SMK Minim Fasilitas
JAKARTA, KOMPAS — Siswa sekolah menengah kejuruan harus menguasai keterampilan dasar dari sekolahnya masing-masing agar dunia industri siap menerima mereka untuk magang.
Namun, ketersediaan alat praktik di sekolah menengah kejuruan (SMK) yang minim membuat penguasaan keterampilan dasar para siswa menjadi terhambat sehingga dunia usaha dan industri belum sepenuhnya mau menerima mereka untuk magang.
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Hamid Muhammad, di Jakarta, Rabu (8/11), mengatakan, siswa SMK harus menjalani praktik kerja industri (prakerin) atau magang selama menjalani pendidikan.
”Dunia usaha dan industri keberatan menerima siswa SMK prakerin atau magang jika belum menguasai keterampilan dasar. Karena itu, di SMK butuh alat praktik kerja yang memadai,” ujar Hamid.
Untuk mendukung penguatan keterampilan dasar siswa SMK, pada tahun ini Kemdikbud memberikan bantuan peralatan praktik untuk 580 SMK. Bantuan terdiri dari dua paket yang totalnya sekitar Rp 300 juta.
Penandatanganan surat perjanjian kerja sama bantuan peralatan praktik siswa SMK tahun 2017 dilakukan Senin kemarin yang dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Menurut Hamid, dalam rangka merevitalisasi SMK sesuai instruksi Presiden, Kemdikbud fokus di empat hal. Pertama, penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan industri.
Salah satu solusi meningkatkan kompetensi guru kejuruan ialah dengan program keahlian ganda bagi guru nonproduktif menjadi guru produktif.
”Dari 142 kompetensi keahlian di SMK, baru 110 yang sudah diselesaikan. Sisanya ditargetkan tahun ini selesai,” ujar Hamid.
Yang kedua, lanjut Hamid, meningkatkan jumlah dan kompetensi guru kejuruan. Salah satu solusi dengan program keahlian ganda bagi guru nonproduktif jadi guru produktif di SMK. ”Tahun ini 12.000 guru yang ikut. Tahun depan disiapkan lagi,” kata Hamid.
Selanjutnya, menjalin kerja sama SMK dengan dunia usaha dan industri. Targetnya, agar siswa SMK dan guru bisa magang di dunia usaha dan dunia industri (DUDI) serta lulusan SMK terserap DUDI.
Yang terakhir, ujar Hamid, meningkatkan sertifikasi dan akreditasi SMK. Sampai saat ini, Kemdikbud sudah menjalin kerja sama dengan Badan Sertifikasi Nasional Profesi. Tercatat sudah ada sekitar 300 lembaga sertifikasi profesi (LSP P1) di SMK.
Muhadjir mengatakan, bantuan peralatan praktik untuk SMK sebagai komitmen pemerintah yang memberi prioritas untuk meningkatkan mutu lulusan siswa di bidang vokasi. Jumlah bantuan memang masih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah SMK yang mencapai sekitar 13.600 sekolah.
”Lebih dari 9.000 SMK swasta. Nah, yang SMK swasta ini sulit untuk dikontrol kualitasnya. Namun, dukungan pemerintah tetap diberikan juga untuk swasta,” kata Muhadjir.
Sejumlah alat sudah tua dan jumlahnya tidak cukup dengan jumlah siswa.
Peningkatan mutu SMK jadi tantangan, kata Muhadjir, terutama pada sekitar 3.000 SMK yang punya murid sedikit, ada yang di bawah 100 siswa. Padahal, biaya operasional SMK lebih tinggi dibandingkan SMA.
Mendikbud mengatakan, hingga 2019 ditargetkan sekitar 40.000 guru produktif SMK tersedia lewat program keahlian ganda. Namun, program ini tidak mudah karena guru yang memenuhi syarat juga minim.
Kepala SMKN 10 Pinrang, Sulawesi Selatan, Syahruddin Nahong menyambut baik bantuan peralatan praktik siswa. Sekolah kejuruan bidang bisnis manajemen ini merupakan sekolah baru yang didirikan pada 2015.
”Peralatan praktikum belum memadai. Kami akan beli komputer supaya siswa bisa menguasai TIK. Kami juga butuh untuk ujian nasional berbasis komputer,” kata Syahruddin.
Sementara itu, Kepala SMKN 3 Singaraja, Bali, I Nyoman Suastika mengatakan, peralatan praktik untuk SMK bidang teknik dan otomotif ini masih sesuai standar pelayanan minimal. Sejumlah alat sudah tua dan jumlahnya tidak cukup dengan jumlah siswa.
”Dengan bantuan Rp 300 juta, sebenarnya alat yang dibeli masih sedikit. Ada satu mesin bubut yang kami butuhkan, satu saja mencapai Rp 195 juta. Tapi, kami bersyukur ada bantuan pemerintah,” kata Nyoman.