Air Putih yang Tak Ada Lawan
Kegemaran akan olahraga lari yang kian marak bisa jadi pemantik kesadaran akan pentingnya mengonsumsi nutrisi yang seimbang sebagai gaya hidup. Salah satu yang penting adalah kebiasaan meminum air putih. Bagi segala macam kegiatan, tidak ada yang bisa mengalahkan air putih.
Bagi para pehobi lari seperti mereka yang bakal mengikuti Borobudur Marathon di Jawa Tengah akhir pekan ini, ada baiknya untuk mengingat, hidrasi berlebih (overhydration) sebelum lomba merupakan salah satu strategi yang bagus. Overhydration sebelum kegiatan yang menguras tenaga akan memperlambat dehidrasi dan mengurangi peningkatan suhu bagian dalam tubuh.
Air memang tidak punya nilai kalori—kita tidak akan mungkin bisa menggerakkan tubuh jika hanya meminum air. Air juga tak mengandung vitamin. Namun, air adalah salah satu dari enam nutrien bersama karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Nutrien dapat kita artikan sebagai substansi dalam makanan yang diperlukan tubuh untuk menjaga kondisi metabolismenya, untuk tumbuh, dan untuk pemulihan atau perbaikan atas bagian tubuh itu sendiri.
Tubuh manusia pada dasarnya adalah sebuah lautan air dengan berbagai materi yang larut atau mengendap di dalamnya. Jika seluruh materi air dikeluarkan dari tubuh seseorang, niscaya bobot tubuh orang itu hanya tersisa sepertiganya—dan entah bagaimana jadinya rupa orang itu.
Air dalam tubuh dapat dipilah dalam tiga kelompok dengan komposisi kimia garam dan protein yang berbeda: air di dalam sel (cairan intraseluler), air yang mengitari dan berada di antara sel (cairan ekstraseluler), dan air dalam darah (plasma darah). Air dalam ketiga lingkungan ini bergerak bebas dengan mematuhi hukum fisika dasar. Dengan begitu, oksigen dan nutrien yang larut di dalamnya berpindah dari area yang konsentrasinya tinggi ke area dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Air dalam darah di pembuluh arteri memiliki konsentrasi oksigen dan nutrien yang jauh lebih besar dibandingkan di cairan ekstraseluler dan cairan intraseluler. Maka, secara alamiah saat berada di pembuluh-pembuluh kapiler, oksigen dan nutrien tersebut ”hijrah” ke cairan ekstraseluler.
Yang terjadi sekarang adalah konsentrasi oksigen dan nutrien di cairan ekstraseluler lebih tinggi dibandingkan yang ada di cairan intraseluler. Maka, berpindah lagilah oksigen dan nutrien itu ke dalam lingkungan cairan intraseluler untuk memungkinkan terjadinya pembakaran—energi—dan pembentukan atau perbaikan sel yang dibutuhkan.
Sebaliknya, sampah dan sisa pembakaran (karbon dioksida) berada dalam konsentrasi yang tinggi di dalam cairan intraseluler. Taat pada hukum fisika, sisa-sisa itu pun berpindah ke cairan ekstraseluler, lalu ke plasma darah untuk dibuang melalui pembuluh vena dan seterusnya.
Kehilangan air
Jadi, air dalam tubuh kita memang tak bisa menghasilkan energi juga bukan materi untuk tumbuh dan berkembang. Namun, tanpa air, tubuh tak mungkin membakar energi dan tak bisa bertumbuh kembang.
Bagi orang yang berolahraga, semisal lari maraton, mekanisme tubuh dalam mempertahankan air itu justru menjadi bumerang.
Hanya saja, kita tak akan bisa menahan air untuk terus berada di dalam tubuh. Kita kehilangan air tersebut lewat keringat, urine, dan pada setiap embusan napas. Itulah yang mesti diganti. Pada orang dewasa dengan perilaku sedentari (kurang bergerak), jumlah air tubuh yang harus diganti keberadaannya dalam tubuh sekitar 2 liter per hari.
Itu jika kita dalam posisi santai-santai saja sepanjang hari. Seorang atlet yang tengah menjalani latihan berat bahkan bisa kehilangan 2 liter air dalam tubuh hanya dalam satu jam.
Kekurangan cairan dalam jumlah yang sedikit membuat orang yang sedang berolahraga tidak memdapatkan pendinginan tubuh yang memadai. Otak pun merespons dengan memunculkan perasaan penat (fatigue).
Jika jumlah air dalam tubuh kita tidak memadai, tubuh akan berusaha untuk mempertahankannya dengan menurunkan tingkat kehilangan dengan mengurangi keringat yang keluar dan menekan produksi urine—bagaimanapun tubuh tidak akan menghilangkan sama sekali produk urine (bahkan saat kita dehidrasi) agar bisa membersihkan tubuh dari sampah zat kimia.
Bagi orang yang berolahraga, semisal lari maraton, mekanisme tubuh dalam mempertahankan air itu justru menjadi bumerang. Pasalnya, panas tubuh akan menjadi berlebihan, overheated, jika kita tak cukup berkeringat. Kita pun menjadi lelah, kecepatan menurun atau bahkan terpaksa berhenti.
Kekurangan air dalam tubuh dalam jumlah besar jelas tidak kita harapkan, apalagi jika kita tengah berlari. Volume darah bisa menyusut dan tekanan darah jatuh yang membuat seseorang merasa pusing dan serasa hendak pingsan. Jika terus berlangsung dan tubuh tak lagi bisa berkeringat, suhu tubuh bagian dalam bakal meningkat hingga lebih dari 40 derajat celsius. Suhu setinggi ini bisa menyebabkan kerusakan otak atau kematian.
Rasa haus sendiri merupakan indikator yang tak bisa diandalkan.
Tubuh kita memperoleh pasokan air dari apa yang kita minum dan juga dari makanan yang kita telan. Sayang, tubuh tidak memiliki cara untuk mengingatkan kita, berapa banyak air yang sesungguhnya sedang dibutuhkan. Rasa haus sendiri merupakan indikator yang tak bisa diandalkan. Pasalnya, ketika kita penuhi, rasa itu bisa saja sudah hilang meski jumlah air yang dibutuhkan tubuh belum banyak diperoleh.
Jadi, minum air untuk mencukupi kebutuhan tubuh adalah persoalan kebiasaan—memperhatikan warna urine adalah salah satu awal yang baik. Bagi atlet atau orang yang hobi berolahraga, kebiasaan minum air adalah gaya hidup yang harus dibentuk.
Saat berlatih atau berolahraga, misalnya, minum air secara berkala adalah keharusan. Kebiasaan seperti itu bisa kita lihat pada anak-anak dan remaja yang tengah berlatih di klub-klub olahraga—berkat instruksi dan pengawasan para pelatih mereka. Dalam jeda relatif tetap, misalnya 15 atau 20 menit sekali saat break, mereka otomatis akan mengambil botol bawaan dan meminum airnya.
Di luar latihan, olahragawan yang cerdik akan sebisa mungkin menghindari makanan cepat saji atau kudapan yang kaya akan garam. Salah satunya adalah karena kandungan air dalam asupan jenis itu sedikit.
Kebiasaan mengonsumsi banyak air di luar lomba atau latihan ini—misal minimal 2 liter per hari di hari yang tidak diisi dengan olahraga—menjadi penting karena perut kita hanya punya kemampuan ”mengosongkan” air sebanyak tiga cangkir per jam. Seberapa disiplin pun kita minum di sela-sela berolahraga, jumlah air yang kita konsumsi itu tidak akan bisa menggantikan jumlah air yang hilang—yang bisa sampai 2 liter per jam saat berolahraga berat.
Sebagian pakar juga berpendapat, meminum dua gelas air dingin sebelum latihan atau lomba bisa membantu performa. Air dingin diyakini lebih cepat diserap tubuh dibandingkan air hangat atau suam-suam kuku.
Masalahnya, banyak produk tersebut mengandung gula. Gula yang larut dalam air justru memperlambat penyerapan air dari lambung.
Mengonsumsi sayuran dan buah—apalagi menjelang lomba dan berlatih—juga adalah kebiasaan yang bagus. Selain kaya akan kandungan air, sayur dan buah banyak mengandung mineral yang kita butuhkan. Saat berlomba di olahraga daya tahan, seperti lari jarak jauh atau maraton, keringat yang banyak keluar juga akan membawa sejumlah mineral tersebut—seperti magnesium.
Sebagian orang saat berolahraga memiliki kiat untuk mengganti air dan mineral tersebut dengan mengonsumsi minuman jadi yang oleh produsen dipromosikan mengandung mineral dan zat yang hilang terbawa keringat. Masalahnya, banyak produk tersebut mengandung gula. Gula yang larut dalam air justru memperlambat penyerapan air dari lambung. Selain itu, kandungan mineral yang ada dalam sebagian produk minuman tersebut juga sedikit.
Jadi, saat Anda tengah berlatih atau berlomba lari, kebutuhan untuk menggantikan air yang hilang jauh lebih penting dari kebutuhan mengganti mineral yang juga lenyap terbawa keringat. Lagi pula, air putih pun mengandung mineral, seperti magnesium, kalsium, dan sodium. Oleh karena itu, minum air putih adalah pilihan terbaik.
Menjelang berolahraga—juga di setiap kesempatan—overhidrasi adalah jauh lebih baik dibandingan dehidrasi kemudian.
Daftar Pustaka:
- Encyclopedia of Sports Science, John Zumerchik, MacMillan Library Reference, 1997
- Target 26: A Practical, Step by Step Preparatory Guide to Running Marathon, Skip Brown, John Graham, Collier Books, 1979