logo Kompas.id
Pembangunan Rendah Karbon...
Iklan

Pembangunan Rendah Karbon Disiapkan

Oleh
· 2 menit baca

JAKARTA, KOMPAS Paling lambat awal tahun depan, pemerintah menerbitkan regulasi yang mengatur pembangunan rendah karbon dalam bentuk peraturan presiden. Regulasi itu mengatur proyeksi besaran emisi yang dihasilkan sebagai dampak dari target pertumbuhan ekonomi beserta langkah untuk mengendalikannya. "Peraturan tersebut sudah pada tahap perampungan. Aturan ini penting karena memberikan dasar bagi pemerintah merencanakan pembangunan berbasis rendah karbon," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Gellwyn Jusuf di sela-sela konferensi perubahan iklim yang dilaksanakan Agence Francaise de Developpement dan Bappenas, Senin (27/11), di Jakarta.Gellwyn mengatakan, peraturan itu mencantumkan besaran dan langkah pengendalian emisi sebagai dampak dari target pertumbuhan ekonomi per tahun dengan segala asumsinya, termasuk investasi. Dengan acuan itu, setiap sektor bisa menerapkan langkah pengendalian emisi. Selama ini langkah pengendalian emisi diatur secara sektoral, mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah.Regulasi masih senapas dengan komitmen menurunkan emisi gas rumah kaca 29 persen secara mandiri atau 41 persen dengan kontribusi pendonor internasional pada 2030. Peraturan pun bentuk implementasi dari Kesepakatan Paris pada 2015 yang mengatur komitmen negara-negara untuk mengendalikan kenaikan suhu tetap di bawah 2 derajat celsius.Duta Besar Perancis untuk Indonesia Jean-Charles Berthonnet menyatakan, Indonesia memiliki tantangan pengurangan emisi di sektor energi, termasuk transportasi, dan kehutanan dalam bentuk deforestasi. Dua sektor ini penghasil emisi terbesar.Berthonnet memastikan Perancis tetap menyediakan dana untuk membantu negara-negara berkembang dan kepulauan terkait isu perubahan iklim.Energi terbarukanMerujuk pada laporan Brown to Green, Indonesia menjadi negara dengan tingkat emisi gas rumah kaca tertinggi (mencapai 1.000 megaton setara karbon dioksida) di antara G-20. Penyumbang terbesar adalah sektor energi, limbah, industri dan aktivitas pendukungnya, serta kehutanan (Kompas, 5/7).Terkait pengurangan emisi di sektor energi, Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ida Nuryatin Finahari menyatakan pemanfaatan energi terbarukan menjadi salah satu solusi. Saat ini, persentase energi terbarukan baru 7,7 persen dari total energi listrik terpakai. Dengan target 23 persen pada 2025, pemerintah menyusun langkah implementasi. Langkah itu antara lain diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM No 50/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Energi Listrik. Regulasi mengatur harga energi terjangkau agar bisa bersaing dengan harga energi berbahan bakar fosil. Langkah lain, penyederhanaan izin untuk pembangkit energi terbarukan. (VDL)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000