logo Kompas.id
Lain-lainASEAN Layak Dapat Nobel...
Iklan

ASEAN Layak Dapat Nobel Perdamaian

Oleh
MH SAMSUL HADI
· 6 menit baca

Tiga puluh tahun lebih pengalaman sebagai diplomat menempa Profesor Kishore Mahbubani, Dekan Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, matang dengan realitas percaturan politik global. Setelah pensiun dari tugas diplomatik, ia kini mencurahkan waktunya di dunia akademis dan menjadi pengamat isu-isu internasional.Saat menjadi diplomat, ia pernah ditugaskan di Phnom Penh, Kamboja, antara Juli 1973 dan Juni 1974. Saat itu, Kamboja masih berkecamuk perang. Selama tinggal di kota itu, Kishore mengalami situasi saat Phnom Penh diserbu dan hampir tiap hari ditembaki tentara Khmer Merah pimpinan Pol Pot."Saya kehilangan banyak teman akibat pembantaian di Kamboja," kenang Kishore. Setelah Perang Indochina berakhir, kawasan Asia Tenggara relatif aman dan stabil, salah satunya berkat keberadaan organisasi Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Pada 10-14 November, ASEAN akan menggelar konferensi tingkat tinggi (KTT) ke-31 di Pasay City, Filipina. Kishore (69) adalah satu dari sedikit akademisi di dunia yang memandang positif dan penuh optimistis pada potensi bangsa-bangsa di Asia Tenggara. ASEAN kerap dipandang sebelah mata oleh banyak kalangan, termasuk mungkin oleh warga ASEAN sendiri.Hal itu dialami langsung oleh Kishore, misalnya, saat ia dan koleganya, Jeffery Sng, akan menerbitkan buku terbarunya, ASEAN Miracle: A Catalyst for Peace. "Penerbit-penerbit Barat tidak berminat terhadap kisah ASEAN," demikian kata sejumlah koleganya di New York, AS. Sabtu, 21 Oktober lalu, Kishore datang ke Jakarta sebagai salah satu pembicara pada acara Conference on Indonesia Foreign Policy 2017 bertema "Win-Winning ASEAN, Conquering Globalization", yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI). Organisasi ini didirikan mantan Wakil Menteri Luar Negeri dan mantan Dubes RI untuk AS Dino Patti Djalal.Di acara itu, Kishore juga mengikuti acara penandatanganan buku terbarunya, Keajaiban ASEAN. Acara ini diikuti puluhan pembeli bukunya yang dijual secara khusus di luar ruang konferensi itu. Sambil menandatangani buku karangannya, Kishore acap kali berdiskusi kecil dengan para khalayak, khususnya tentang tantangan dan peluang masa depan ASEAN. Kompas mendapat kesempatan wawancara khusus dengan Kishore di hotel tempatnya menginap di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu sore. Berikut petikan wawancara tersebut:Anda menyatakan, ASEAN bisa menjadi mercusuar baru untuk kemanusiaan di dunia. Bagaimana hal itu mungkin terjadi di tengah meningkatnya rivalitas kekuatan besar dunia, seperti AS versus China dan rivalitas kawasan lainnya? ASEAN harus dilihat sebagai mercusuar bagi dunia dan memang begitu adanya. Ia sebuah masyarakat yang sukses. Namun, hari ini kita tahu, Amerika (Serikat) berada dalam kesulitan besar. Jadi, Amerika bukanlah mercusuar seperti sebelumnya. Pada waktu yang sama, kita hidup dalam dunia saat orang merasa semakin takut bahwa kebudayaan dan peradaban yang berbeda tidak bisa hidup berdampingan. Presiden Trump saat memimpin pemerintah mengatakan, tidak boleh ada lagi warga Muslim di Amerika. Lihatlah Eropa, Jerman, Perancis, Austria, kelompok sayap kanan ekstrem bermunculan, juga dengan mengirimkan pesan kuat bahwa tidak boleh ada lagi warga Muslim di Eropa. ASEAN adalah contoh terbaik peradaban beraneka sejauh ini. Tidak ada kawasan lain di planet ini, tidak di Amerika Latin, tidak di Afrika, tidak juga Asia Selatan yang begitu beragam seperti di Asia Tenggara. Anda tahu, di antara 650 juta warganya di ASEAN, ada Muslim, Kristen, penganut Buddhis, Tao, Khonghucu, Hindu, komunis. Kita mempunyai semua kebudayaan yang berbeda-beda di sini. Dan Anda lihat, kita bisa hidup berdampingan. Jadi, jika Anda ingin menemukan organisasi kawasan yang mengajarkan bahwa negara-negara dengan budaya yang berbeda-beda bisa hidup bersama, itu adalah ASEAN. Itu sebabnya ASEAN dilihat sebagai mercusuar di dunia saat ini. Sayang, warga ASEAN tidak menghargai dan memahami ASEAN. Jadi, ASEAN adalah contoh yang bagus hidup dalam keberagaman saat ini?Ya. Tidak ada contoh yang lebih bagus. Hingga tahun lalu, saya bisa menerima, Uni Eropa hingga tahun lalu jelas berada di depan ASEAN. Tetapi, yang mengejutkan, jika Anda tanya saya sepuluh tahun silam, apakah ASEAN atau Uni Eropa yang akan tercerai-berai, saya akan menjawab, ASEAN yang akan lebih dulu tercerai-berai, Uni Eropa punya solidaritas. Yang mengejutkan, Uni Eropa yang lebih dulu pecah, Inggris keluar. ASEAN tidak pecah.Di beberapa area, ASEAN lebih maju dari Uni Eropa. Dan itu sesuatu yang tidak dipahami orang. Rakyat ASEAN tidak menghargai kenyataan bahwa ASEAN telah mengatasi banyak rintangan besar untuk sukses. Oleh karena itu, di buku itu, saya merekomendasikan bahwa ASEAN seharusnya memperoleh penghargaan Nobel Perdamaian. Sebuah kesalahan besar bagi Komite Nobel Perdamaian saat (tahun ini) memberikan penghargaan itu kepada ICAN (International Campaign to Abolish Nuclear Weapons). ICAN adalah organisasi yang sangat mulia. Misinya mengurangi proliferasi nuklir dan moderasi nuklir, tetapi mereka gagal. Apakah Anda memberikan penghargaan yang sudah gagal dan tidak memberikan penghargaan kepada organisasi yang sukses? Bagaimana dengan peran para pemimpin ASEAN saat ini?Tantangan lain yang dihadapi ASEAN adalah para pemimpin (ASEAN) saat ini terkacaukan oleh masalah domestik (domestically distracted). Satu alasan yang membuat ASEAN menjadi kuat 1980-an dan 1990-an adalah adanya para pemimpin yang kuat: Presiden Soeharto, Lee Kuan Yew, Doktor Mahathir. Mereka semua para pemimpin kuat bisa bisa membuat keputusan besar yang tegas dalam waktu panjang. Mereka tidak khawatir dengan masalah domestik.Tetapi, hari ini, semua pemimpin (ASEAN) disibukkan oleh masalah domestik. Jenderal Prayuth, PM Thailand, masih merancang bagaimana menyerahkan kepemimpinan kepada pemerintahan sipil. Perdana Menteri Najib sangat khawatir dengan pemilu mendatang. Presiden Jokowi juga mencemaskan dan mempersiapkan diri untuk pemilu yang akan datang. Jadi, semua negara besar disibukkan isu-isu domestik. Itu problem bagi ASEAN karena kita butuh sebagian pemimpin untuk terus memberi perhatian pada ASEAN meski ada masalah domestik. Anda menyinggung soal peran Indonesia di ASEAN, dengan nilai musyawarah dan mufakat jadi faktor penting di ASEAN. Apakah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo bisa menjadi pengawal ASEAN?Pertama-tama, mengapa saya menyebut Indonesia memainkan peran penting. Sebab, keputusan yang diambil Indonesia memiliki dampak besar bagi ASEAN. Sebagai contoh, Presiden Soeharto yang sangat bijak saat mengatakan Indonesia seharusnya tidak selalu menjadi pemimpin di depan dalam kepemimpinan ASEAN. Beri kesempatan negara kecil juga memimpin. Ini sangat berlawanan dengan, misalnya, Amerika Serikat yang menjadi anggota Organisasi Negara-negara Amerika, mereka mendominasi organisasi, sehingga organisasi itu tidak berkembang. Itu yang terjadi.Jadi, kita harus memastikan negara terbesar harus memberikan ruang politik bagi negara lain, dan itu yang dilakukan Indonesia. Saya pernah bekerja sama dengan para diplomat dan pemimpin Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Sejak awal, saya bekerja sangat erat dengan Profesor Mochtar Kusumaatmadja, Pak Ali Alatas, dan yang lebih terakhir dengan Pak Marty (Natalegawa). Saya bisa melihat spirit Indonesia, yaitu tradisi memberi dan berbagi. Jadi, itu sangat penting bahwa negara terbesar memiliki tradisi memberi dan berbagi, yang memberi pengaruh pada budaya seluruh ASEAN. Karakter orang seperti ini, para diplomat negara Anda, menanamkan budaya ASEAN. Tetapi, penting bagi Presiden Jokowi untuk memahami bahwa lingkungan kawasan, lingkungan global akan memengaruhi Indonesia. Jadi, Indonesia harus memainkan peran di ASEAN. Indonesia harus memainkan peran kepemimpinan yang besar di G-20 agar suaranya lebih didengar. (BEN)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000