SIDOARJO, KOMPAS — Pengembang perumahan yang tergabung dalam organisasi Real Estate Indonesia Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, mengeluhkan menjamurnya bisnis penjualan tanah berpetak-petak atau kapling. Bisnis ini telah menciptakan persaingan tidak sehat sebab penjual kapling tak tersentuh peraturan perundangan dan kewajiban perpajakan.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia Sidoarjo Susilo Effendy mengatakan, pebisnis kapling menjual petak dengan luasan kecil-kecil, yakni kurang dari 90 meter persegi. Hal itu bertentangan dengan peraturan Bupati Sidoarjo yang mewajibkan pengembang membangun rumah minimal 90 meter persegi.
”Ironisnya mereka tidak ditindak. Hal itu tentu tidak adil bagi pengembang yang mematuhi aturan perundangan,” ujar Susilo, Senin (20/11), di Sidoarjo.
Permasalahan lain, penjual kapling tidak diwajibkan membangun fasilitas umum dan fasilitas sosial, seperti jalan permukiman, tempat ibadah, dan makam. Sementara pengembang perumahan yang resmi diwajibkan menyediakan fasilitas umum, fasilitas sosial, serta infrastruktur dasar, seperti jaringan listrik dan air bersih.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah berjanji akan menyelesaikan masalah menjamurnya bisnis kapling sebab, selain ilegal, hal itu juga membebani pemerintah daerah. Mereka tidak mau membangun jalan, tetapi saat sudah ramai masyarakat yang tinggal di sana, mereka menuntut pemerintah membangun jalan.
Pemerintah daerah akan mengadakan sosialisasi kepada kepala desa dan camat agar tidak mudah memberikan izin kepada pelaku bisnis penjualan kapling ini. Apabila mereka tidak memenuhi syarat, tidak boleh mendapat rekomendasi untuk pengurusan legalitas tanahnya.
Bisnis penjualan kapling secara liar ini terjadi karena tingginya kebutuhan rumah atau tempat tinggal di Sidoarjo. Di saat bersamaan, harga perumahan yang disediakan oleh pengembang sulit dijangkau, terutama oleh kalangan pekerja bergaji minimum.
Sekretaris Daerah Djoko Sartono mengatakan, jumlah penduduk Sidoarjo saat ini mencapai 2,5 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk sebesar 10 persen. Pertumbuhan penduduk itu terbesar bukan berasal dari kelahiran bayi baru, melainkan disebabkan oleh tingginya urbanisasi, yakni sekitar 7 persen.