YOGYAKARTA, KOMPAS — Meski hingga kini kondisi fisik dan aktivitas Gunung Merapi tetap normal, Badan Penanggulangan Bencana Daerah DI Yogyakarta menganggap masyarakat di sekitar lereng Gunung Merapi perlu mempersiapkan diri menghadapi erupsi. Hal ini terkait siklus erupsi Merapi yang terjadi empat hingga delapan tahun sekali.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Krido Suprayitno mengatakan, pihaknya tengah pempersiapkan simulasi erupsi Gunung Merapi bagi warga yang tinggal di sekitar lereng.
”Tahun 2018 nanti sudah memasuki periode erupsi Gunung Merapi yang terjadi 4-8 tahun sekali. Karena itu, kami akan siapkan masyarakat untuk menghadapi kemungkinan terburuk meskipun kita tidak berharap hal buruk terjadi,” ujar Krido di kantornya, Kamis (5/10).
Sebelumnya, Gunung Merapi mengalami erupsi besar tahun 2006 dan 2010. Kemudian, pada 2014, Gunung Merapi kembali mengalami erupsi yang menyebabkan hujan material berupa kerikil dan abu tipis di daerah radius lebih kurang 7 kilometer dari puncak.
Krido mengatakan, pada 18 Oktober 2017, BPBD DIY akan menggelar simulasi erupsi Merapi. Selain erupsi, BPBD juga mengantisipasi potensi bencana lain di sejumlah wilayah DIY akibat memasuki musim hujan, seperti banjir dan tanah longsor.
Fokus simulasi nanti akan dilakukan di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, sebagai kawasan yang dinilai paling rawan terhadap bencana erupsi Gunung Merapi.
Selain erupsi Merapi, lanjut Krido, potensi bencana lainnya yang perlu diwaspadai saat musim hujan ialah banjir lahar hujan. Terlebih di Kecamatan Ngemplak, khususnya Desa Sindu Martani, yang termasuk kawasan rawan bencana (KRB) III Gunung Merapi. ”Di desa itu masih terdapat jutaan kubik sedimentasi Merapi serta aliran sungai yang berhulu di Gunung Merapi,” ujarnya.
Menurut Krido, warga di lereng Merapi sebenarnya sudah berpengalaman dan tahu apa yang harus dilakukan. Dia kagum pada warga yang kini sudah bisa pulih setelah jatuh akibat bencana Gunung Merapi.
Pancaroba
BPBD Kota Yogyakarta juga mulai mengingatkan warga untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai potensi bencana yang mungkin terjadi selama musim pancaroba. Sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta memperkirakan puncak musim pancaroba di DIY akan terjadi pada pertengahan Oktober.
”Meskipun bencana tidak diharapkan datang, kewaspadaan menjadi sebuah keharusan,” ucap Pelaksana Tugas Kepala BPBD Kota Yogyakarta Agus Winarto.
Sejumlah bencana yang berpotensi muncul selama musim pancaroba antara lain hujan deras yang menyebabkan luapan air sungai dan angin kencang yang dapat menyebabkan pohon tumbang hingga bangunan ambruk.
Selain meningkatkan koordinasi dengan relawan dan masyarakat, BPBD Kota Yogyakarta juga sudah berkoordinasi dengan sejumlah dinas terkait, antara lain Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta serta Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman Kota Yogyakarta.