NUNUKAN, KOMPAS — Ketergantungan warga perbatasan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, pada barang kebutuhan pokok asal Malaysia perlahan dikurangi. Di Pulau Sebatik, misalnya, akan dibangun Rumah Pangan Kita untuk menyalurkan bahan-bahan kebutuhan pokok yang ditargetkan dimulai akhir tahun ini. Pertamina juga segera memasok elpiji nonsubsidi ke Sebatik.
Sebatik adalah pulau yang dimiliki dua negara, Malaysia dan Indonesia. Namun, warga Sebatik-Indonesia mendatangkan 70 persen barang kebutuhannya dari Tawau, Malaysia. Kondisi ini sudah berlangsung selama puluhan tahun karena mendatangkan barang dari Tawau lebih murah.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan Nunukan Hasan Basri, Selasa (19/9), mengatakan, pemerintah kabupaten dan Bulog sudah menandatangani nota kesepahaman (MOU) Rumah Pangan Kita (RPK), Agustus lalu. RPK merupakan program jaringan distribusi pangan dari Bulog.
”Mekanisme distribusinya dilakukan Bulog, sedangkan kami mengupayakan lahan, kios, atau ruko. Nantinya, ada lima RPK tersebar di lima kecamatan di Sebatik. Pihak desa yang jadi operatornya. Di RPK ini, sembako (bahan kebutuhan pokok) akan dijual dengan harga ’Bulog’ alias harga normal. Semoga RPK bisa terealisasi akhir tahun,” tutur Hasan.
Selain bahan kebutuhan pokok, elpiji nonsubsidi juga diharapkan secepatnya dapat masuk ke daerah itu, menyusul masuknya elpiji subsidi (ukuran 3 kg) sejak dua tahun lalu. Mayoritas warga Sebatik memakai elpiji Malaysia ukuran 14 kg yang disebut warga sebagai ”tong gas”.
”Saya punya tabung melon (elpiji subsidi 3 kg), tapi susah beli kalau habis. Mau tidak mau, sering pakai elpiji Malaysia yang mudah didapat. Jika ada elpiji 12 kg (nonsubsidi) di Sebatik, warga pasti beli,” ucap Kadir, tokoh masyarakat di Sebatik.
Secara terpisah, Area Manager Communication and Relation Pertamina Kalimantan Alicia Irzanova menyebutkan, pihaknya siap memasok elpiji nonsubsidi ke Sebatik. ”Kami segera merealisasikan. Tak hanya elpiji 12 kg, tapi nantinya juga elpiji 5,5 kg,” lanjutnya.
Asmil (33), warga Sebatik, mengatakan, harga barang asal Malaysia bisa 10-30 persen lebih murah dibandingkan dengan barang asal Indonesia. ”Beras Malaysia Rp 8.000-Rp 8.500 per kg, sedangkan beras Indonesia yang datang dari Tarakan Rp 9.000-Rp 10.000 per kg,” ujar Asmil.
Malaysia memasok nyaris semua barang ke Sebatik, mulai dari beras, minyak goreng, susu, roti, telur, daging, sayuran, terigu, gula, minuman kaleng, hingga mainan anak. Barang-barang ini sebetulnya didatangkan secara ilegal dari Tawau, diangkut memakai kapal-kapal kayu.
Kapal-kapal tersebut melakukan bongkar muat di dermaga-dermaga kecil, tidak melalui pintu imigrasi. Demikian juga hasil bumi Sebatik dibawa keluar. Menyoal mengapa barang bisa masuk Sebatik, warga menyebut ”tahu sama tahu”, yang juga untuk menggambarkan kedua negara ini saling membutuhkan.
Sebatik, wilayah Indonesia yang seluas 114 km meter persegi ini, dihuni 40.000-an penduduk. Setiap hari, ratusan tabung tong gas Malaysia dan ratusan kilogram beras didatangkan dari Tawau, Malaysia. Di Sebatik, tong gas Malaysia ukuran 14 kg dijual Rp 200.000-Rp 280.000.
Hasan melanjutkan, sebenarnya ada kapal barang dari Surabaya yang singgah di Nunukan, tetapi tidak mengangkut bahan kebutuhan pokok. ”Pengusaha di Sebatik belum tertarik mendatangkan sembako dari dalam negeri. Sebab, mendatangkan dari Malaysia lebih murah,” ucapnya.