus ZR3, 1 ponsel Nokia, 3 simcard, dan 1 memory card.
”MFT dan SRN dipersangkakan melakukan tindak pidana ujaran kebencian dengan konten SARA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A Ayat 2 jo Pasal 28 Ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara, dan atau Pasal 45 Ayat 3 jo Pasal 27 Ayat 3 UU ITE dengan ancaman 4 tahun penjara,” tutur Fadil.
JAS dipersangkakan melakukan tindak pidana ilegal akses sebagaimana dimaksud Pasal 46 Ayat 2 jo Pasal 30 Ayat 2 dan atau Pasal 46 Ayat 1 jo Pasal 30 Ayat 1 UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 dengan ancaman 7 tahun penjara.