KOMPAS, JAKARTA — Pemerintah menargetkan angka partisipasi kasar pendidikan tinggi pada tahun 2045 mencapai 75 persen. Salah satu cara untuk mencapai target tersebut adalah dengan membuka program kuliah jarak jauh yang memungkinkan mahasiswa tidak perlu berada di lokasi universitas dan bisa mengikuti perkuliahan melalui internet.
”Masalah klasik rendahnya APK (angka partisipasi kasar) pendidikan tinggi adalah karena biaya yang dinilai mahal. Terutama jika menyangkut biaya merantau,” kata Direktur Pembelajaran Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Paristiyanti Nurwardani dalam bincang-bincang pada acara peluncuran Quipper Campus di Jakarta, Jumat (25/8).
APK pendidikan tinggi (dikti) di Indonesia baru 30 persen dari total penduduk berusia 19-23 tahun. Sementara itu, APK dikti Malaysia sudah 47 persen. Padahal, dulu guru dan dosen Malaysia berkuliah di Indonesia.
”Ini tantangan yang harus dihadapi karena 57 juta orang Indonesia hanya tamat SD dan 49 juta orang hanya tamat SMP. Dikti belum merupakan prioritas mayoritas orangtua semacam ini bagi anak-anaknya,” tutur Paristiyanti.
Oleh sebab itu, sinergi antara pemerintah, komunitas di masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media harus semakin digalakkan untuk menyosialisasikan dikti.
Pilihannya bisa dikti di bidang akademis, yaitu di perguruan-perguruan tinggi berbasis riset. Bisa pula dikti di bidang vokasi di politeknik. Bidang vokasi dapat dilanjutkan ke jenjang S-2 dan S-3 terapan. Terlebih pada tahun 2030 Indonesia diperkirakan kekurangan 30.000 sarjanan terapan.
Jarak jauh
Salah satu upaya yang akan dilakukan pemerintah ialah membuka kesempatan kuliah jarak jauh. Paristiyanti menjabarkan, hal tersebut baru boleh dilakukan perguruan tinggi berakreditasi A. Alasannya karena mereka sudah mapan dari segi sarana dan prasarana serta memiliki sistem pengawasan yang baik.
”Kecil kemungkinan kampus berakreditasi A akan berperilaku bandel karena berisiko menurunkan akreditasi mereka,” ujarnya.
Kelas jarak jauh ditentukam dari izin yang dimiliki program studi (prodi) dan perbandingan dosen dan mahasiswa, yaitu 1:25 untuk eksakta dan 1:30 untuk sosial. Prodi dengan izin konvensional boleh melaksanakan kelas jarak jauh untuk setengah dari jumlah mahasiswa. Misalnya, dari 25 mahasiswa di satu kelas, 12 orang boleh berkuliah jarak jauh. Namun, tetap ada jadwal keseluruhan mahasiswa harus berkumpul beberapa kali dalam satu semester.
Kepala Kopertis III Wilayah Jakarta Illah Sailah mengungkapkan, ada dua perguruan tinggi swasta di Jakarta yang sudah melakukan kuliah jarak jauh, yaitu Universitas Binus dan London School of Public Relations. Keduanya baru melaksanakan sejak tahun 2016 dan masih dalam proses evaluasi kopertis.
Dari dunia usaha, terdapat perusahaan pendidikan berbasis daring, seperti Quipper, yang memudahkan calon mahasiswa mencari perguruan tinggi yang cocok. Mereka memiliki keanggotaan 2,5 juta siswa dan 250.000 guru dari 10.000 sekolah di Indonesia. Melalui fitur Quipper Campus yang diakses gratis, siswa SMA sederajat bisa mengetahui informasi setiap prodi perguruan tinggi beserta skor minimal untuk masuk serta angka persaingannya.
Takuya Homma, salah satu pendiri Quipper dan Penanggung Jawab Quipper Indonesia, mengatakan, Quipper Campus bekerja sama dengan 1.100 guru bimbingan dan konseling se-Indonesia. ”Sebelum siswa SMA mencari universitas, ada fitur tes minat dan bakat yang mendalam. Hal ini memudahkan siswa mengenal kemampuan diri sehingga tidak kebingungan memilih prodi,” ujarnya.