“Sepatu Orang Lain”, Kisah Nyata Istri Seorang Diplomat
SEPATU ORANG LAIN
Kita hanya mampu membeli tas tangan seharga lima ratus ribu rupiah. Ketika kawan kita membeli tas tangan seharga lima juta, kita bilang kawan kita berlebihan. Padahal, ia belanja tidak menggunakan uang kita. Dan, ternyata, ia sudah berhemat untuk tidak membeli tas seharga empat puluh juta rupiah yang sanggup ia beli.
Kita hanya mampu hidup dengan selalu berada di dekat suami. Ketika kawan kita berpisah jarak dan waktu dengan suaminya, kita bilang dia gegabah. Kita bilang, dia menggadaikan rumah tangga demi materi. Namun, ternyata, kawan kita itu tetap hidup rukun dan bahagia dalam perjuangan rumah tangganya.
Kita hanya mampu menjadi ibu rumah tangga. Ketika kawan kita memilih bekerja sebagai pegawai, kita bilang ia menggadaikan masa depan anak. Ternyata, ia bangun lebih pagi dari kita, belajar lebih banyak, berbicara lebih lembut pada anaknya, dan berdoa lebih khusyuk memohon pada Tuhan untuk penjagaan anak-anaknya.
Kita hanya mampu memiliki anggaran uang belanja satu juta rupiah sebulan. Ketika kawan kita bercerita pengeluaran belanja bulanannya sampai enam juta rupiah, kita bilang ia boros. Padahal, dia tak pernah berutang pada kita. Pernah pinjam uang pun tidak. Ternyata, kawan kita itu sedekah lebih banyak dari uang belanjanya. Dan, ternyata, dia tak pernah lupa membayar zakat.
Siapa yang rugi? Kita.
Belum-belum sudah mudah menilai. Bahlan, sering kali kita buruk sangka. Padahal, kita tak pernah tahu apa yang sebenarnya orang lain sedang hadapi.
Jangan mengukur sepatu orang lain dengan kaki kita.
Jangan pernah mengukur kehidupan orang lain dengan ukuran hidup kita.
Rawan tak tepat.
Tulisan itu dikutip dari buku “Sepatu Orang Lain” karya Mia Saadah yang dibedah di Bern, ibu kota Swiss, Rabu (15/11) siang, seperti dilaporkan AM Sidqi, pejabat Fungsi Ekonomi Politik II Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bern, Kamis (16/11).
Menurut Sidqi, bedah buku yang diselenggarakan Dharma Wanita KBRI Bern itu berlangsung di kampus Universitas Pendidikan Bern, Swiss, dan dihadiri sekitar 30 warga diaspora Indonesia.
Tidak hanya berasal dari Bern, puluhan peserta juga berdatangan dari kota-kota sekitar Bern, seperti Aarau, Baden, Soloturn, dan wilayah lain di Swiss.
Buku “Sepatu Orang Lain” berisi kumpulan tulisan tentang kehidupan sehari-hari Mia Saadah sebagai istri seorang diplomat ketika mendampingi suami yang bertugas di KBRI Damaskus, ketika konflik Suriah bergejolak pada 2016.
Mereka kemudian pindah tugas ke KBRI Bern-Swiss pada 2017.
Sempat viral
Tulisan “Sepatu Orang Lain” sendiri sempat viral dibagikan di ribuan kali di media sosial sejak Mei 2016 tanpa menyebutkan penulis aslinya.
“Buku ini diilhami berbagai kisah nyata saya sebagai ibu, anak, sahabat, perempuan, dan istri seorang diplomat,” tutur Mia Saadah, penulis buku “Sepatu Orang Lain”.
Buku ini merupakan catatan harian ringan dan sederhana tentang beragam nilai-nilai kehidupan yang terinspirasi dari keseharian.
“Kesemuanya merupakan catatan harian ringan dan sederhana tentang beragam nilai-nilai kehidupan yang terinspirasi dari keseharian. Sangat sederhana, tetapi semoga tak miskin makna,” imbuh ibu dua orang anak ini.
“Saya bangga salah satu pengurus Dharma Wanita Persatuan KBRI Bern, yaitu Mia Saadah, masih tetap bisa berkarya sementara mendampingi suami bertugas. Semoga dapat menjadi inspirasi bagi kita semua dan banyak perempuan Indonesia lainnya,” ujar Dona Sinaga, Ketua Dharma Wanita Persatuan KBRI Bern pada sambutan pembukaan bedah buku ini.
Mengispirasi
Para peserta bedah buku “Sepatu Orang Lain” mengungkapkan kekagumannya pada Mia Saadah yang masih tetap berkarya dan berbagi inspirasi di tengah kehidupan keluarga diplomat yang berpindah-pindah.
Salah seorang peserta, Bella Friska mengungkapkan bahwa buku dengan 200 halaman ini penuh dengan tulisan inspiratif, menggugah, dan kaya makna.
“Bab paling favorit saya adalah Diary Ayah dan Meminta Maaf pada Anak,” ujar professional fashion designer ini.
Pengalaman hidup yang Mia tuliskan di buku ini, tidak hanya bermakna bagi penulisnya, tetapi juga menginspirasi banyak orang.
“Tulisan Mia Saadah sangat natural. Orang yang tidak gemar membaca pun akan asyik membaca buku ini,” kata Dewi Basuki, perempuan Indonesia yang menjalani profesi sebagai motivator di Swiss.
“Pengalaman hidup yang Mia tuliskan di buku ini, tidak hanya bermakna bagi penulisnya, tetapi juga menginspirasi banyak orang.”
“Ini adalah buku yang ringan dan jujur. Tulisannya sangat mudah kita refleksikan dengan keseharian kita,” tambah Ervita Sumardjono, seorang trainer dan konsultan asal Indonesia.
Bermakna
Dubes RI untuk Swiss, Linggawaty Hakim, mengucapkan selamat atas peluncuran buku Sepatu Orang Lain di Swiss ini.
“Saya sudah baca bukunya. Tulisan Mia begitu philosophical dan maknanya sangat dalam, tetapi disajikan dengan bahasa yang mengalir. Tidak banyak orang yang bisa menulis seperti ini,” kata Dubes Linggawaty, sebagaimana diteruskan Sidqi.
Meskipun diterbitkan oleh sebuah penerbit di Jakarta dan beredar di jaringan toko buku besar di seluruh Indonesia, buku “Sepatu Orang Lain” ini juga banyak beredar di Eropa, seperti Swiss, Inggris, Belanda, Jerman, dan Perancis.
“Book launching di Bern ini kick-off. Insya Allah pada Desember, kami akan memulai book tour ke London, Leiden, Berlin, dan Paris. Mohon doa dari semuanya,” kata Mia Saadah, seperti disampaikan Sidqi.