PALANGKARAYA, KOMPAS — Sebanyak 69 ahli gambut dari sembilan negara berkumpul di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, untuk melihat proses restorasi gambut bersama Badan Restorasi Gambut, Jumat (3/11).
Mereka akan berdiskusi, menyamakan pendapat, dan berkomitmen untuk bersama-sama menjaga gambut di Indonesia dan dunia melalui deklarasi bersama.
Terdapat lima lokasi yang akan dikunjungi peserta kegiatan selama tiga hari di Palangkaraya. Kelimanya adalah CIMTROP Camp, Jalan Misik (Paludiculture) di Palangkaraya, Jalan Misik (proyek terintegrasi), penutupan kanal di Desa Taruna Jaya, Kabupaten Pulang Pisau, dan proyek sumur dalam di Taruna Jaya.
Para ahli gambut tersebut merupakan ilmuwan, peneliti, lembaga donor, lembaga swadaya, kampus, dan pemangku kebijakan. Mereka berasal dari Jepang, Jerman, Finlandia, Meksiko, Singapura, Malaysia, Vietnam, Belanda, dan Indonesia.
Dalam kegiatan ini, mereka juga akan melakukan deklarasi bersama tentang pengelolaan gambut. Deklarasi yang bernama Deklarasi Jakarta itu merupakan upaya nyata untuk menyelamatkan ekosistem gambut dunia.
Bagaimana menemukan teknologi terbaik yang bisa diterapkan bersama sehingga upaya pengelolaan dan penyelamatan lahan gambut bisa lebih efektif dengan merangkul semua pihak.
Acara diharapkan dapat membawa kabar baik dalam manajemen gambut di Indonesia dan dunia.
Kepala Central for International Cooperation in Sustainable Management of Tropical Peatland (CIMTROP) dari Universitas Palangkaraya Ici Piter Kulu mengatakan, kedatangan para ahli gambut diharapkan bisa membuat proses restorasi gambut menjadi lebih baik.
”Acara ini sangat luar biasa dan diharapkan dapat membawa kabar baik dalam manajemen gambut di Indonesia dan dunia,” ujar Ici dalam sambutannya.
Universitas Palangkaraya menjadi salah satu kampus yang bekerja sama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG) dalam melaksanakan restorasi gambut. Kerja sama itu mulai dari pembuatan sekat kanal hingga pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Hidenori Takahashi, salah satu ahli gambut dari Jepang, mengungkapkan, sejarah kolaborasi ilmiah antara ilmuwan Indonesia dan Jepang sudah berlangsung lama.
Beberapa penelitian tentang gambut telah dilakukan di beberapa kampus di Jepang dan di Indonesia bersama-sama.
Melalui CIMTROP, lanjut Hidenori, berbagai penelitian tentang lahan gambut dimulai pada 1997. Saat itu, ia bersama beberapa peneliti lain menginisiasi riset tentang status hidrologi gambut pada proyek lahan gambut (PLG) di Kalimantan Tengah tahun 1997.
Sekarang sudah begitu banyak negara lain yang mulai memperhatikan gambut.
”Dimulai sejak saat itu sampai sekarang. Bahkan, sekarang sudah begitu banyak negara lain yang mulai memperhatikan gambut,” ujar Hidenori.
Pada 2000, Universitas Helsinki, Finlandia, tertarik untuk melakukan riset tentang emisi karbon dan membangun tiga kanal di PLG.
Tahun lalu, EU RESTORPEAT Project telah mendirikan kamp permanen, melakukan revegetasi penutupan kanal, membentuk Tim Serbu Api, dan melakukan pemberdayaan komunitas.