Beyond Borders: Notes on the Colonial and Post-Colonial Dynamics in the Americas, Europe, and Indonesia
Penulis:
Baskara T Wardaya SJ
Tempat Terbit:
Yogyakarta
Tempat Terbit:
Sanata Dharma University Press & PUSDEMA
Tempat Terbit:
2017
Tempat Terbit:
228 + xviii halaman
Tempat Terbit:
978-602-6369-66-6
</aside
Dalam imperialisme, masyarakat pribumi masuk kategori kaum marjinal, sedangkan masyarakat pendatang yang memiliki kuasa lebih besar masuk kategori superior. Dalam hal ini, penulis menarasikan apa yang dialami Leandro Baquijano, seorang Kreol dari keluarga kaya, yang harus bersusah payah agar memiliki status sosial yang tinggi dan masuk kategori superior di Peru yang jajahan Spanyol. Meskipun jalan yang diambil tak selalu baik, akhirnya ia berhasil masuk dalam sistem pemerintahan ”Melampaui Batas” yang ditetapkan penguasa.
Budaya dan jender
Dalam artikel kedua, penulis menganalisis kisah Tituba dalam berbagai perspektif, baik budaya, jender, ekonomi, maupun agama. Tulisan ini merupakan sebuah kejutan dari buku ini karena pengalaman perempuan sering kali luput dari historiografi. Meskipun hanya ada dalam satu artikel, tema tersebut mampu mewakili perempuan lain sebagai petualang yang ”Melampaui Batas” pada masanya.
Tituba salah satu contoh kelompok minoritas yang dijadikan kambing hitam dari peristiwa psikologi yang menimpa beberapa gadis. Ia dituduh sebagai penyihir setelah membacakan ramalan di musim dingin. Laporan tersebut kemudian dibawa ke persidangan dan diadili dalam pengadilan puritan pada 1692.
Tuduhan dan peradilan terhadap Tituba merupakan bentuk diskriminasi dan kekalahannya sebagai kelompok minoritas. Menariknya, penulis menghadirkan perspektif lain. Di balik kekalahannya, Tituba berhasil ”Melampaui Batas”-nya sebagai budak yang mengambil kontrol kelompok puritan di Salem Village. Pengakuannya sebagai penyihir membuat ia dieksekusi dan menciptakan peristiwa besar di Amerika Utara, perburuan penyihir. Perempuan menjadi target perburuan kaum misoginis.
Dalam aspek budaya, penulis mengatakan bahwa Tituba membawa budaya Karibia ke Salem Village sebagai bentuk ”Melampaui Batas”, tetapi penjelasan tentang budaya Karibia tidak banyak diungkap. Dalam aspek agama dan kepercayaan, penulis membahas tentang sihir yang dipercaya masyarakat Salem Village. Tituba dituduh sebagai penyihir dan ia ”terpaksa” mengaku. Dalam hal ini, ”sihir” adalah stigma yang diciptakan masyarakat Salem Village untuk Tituba. Penulis tidak menjelaskan apakah yang dilakukan Tituba benar-benar kegiatan menyihir dalam masyarakat Indian Amerika? Hal ini masih berkaitan erat dengan penjelasan tentang budaya Karibia yang tidak banyak diungkap.
Dalam aspek jender, ada hal yang hilang, yaitu penjelasan tentang kondisi perempuan pada saat itu, baik di Barbados maupun Salem Village. Hal tersebut menjadi penting untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh misoginis terhadap perburuan penyihir di Amerika pada saat itu?
Pada artikel ketiga, penulis mengambil koran The New York Evening , sebuah koran pertama yang terbit di wilayah jajahan Inggris di Amerika Utara pada 1744, sebagai gambaran tentang kondisi Amerika Utara abad ke-18. Hal yang disoroti penulis ialah tentang bagaimana koran tersebut membawakan berita-berita yang ”Melampaui Batas”.
Politik dan agama
Meskipun sama-sama menelusuri proses ”Melampaui Batas”, artikel ketiga menghadirkan pembahasan mendalam tentang politik dan agama. Artikel ini berkaitan erat dengan artikel kelima yang membahas pengaruh gereja Katolik di Amerika dan pendudukan Filipina tahun 1898-1904. Sayangnya, dua artikel tersebut tidak ditempatkan secara kronologis.
Pada artikel keempat, penulis berusaha menghadirkan dua perspektif dari sekolah pemikiran gereja. Kelompok agamawan pertama berpendapat kebijakan luar negeri Amerika tidak memiliki kaitan dengan kelompok agama, murni urusan politik dan ekonomi. Berbeda dengan itu, kelompok agamawan kedua beranggapan meski berperan sangat kecil, kelompok agama turut menyumbangkan suara dalam keputusan yang terkait kebijakan Amerika, baik lewat jalan damai maupun peperangan. Meski memiliki perbedaan pendapat, keduanya ingin menaikkan pengaruh agama dalam pemerintahan. Hal itu disebabkan kekalahan gereja dan orang Katolik pada konflik yang terjadi dengan pemerintah pada akhir 1980-an yang terdapat dalam artikel kelima.
Dalam artikel kelima, penulis memaparkan bagaimana konflik antara golongan agama dan Pemerintah Amerika terjadi. Sebagai agama minoritas, kelompok Katolik berusaha mencari kekuatan melalui gerakan ”Amerikanisasi”.
Artikel empat dan lima menunjukkan bagaimana kelompok agama mengalami proses ”Melampaui Batas”. Mereka tidak hanya fokus membangun keimanan, tetapi juga memperluas umat dan pengaruh melalui jalan politik dan sosial. Pemerintah Amerika yang memiliki kekuatan pada masa itu tidak lepas dari sasaran hasrat kelompok agama untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk minoritas Katolik.
Kondisi seperti itu relevan dengan situasi saat ini, baik di Timur Tengah maupun negara Barat. ISIS menjadi penanda bagaimana agama masih digunakan sebagai tameng melawan kelompok yang berseberangan dengan keyakinan mereka. Amerika sebagai negara adikuasa memegang kendali atas konflik ini, baik di Suriah, Irak, Iran, maupun Filipina.
Pembahasan tentang Indonesia terkait kondisi global dijelaskan pada artikel 12 dan 13. Dalam hal ini, aspek politik lebih ditekankan penulis tentang bagaimana peristiwa yang terjadi di Indonesia berkaitan erat dengan kondisi politik dunia, terutama Perang Dunia II.
Secara keseluruhan, buku ini sangat menarik untuk melihat keterkaitan antar-individu, masyarakat, dan negara. Semua mengalami proses saling memengaruhi, baik yang berasal dari kelompok minoritas maupun mayoritas. Mereka memiliki kesempatan untuk ”Melampaui Batas” dari berbagai aspek, baik sosial, ekonomi, politik, agama, maupun jender. Meskipun terkesan Baratsentris, buku ini dapat digunakan untuk memahami pengaruh politik dunia terhadap kondisi Indonesia dan Asia saat ini.