LAMONGAN, KOMPAS — Motif batik yang dirancang Kusnadi Al Rasyid (46) secara khusus mengangkat tema ikon Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Sedikitnya ada enam tema yang ikonik dan tematik yang mengangkat potensi Lamongan, seperti kuda putih mayangkara, kepiting wisata bahari Lamongan, bandeng lele, harimau maharani, hasil laut, dan kapal nelayan.
Total motif batik kreasi andalannya ada 16 motif. Kini, ia juga tengah merancang ikon lain, seperti siwalan, gapura Sendangduwur hingga Singonengkok. Kerja sebagai desainer batik mulai dilakoni Kusnadi sejak tiga tahun terakhir.
Apa dasarnya? Ternyata, dulu ia sering kesulitan menjahit batik dari kain batik yang dibuat pembatik Lamongan. Hal itu karena kain itu tidak simetris atau tidak sinkron ketika dijahit.
Ternyata, dulu ia sering kesulitan menjahit batik dari kain batik yang dibuat pembatik Lamongan.
Ia pun mendesain batik yang ketika dijahit oleh siapa pun bisa simetris kiri kanan dan polanya di bagian yang terpasang kancing di kiri kanan dapat menyambung membentuk motif. Bagian lengan kiri kanan juga bisa sama simetris. Menurut Kusnadi, untuk satu baju, mulai dari desain hingga menjahit butuh waktu tiga minggu.
Kain batiknya menyasar kalangan menengah ke atas dengan harga selembar batik Rp 200.000, Rp 400.000, Rp 600.000, hingga Rp 1,2 juta. Jika pelanggan minta dijahitkan sekalian untuk busana, ongkos jahitnya Rp 270.000 hingga Rp 350.000 per pakaian.
Supaya dapat bersaing dengan batik daerah lain dan tidak dipandang sebelah mata, ayah dua anak itu kini mendesain batik dengan gradasi warna.
Soal pewarna, ia ikut selera pasar karena selain bisa menggunakan pewarna alam juga bisa menggunakan pewarna pabrikan. Ada pula yang dipadukan antara unsur pewarna alam dan kimia.
”Kekhasan batik Lamongan itu berkarakter kelihatannya keras tetapi kalem seperti bandeng lele. Dari segi pewarnaan, warna terkesan ngejreng tetapi lembut,” ujarnya.
Omzet Kusnadi per bulan berkisar Rp 10 juta hingga Rp 15 juta. Selama ini, pangsa pasar utamanya adalah instansi pemerintah atau perusahaan dan pejabat secara pribadi.
Bupati Lamongan Fadeli pesan khusus baju batik kepadanya lebih dari 10 kali. Para kepala dinas dan kepala bagian serta pejabat instansi di Lamongan hampir 90 persennya memesan batik darinya, termasuk salah satu kepala bidang di Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Nurhayati Asa’adah.
Kini, usahanya yang berlabel Dika Collection itu diperkuat 6 penjahit, 1 pengggambar, dan 6 pembatik. ”Dika adalah paduan nama KusnaDI dan SuliKA,” kata pria yang menekuni menjahit sejak tahun 2000 itu.
Meski sudah dikenal di Lamongan, ia berupaya memperluas pasar dengan media sosial, seperti Facebook dan Twitter. Desain pun kini cukup dikonsultasikan dengan pelanggan lewat Whatsapp.
Pria kelahiran Lamongan, 2 Juli 1971, ini menuturkan, dua anaknya mewarisi bakatnya. Dua anaknya, Faras Eka Parawansa dan Putri Dwi Ramadhani, juga suka merancang batik.